14 - accident

245 79 15
                                    

Seperti yang sudah di perkirakan. Sia pulang dengan sambutan Omelan dari kakaknya.

"Lo kemana aja hah?! Liat ini jam berapa?! Udah jam 7 malem! Pulang sekolah bukannya pulang malah kelayapan!" Bentak kakaknya.

Namun bukannya sedih, sia justru senang. Kakaknya marah kepadanya karena khawatir. Ditengah ocehan kakaknya itu, sia tiba tiba memeluk erat kakaknya. Rasanya ia tidak ingin melepaskan pelukan itu sampai kapanpun.

"Eh ehh apaan. Lepas. Geli anjirr"

Jia emang tidak suka kontak fisik. Disentuh saja sudah melayangkan tatapan maut, apalagi di peluk. Geli katanya.

Ditengah pertengkaran lucu antara mereka tiba tiba Jia merasakan pundaknya yang mulai basah.

"Lo nangis? Eh kenapa? Kakak terlalu keras ya? Maaf. Kakak cuma khawatir kamu kenapa kenapa."

Tuhkan benar, Jia sebenernya berhati baik. Namun dia tipe tipe orang tsundere yang jarang memperlihatkan kepeduliannya. Beda dengan sia, kalau dia memang sayang terhadap sesuatu tak sungkan-sungkan akan ia tunjukan.

"Makasih kak makasih. Maaf juga selama ini sia agak benci kakak."

Hanya kata terimakasih dan maaf yang berulangkali keluar dari bibir kecil sia.

"Kenapa minta maaf? Harusnya kakak yang minta maaf karena bentak kamu terlalu keras. Kakak minta maaf ya." Ucap Jia sambil mengelus lembut rambut adiknya itu.

Sia melepaskan pelukannya, kini ia bertatapan dengan orang yang sangat ia sayangi setelah kedua orang tuanya.

"Kakak nggak benci kan sama aku?"
Tanya sia sambil menyeka air matanya yang menumpuk di pelupuk mata.

"Nggak. Ngapain kakak benci coba. Kakak cuma punya kamu. Kalo kakak benci ngapain kakak rela cabut beasiswa demi tinggal sama kamu?"

"Makasih kak." Senyum manis sia terpancar begitu pula Jia.

Srottt..

"Iyuh ingusnya." Ledek Jia.

"Eh bentar Lo nggak ngelap ingus Lo ke baju gue kan?" Tanya Jia dengan sedikit emosi.

"Hehe" jawab Jia dengan mutadosnya.

"Eh anjir sini Lo. Makanya kok basah banget ini baju. Kalo air mata nggak akan sebanyak ini anjir. Sini Lo sia!"

Sekarang keduanya malah berlarian di ruang tengah seperti anak kecil. Rasanya beban yang mereka tanggung seharian ini hilang begitu saja.

"Wleee.. gabisa buka pintu gue kan? Haha." Ejek sia yang tiba di kamarnya.

Kakaknya menggedor-gedor pintu berwarna coklat dengan gantungan dreamcatcher didepannya.

"Babayy inces sia mau mandi doloooo."

Setelah itu sia bergegas membersihkan diri kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

****

Setelah makan malam

Sia duduk anteng di bangku belajarnya. Tiba tiba dia merasa tidak enak. Dan benar saja, sekarang di samping jendela terdapat junkyu yang sedang berdiri menatapnya.

Sia hanya melirik sekilas lalu mulai menyumbat kedua lubang telinganya dengan headset.

"Gue sibuk." Ujarnya dingin.

Oneuldoo~~


Ponsel sia berdering menampilkan salah seorang di kontak.

"Iya dam kenapa?"

Tak ada jawaban dari seberang sana. Pikir sia mungkin yedam tidak sengaja menekan nomornya.

Berseling cukup lama. Ponsel nya berdering lagi. Masih dengan orang yang sama, Yedam.

"Iya dam kenapaaa? Lo mabok ya?"

Cukup lama sia menempatkan ponsel tersebut di telinganya. Namun tak ada respon apapun setelah kalimat pertama yang ia ucapkan.

'Sia?'

Tak ada jawaban. Sia bergegas mengenakan training panjang seadanya dan hoodie yang menggantung dibalik pintu kamarnya.

'Sia, kenapa?'

Kedua kalinya pertanyaan junkyu tak ia hiraukan. Sia segera berlari keluar menuju pintu depan. Kakaknya yang sedang melihat televisi di ruang tengah ikut terkejut karena Sia terburu terburu menghasilkan hentakan kaki yang cukup kuat.

"Heh mo kemana?"

"Penting kak. Maaf."

"Heh sia dah malem."

Teriakan kakaknya juga ia hiraukan, sekarang pikirannya hanya satu.

Yaitu, yedam.

Iya, pemuda yang tadi berbagi keluh kesahnya diberitakan mengalami kecelakaan saat ia berusaha menyeberang jalan.

Yang tadi menelfon nya adalah salah satu pejalan kaki yang menyelamatkan yedam.

invisible | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang