07 - park jeongwoo

279 98 17
                                    

Pagi ini muka jeongwoo sudah ditekuk bak seragam kusut. Terkadang dia mendecik sambil merotasikan kedua bola matanya.

"Kenapa Lo?"

Tanya sia dengan membalikkan tubuhnya menghadap jeongwoo karena posisi bangku jeongwoo tepat dibelakangnya.

"Gpp"

Tuhkan, pasti hari ini mood nya benar benar hancur. Agar tidak semakin mengganggu sia hanya diam dan kembali menatap depan.

"Hhhhhh"

Helaan nafas jeongwoo sangat menggangu sia. Sudah beberapa kali ia menghembuskan nafasnya kasar seperti itu.

"Ck. Kenapa sii. Kalo mau cerita cepetan. Jangan kayak gitu. Kenapa wahai park jeongwooooooooo???"

"Kemarin Lo kemana kok pulangnya lambat." Akhirnya jeongwoo berani buka suara.

"Piket lah."

"Kok lama?"

"Acieee nungguin ya." Ledek sia kearah jeongwoo. "Kenapa emangnya?"

Jeongwoo diam beberapa waktu. Kemudian menarik nafas dan menatap sia.

"Lo suka sama yedam?"

"Hah? Gue?"

"Nggak. Gajadi."

Setelah itu jeongwoo meletakkan kepalanya diatas tekukan lengannya sendiri, seperti saat ia tertidur di kelas.

Sia masih bingung dengan pertanyaan jeongwoo. Tapi sesaat kemudian ia kembali menghadap kedepan meninggalkan jeongwoo yang entah sudah terlelap atau hanya menutup kedua matanya.

-Isshhh bangsat ngapain gue tanya itu anying!-

Dalam posisi seperti tadi, jeongwoo terus memaki dirinya di dalam hati.

***


Pemuda yang memiliki kulit sedikit kecoklatan tersebut sekarang sedang didalam ruangan.
















Putih.



















Tak ada pintu, jendela maupun hal lainnya. Rasanya ruangan ini tidak ada batasnya.









Dia disini, lagi.










Jeongwoo meringkuk sambil memegang erat kedua kakinya. Saat suasana hatinya sedang buruk, ia selalu terperangkap dalam ruangan tak berujung ini.


Nafasnya sesak, dadanya naik turun secara cepat. Sekarang air matanya mulai menetes membasahi wajah tampannya.

Meskipun begitu, bibirnya terus mengucapkan kata



























Bunda














Bunda














Jeongwoo takut

















Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang takut terhadap luasnya ruangan.

Maka dari itu ia memilih kos kosan yang lumayan sempit padahal dia mempunyai cukup uang untuk membayar sewa kos kosan dengan ukuran cukup besar.

Saat orang lain merasa sesak di ruangan sempit. Ia justru lebih tenang di ruangan yang tempatnya mampu ia lihat secara dekat.


Ketakutan saat ditinggalkan di sebuah ruangan besar yang tak berujung sampai sekarang masih tertanam di benaknya.


















Bunda kenapa ninggalin jeongwoo


















Jeongwoo kangen bunda



















Jeongwoo takut.



































Brakkk..






Tiba tiba sebuah buku tulis mendarat di bangku jeongwoo membuat pemuda itu terbangun dari dunia alam bawah sadarnya.

"Park jeongwoo!! Sudah saya peringatkan jangan tidur di kelas saya!"

Teriak pak june di depan sana.

Jeongwoo yang nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya hanya menunduk dan sesekali mengucek bagian matanya.

"Maaf pak. Saya ngantuk."

Jawab jeongwoo dengan polos yang diikuti gelak tawa dari temannya.

"Sekarang berdiri di belakang kelas, angkat kedua tangan dan kaki dinaikkan satu!"

"Yah pak--"

"Tidak ada tapi tapi! Cepat kesana atau mau saya hukum keliling lapangan?"

Mau tidak mau jeongwoo menuruti perkataan pak june dengan raut kesal diwajahnya. Dia berdiri di belakang kelas dengan mengangkat kedua tangan dan satu kakinya.


Terkadang saat pak june sedang lengah, ia menurunkan kedua tangannya. Tapi itu tidak berlangsung lama karena pak june memiliki intuisi yang bagus dan mata elang yang sangat berguna untuk mengawasi murid seperti jeongwoo.

invisible | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang