Bau obat-obatan menyeruak masuk ke indra penciuman didalam ruangan yang di dominan dengan warna putih ini. Seorang gadis dengan bibir yang pucat masih terlelap dalam mimpi indahnya. Setelah beberapa jam yang lalu ia tersadar, namum memilih tidur lagi, demi kesehatannya untuk cepat membaik.
Tak lupa dengan sang bunda yang setia menemaninya, rela mengorbankan waktunya demi merawat putri kesayangannya.
"Bun?" panggil seseorang dari arah pintu, Elina menoleh lalu tersenyum, dilihatnya sang suami datang sambil membawa beberapa makanan.
"Veza tidur lagi?" tanyanya sambil berjalan mendekati bangkar Veza.
Elina mengangguk sebagai jawaban, lalu bangkit untuk memeluk sang suami. Dirinya butuh pelampiasan untuk memusnahkan beban di pundaknya, lelah menangis dari tadi. Hangat! Rasa yang masih sama dari dulu, selalu nyaman berada di pelukan sang suami.
Tio mengelus sayang pundak istrinya, ia tahu istrinya lelah, istrinya sedih dengan semua kejadian ini, namun dirinya tak harus memperlihatkan bahwa dirinya juga sama sama terpukul, yang harus dia lakukan adalah menjadi penenang, menjadi pundak, dan menjadikan bahunya sebagai sandaran.
"Semua pasti baik-baik aja."
Itulah kalimat yang selalu ia ucapkan, dia tahu Allah memberi cobaan sesuai batas kemampuan umatnya.Tio melepas pelukannya lalu beralih menatap istrinya, "Makan dulu ya." ucapnya. Ia tahu sedari tadi istrinya belum makan, sibuk mengurusi ini itu.
Lagi-lagi Elina menggeleng "Bunda engga lapar." jawabnya.
"Kalo Veza tahu bunda nya gak makan daritadi siang pasti marah." ucap Tio.
"Bunda beneran ga laper ayah." kekeh Elina.
"Ayah bangunin Veza aja, terus bilang Bundanya ga mau makan." Ancam Tio.
Elina akhirnya mengangguk pasrah, lalu menerima kotak nasi yang diberikan Tio.
Meskipun sedikit tak berselera tapi ia paksakan.🌞
"Nanti kalo udah nyampe didalem jangan ada yang ribut." peringat Karin.
Ayya, Karin, Bima, Dan Eza kini sedang berada di luar rumah sakit. Karena hari ini libur sekolah, mereka sepakat untuk menjenguk Veza. Tak lupa mereka juga membawa beberapa bingkisan untuk Veza.
"Heeuh Karin, bawel pisan." ucap Eza yang sedari tadi kesal, pasalnya Karin terus-terusan mengucapkan itu. Padahal mereka juga punya attitude.
"Ini kita bener-bener gaada yang ngehubungi tante Elina?" tanya Bima.
Ayya menggeleng, "Kan surprise." jawabnya.
Karin berhenti mendadak di lorong rumah sakit, membuat mau tak mau Ayy, Bima, dan Eza harus ikut berhenti, yang hampir saja mereka menabrak Karin.
"Kalo mau berhenti bilang-bilang anying." ucap Eza sambil mengusap dadanya.
"Gue manusia, monyet!." sahut Karin.
"Ngapa lo berhenti mendadak?" tanya Ayya.
"Ini teh kita lurus atau belok?" tanya Karin yang mendadak lupa ruang rawat Veza dimana.
"Lurus bego, baru kemarin kesini, udah lupa aja." jawab Ayya kesal.
Mereka pun melanjutkan langkah mereka. Sampailah mereka di ruangan kemarin yang bertuliskan IGD. Yang terlihat sangat sepi. Membuat alis Mereka bertaut kebingungan.
"Lo ga salah ruangan kan?" tanya Eza.
Karin mengangguk "Bener kok kemarin disini." Karin menunjuk salah satu kursi "Disitukan Ayya nangis." ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
Teen Fiction"Lantas sekarang memilih seperti apa? Pergi berlayar menerjang kerasnya ombak? Atau memilih tak berlayar sama sekali agar perahumu tak patah oleh badai?"