Bagian Empat -akhir.

1.2K 184 25
                                    

Daun gugur mengiringi pemakaman sang pemimpin negeri. Taeyong menatap dari jauh, tidak mampu membawa diri mendekat karena ia tahu jika dia adalah salah satu penyebab kenapa kini kursi tertinggi tidak lagi diduduki. Berlainan dengan sang kakek yang masih membiarkan tangan tuanya menabur bunga, ia lebih memilih menyandar dibalik rindang pohon dengan Doyoung yang mendampingi.

"Menurutmu," Taeyong membuka suara. "Apa yang akan terjadi selanjutnya?"

Dengus kecil mengiring tawa miris, Doyoung meletakkan tangan di saku dan memandang langit sejenak. "Tanpa kujawab, kau pasti sudah tahu."

"Aku tahu," Taeyong mengikuti arah pandangan Doyoung, membiarkan retinanya mengawasi gerak awan melukis langit dan memberi bumi sejenak rasa teduh. "Hanya saja aku masih terlalu naif, mengharapkan apa yang terjadi adalah sebaliknya dari apa yang akan kita hadapi."

Doyoung mengalihkan pandangannya untuk menatap Taeyong. Diusaknya rambut Taeyong sebelum menanggapi kembali. "Bagaimana kau akan menghadapi Ten dan vampir lain setelah mereka tahu kebenarannya?"

"Aku tidak tahu," jawabnya, masih enggan mengalihkan tatapannya dari langit. "Membayangkannya saja aku takut."

***

"Kerja bagus, Jaehyun." Ten menyindir. "Keluar dari kandang harimau, sekarang kau ke kandang singa." Ia melanjutkan. "Berapa kali kau harus disakiti manusia untuk sadar bahwa mereka tidak ada baiknya untuk kita? Kau lihat saja, Taeyong yang kau bangga-banggakan, yang kau elu-elukan bahwa dia adalah solusi dari apa yang kita raih, nyatanya adalah dalang utama kenapa permasalahan ini bisa terjadi!"

"Bukan Taeyong-"

"Bajingan," Ten memotong. "Kau masih terbutakan oleh pesonanya, ya? Buka matamu, Jaehyun! Lihat orang-orang ini!"

Ten menendang meja dan membelahnya menjadi dua. Nyalang matanya memerah, bahkan taringnya kini turut mengintip mengiringi murkanya. Mendekat ia ke Jaehyun, lantas dengan kasar menarik baju Jaehyun dan membuat Jaehyun berdiri. Ditatapnya Jaehyun tepat di mata, dan dieratkan cengkraman tangan pada baju yang kini sedikit terkoyak. "Kau itu bagian dari kami, bukan mereka. Pikirkan itu."

"Aku tahu. Dan aku tahu jika Taeyong berbeda. Kau pikir kenapa aku sama keras kepalanya denganmu? Karena aku tahu dia yang akan membawa kita-"

"Membawa kita kehancuran?" Ten memotong. "Bukannya memang sudah jelas? Kalau tidak ada dia Humainville tidak akan hancur seperti sekarang."

"Bibirmu memang tidak pernah dilatih untuk berkata santun, ya?"

Ten dan Jaehyun menoleh dan melihat Doyoung yang datang dengan beberapa orang asing yang tidak mereka kenal. Doyoung meletakkan kedua tangannya di saku, lantas berjalan mendekati kedua vampir yang masih bersitegang. "Kau pikir hibrida vampir dan manusia sepertiku bisa hidup terjamin dari mana jika Taeyong tidak melindungi? Aku dan mereka-" Doyoung menunjuk beberapa orang yang memberikan Ten senyuman tipis. "Dari kami lahir hingga kami bisa berdiri saat ini, semuanya berkat Taeyong. Kalau kau masih enggan mendukungnya, terserah. Itu hakmu, keputusanmu. Tetapi jika perang ini berakhir baik, aku harap kau tidak turut serta bersorak dan menikmati hasilnya."

"Kau terlalu menaruh harapan besar pada temanmu yang ringkih."

"Ringkih?" Doyoung mengulang, lantas tertawa keras. "Taeyong kau bilang ringkih? Dia bahkan mampu mengalahkanku dalam duel dan aku memiliki kekuatan vampir dalam tubuhku. Yang begitu kau bilang ringkih?" Tawanya semakin keras. "Memiliki tubuh atletis bukan tolok ukur kekuatan orang, jadi jangan pernah kau pandang rendah Taeyong hanya karena bentuk tubuhnya yang kurus."

"Oh, benarkah? Kalau begitu kenapa tidak kau suruh saja dia sendiri yang berperang melawan para bejat berdasi dan kacung-kacungnya yang berseragam?"

Clair de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang