Bagian Dua

1K 199 21
                                    

Hening melingkup merengkuh kediaman yang menggelembung. Beberapa kali tatap mata bertemu tanpa sengaja, namun segera dialihkan untuk menatap yang lain saja. Keduanya diam, mengarungi ribut pikiran masing-masing tanpa perlu membuka mulut untuk bersuara.

Adalah desis suara yang lantas membuat Taeyong menoleh memperhatikan. Keningnya mengerut, lantas melebar saat menyadari apa yang membuat rintihan keluar tanpa disengaja. Langkah kakinya pelan, lantas mendudukkan diri di samping Jaehyun. Tangannya merogoh kantong dan meraih kunci gari yang membelenggu tangan Jaehyun di kedua sisi.

Hati-hati satu tangannya menggenggam pergelangan dengan satu tangan lain yang sibuk membuka. Ia tahu jika vampir memiliki suhu tubuh yang dingin, namun ia tetap tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut saat kedua kulit mereka bertemu.

"Maaf," Jaehyun bergumam. "Maaf karena memiliki kulit yang dingin."

Taeyong menggeleng. "Yang ada, aku yang harus meminta maaf kepadamu."

"Maksudmu?"

Sekali lagi Taeyong menggelengkan kepala, lantas tersenyum sedikit setelah melihat kedua tangan yang kini bebas. "Dengan rendah hati, aku harap kau mau tinggal di sini sampai lukamu betul telah sembuh. Dan jika kau tidak keberatan, selama kau di sini, aku dan Johnny akan sering mengunjungi ruanganmu untuk membahas taktik dan rencana bagaimana agar perbudakan vampir bisa diabolisi. Oh iya, aku tidak melarangmu untuk kembali ke tempat teman-temanmu, tetapi sekali lagi aku mohon agar kau melakukannya saat kau betulan sembuh saja. Aku khawatir kau akan tertangkap seperti kemarin."

"Taeyong,"

Jujur, ketika untuk pertama kalinya namanya disuarakan oleh Jaehyun dengan semanis madu, Taeyong terkesiap. Bola matanya melebar, mewawas Jaehyun dengan ganar ekspresi yang dengan cepat ia kuasai. "Ya?"

"Ketika aku mengatakan aku akan membantumu, itu artinya aku juga sudah siap dengan segala risiko yang mengikuti."

"Oh,"

Angin masih berembus menggerakkan tirai yang bergoyang layu. Harusnya ia memberikan dingin ketika sepoinya menyapa kulit, namun entah kenapa, untuk saat ini Taeyong masih merasa pipinya memanas perlahan.

"Terima kasih," tuturnya lirih.

***

Hidup Johnny tidak selalu berada dalam lindungan sendok emas Keluarga Lee. Ketika mutasi pertama kali menyerang dan membuatnya menjadi serigala di balik tebal bulu yang menyamarkan diri menjadi domba, ia sempat menjadi tuan yang mereka takuti. Ia beringas, tak segan melucuti kepala baik dari kaumnya ataupun manusia.

Sampai perang besar terjadi, di mana ia hampir saja kehilangan usia jika saja tangan hangat kakek Taeyong tidak menggapai dan membawanya ke tempat yang kini ia panggil rumah. Perlahan dia berubah, perlahan dia berubah jiwa yang tenang. Sebetulnya ada rumor di dunia vampir tentangnya, tentang vampir yang beruntung dan diperlakukan layaknya manusia biasa. Mereka mengenalnya dengan Youngho, sayangnya belum ada yang tahu bagaimana rupa Youngho yang menjadi buah bibir di kala malam tiba.

Ia merapatkan jaket sekalipun udara dingin sama sekali tidak berpengaruh pada kulitnya. Perlahan, ia menyusuri gelap hutan hingga matanya disambangi oleh pendar lampu yang agak temaram. Langkahnya stabil, sama sekali enggan membuat suara kurang menyenangkan yang bisa saja mengganggu si pemilik rumah.

Lantas, ketika ia berada di depan pintu, ia ketuk pintunya dengan lembut. Semenit ia tunggu, jawaban yang diharap masih belum juga terbalas. Ia ketuk pintu untuk yang kedua kali, dan pada akhirnya, telinganya menangkap langkah kecil dengan teriakan 'sebentar' yang menyapa telinga.

Si pemilik rumah terkejut ketika ia membuka pintu, perlahan matanya berubah merah dengan taring yang tidak lagi bersembunyi dibalik kecilnya mulut. "Pergi," geramnya.

Clair de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang