[1/3] - Awal Mula Terjadinya

253 28 6
                                    

Prompt 2. Kencan musim semi. Kamu memenangkan 10 hari kencan musim semi rahasia bersama idolamu.

𐇵𐇵𐇵

Sudah biasa di setiap harinya Indranila Karla berangkat ke kantornya dengan berjalan kaki, menurutnya ini lebih menghemat pengeluaran dan menguras lemak-lemak yang sudah singgah dengan sengaja di lekuk perut dan lengannya.

Hari pertama bekerja setelah ia mengambil cuti libur karena sakit, ternyata musim favoritnya datang lagi. Musim semi. Sambil terus berjalan di trotoar, Indranila menendang-nendang daun maple yang masih tersisa.

“Ah! Keren banget hari ini! Kemarin-kemarin ke mana aja aku? Kenapa harus sakit, sih? Huh, menyebalkan!”

Kantornya tidak jauh dari tempat tinggalnya, hanya sekitar 5-7 menit waktu yang ditempuh agar sampai ke sana. Indranila selalu senang saat melihat keadaan sekitar yang dipenuhi bunga kesukaannya. Di kantor pun banyak rekan kerja yang menawarkannya 'teh' bunga dari hasil menanam pribadi. Keren sekali teman-temannya.

“Drani! Udah balik lagi?” sapa seorang perempuan di meja kerjanya, ia sibuk membungkus jar dengan kain cantik lalu mengikatnya dengan pita.

Indranila menjatuhkan tubuhnya di kursi sambil tersenyum tipis, “eh, iya nih, Chia. Aku lama banget ya sakitnya sampe nggak ngenalin kalo musim udah ganti, ahahaha!”

Chia ikut tertawa. “Kamu sih, padahal seminggu belakangan ini 'cowok-cowok' kesukaan kamu itu datang ke sini.”

“Demi apa?!” Indranila berteriak, teman-temannya kompak menoleh.

“Berisik deh!” sahut Chia lalu berdiri, meletakkan jar yang sudah dibungkus tadi ke meja kerja Indranila. Memberi isyarat bahwa bungkusan tersebut untuknya.

“... mereka disuruh pak bos untuk jadi guest star di kafetaria bawah. Pak bos tuh aneh, ngapain juga ngundang mereka tapi tampilnya di kafe dan bukan di sini? Huh! Aneh, sumpah!”

Tanpa disadari Chia, ada Febrian Ardhatama di belakangnya sembari menyilangkan tangan di dada—tidak lupa wajahnya yang datar itu—bersiap akan meledakkan omelan-omelan dari mulut pedasnya.

Indranila seketika menunduk dan menyenggol lengan Chia, kodenya tidak mempan.

“Apaan sih, Drani! Kamu tuh—”

“Indranila, kamu cari barang yang persis di kertas ini di gudang belakang, saya tunggu 10 menit lagi di ruangan saya.”

Wajah Chia memerah saat tahu itu suara atasannya. Tamatlah riwayatku hari ini, pikirnya. Ia kikuk saat berbalik badan dan duduk di meja kerjanya dengan tundukan, nyalinya ciut seketika.

Indranila meraih kertas yang diberi Febrian lalu mengernyit, “jam pasir? Kalau saya boleh tahu untuk apa ya, Pak?”

“Kamu nggak usah banyak tanya, kerjakan saja nanti saya beri kamu bonus kalau berhasil menemukan barang itu dengan cepat. Segera!”

Baru juga masuk kerja, bosnya berulah lagi. Bos dingin, kaku, tidak bisa senyum. Sudahlah, mirip kanebo kering!

Indranila berdiri dan menepuk pundak Chia pelan, “makanya jangan asal ceplos, udah tahu beruang kutub bangun dari hibernasinya. Udah ah, aku mau cari itu barang dulu, takut kena potong gaji.”

Langkahnya ia percepat menuju gudang, sebelumnya dari jarak jauhpun Indranila sudah mendengar suara aneh dari dalam gudang. Demi apa pun Indranila takut masuk gudang, namun untuk menolak perintah dari bosnya yang mirip anjing herder itu lebih dapat disebut tindakan terjun bebas dari ketinggian alias lebih menakutkan, bukan?

Ceklek

Bukan debu dan pengap yang dirasakan, justru kepulan asap putih tebal menghalangi pengelihatan Indranila ketika masuk ke ruangan itu. Ia mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha menghalau asap tersebut namun nihil.

Pandangan Indranila mengabur, kepalanya pening dan perlahan tubuhnya merosot. Tidak sadar, badannya tersungkur di atas hamparan rumput hijau yang asri. Indranila ada di mana?

𐇵𐇵𐇵

One two three four five six seven eight! Terus, pengulangan lagi.. ya itu vokal kamu mateng banget! Fenly, high note-nya diperkuat! Nice!”

Suara lantang itu membimbing delapan laki-laki untuk berlatih vokal melalui sambungan video call di laptop.

Good job, guys!” pujinya, delapan laki-laki berkarakter tersebut langsung tersenyum bangga.

Thank you, Miss!”

Miss Bee—sebagai pelatih vokal untuk delapan laki-laki tersebut—berdeham dan wajahnya berangsur serius. Apa ada hal penting yang perlu dievaluasi lagi?

Guys! Listen up! Jangan lupa untuk buka bingkisan yang saya kirimkan ke dorm kalian, itu untuk membantu kalian dalam mengatur dan menstabilkan vokal. Saya kirim 2 kotak dengan kemasan maroon, masing-masing kotak berisi 4 barang yang artinya kalian mendapatkan jatah satu per satu. Dan itu ada color code-nya ....”

“... jadi, jangan berebut, ya!”

“Ya udah, see you next time! Jaga stamina kalian!”

Klung

Miss Bee mematikan panggilan videonya. Laki-laki yang dipanggil Fenly tadi langsung mencari kotak yang dimaksud oleh pelatihnya tadi.

Guys! Yang mana sih yang dimaksud sama Miss Bee? Ini?” teriaknya, ketujuh temannya menoleh lantas menghampiri Fenly yang sibuk mengangkat 3 kotak berkemasan maroon.

Si rambut keriting bernama Farhan mengernyit heran. “Loh, kok ada tiga? Bukannya Miss Bee tadi bilang—”

“Halah! Udah buka aja napa sih ribet amat!”

“Itu bonus kali buat kita,” timpal si berkacamata.

“Mungkin aja.”

Mereka membuka 2 kotak terlebih dahulu, isinya memang 8 jar dengan color code. Merah muda untuk Farhan, merah untuk Fenly, kuning untuk Fiki, jingga untuk Fajri, hijau untuk Ricky, ungu untuk Shandy, biru untuk Zweitson, dan nila untuk Gilang.

Tersisa satu kotak itu. Mereka was-was bercampur takut. Delapan pasang mata tersebut saling melempar pandangan.

“Lu aja Rick yang buka, kalo ada apa-apa kan lo bisa lempar sejauh mungkin, otot lo kan gede!” celetuk seorang berkulit sawo matang, Gilang.

“Ck! Enak aja gue dijadiin kelinci percobaan, ogah!”

Fajri yang bergigi kelinci menarik kotak tersebut, “ya udah gue aja!”

Raut wajah penasaran bercampur takut mendominasi sebagian dari mereka, yang paling tinggi mencoba menutupi wajahnya untuk antisipasi kalau-kalau kotak tersebut benar-benar meledak.

Wusshh

Saat Fajri membuka kotak itu, mereka berdelapan sudah berpindah tempat di hutan asri yang hijau. Jangan lupakan bunga-bunga yang bermekaran di sekitar menambah cantiknya tempat asing nan apik ini.

Salah satu dari mereka memekik, “KENAPA GUE JADI PENDEK BANGET?!”

Mereka baru tersadar kalau tubuhnya mengecil seperti ... kurcaci. Delapan-delapannya menjadi kerdil.

“Weh! Ada orang rebahan di rumput itu! Ngapain coba? Mana sendirian kayak jomblo akut gitu! Wakakaka.”

Farhan menyikut Shandy, “yang bener dong Shan, ah! Bercanda mulu, jamet!”

“Ayo kita samperin dia!” Fiki berseru, teman-temannya menurut dan berlari kecil ke arah orang yang tersungkur di rumput itu.

Ternyata, itu Indranila yang tidak sadarkan diri.

[Bersambung...]

[✔] Indranila dan 8 Kurcaci Dari DormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang