Kini usia kehamilan Fellicya menginjak 6 bulan, tidur dengan keadaan sedikit sulit bergerak itu tak membuat tidurnya terusik sama sekali.
Lihat lah sekarang Rezvan yang memeluk tubuh Fellicya dengan erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya.
Jam menunjukkan pukul 01.25.
"Nda! Huaaaa Papa!!"
Teriak seorang anak kecil sambil memukul-mukul pintu kamarnya.
Mereka berdua langsung terlonjak kaget, Rezvan langsung duduk di tepi ranjang sambil mengumpulkan nyawa untuk membukakan pintu.
Rezvan menatap Fellicya dengan bingung "Itu Arez Fell?" Pertanyaan seperti apa ini? Memang ada anak kecil selain Alfarez dirumahnya?
"Bego banget bapaknya, yaiyalah masa tuyul cepet buka pintunya kasian itu anaknya di luar!" Ucap Fellicya menggebu dengan muka bantalnya.
Rezvan malah kalang kabut, nyawa belum sepenuhnya terkumpul saat sampai depan pintu ia baru teringat sesuatu hal.
Langkahnya terhenti lalu membalikkan kembali badannya ke arah Felli, menatap Felli dengan tatapan kebingungan.
"Fell pake bajunya buruan, baju aku mana ko ga ada?" Fellicya menepuk jidatnya.
"Nih baju kamu buruan pake aku ke kamar mandi kamu urus dulu Arez, sayang bangunin." Ujar Fellicya mengerucutkan bibirnya sambil menyodorkan tangannya bak anak kecil.
"Papa! Buna! Tatut! Papa huaaaa." Teriakan Arez semakin membesar.
Fellicya dan Rezvan yang sedang melakukan uwu nya, eh anak mereka sedang menangis di depan pintu, memang aneh keluarga kecil ini.
Krekkk
Pintu kamar terbuka lebar, Arez yang tingginya hanya sedengkul Rezvan langsung memeluk kakinya.
Dengan air mata yang masih menetes di pelupuk mata indahnya.
Rezvan langsung membawa Arez ke dalam gendongannya, menutup pintu dan berjalan menuju ranjang mendudukkan Arez di pangkuannya sambil mengusap air mata di pipi gembulnya.
"Cup cup cup... kenapa ini jagoan papa hm?" Tanya Rezvan yang masih mengusap rambut Arez.
Tak lama Fellicya keluar dengan daster yang melekat di tubuhnya, berjalan gontai mengusap perutnya lalu menjatuhkan bokongnya di samping Rezvan.
"Ini anak bunda kenapa nangis?" Tanya lembut Fellicya.
"Hikss aku tatut buna papa, t-tadi a-ada olang hikss di kaca katana aku disuluh mati." Rezvan dan Fellicya saling beradu pandang.
Perkataan anak kecil tidak pernah bohong, siapa seseorang itu? Kenapa harus Arez yang mereka incar?
"Ga bener ini Fell." Ujar Rezvan dengan raut muka khawatirnya.
Rezvan memeluk erat putra pertamanya, mengusap punggung kecil yang akhir-akhir ini membuatnya hidup.
Tangan Fellicya terulur mengusap rambut Arez "Aku takut Arez kenapa-kenapa sayang." Lirih Fellicya.
"Aku ga mau kejadian waktu aku mengandung Arez terulang lagi." Lolos sudah air mata Fellicya.
"Suttt kamu ngomongnya gaboleh gitu." Rezvan merangkul pundak Fellicya, membawa ke dalam dekapannya berdua bersama Arez yang sudah tertidur pulas.
"Aku gamau." Lirih Fellicya sekali lagi.
Rezvan mengecup puncak kepala Fellicya lama.
"Ada aku disini, kamu, Arez dan calon anak kita ga akan kenapa-kenapa aku pastikan itu semua, biar besok anak buah aku yang urus, udah ya sayang tidurin lagi ini Arez nya masih malem kasian takut pegel tidur di gendongan aku."
Fellicya bangkit dari pelukan Rezvan, mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya, mengambil Arez dengan hati-hati.
Membaringkan Arez di tengah-tengah ranjang mereka berdua, bibir kecil yang sedikit terbuka membuat kesan lucu di muka Arez saat tertidur.
Fellicya menyingkirkan belaian rambut yang menutupi mata Arez "Bunda sayang Arez."
Cup!
Rezvan bangkit dari tepi ranjang, berniat mengecek kamar anaknya itu, kakinya hendak melangkah keluar baru sampai depan pintu langkahnya terhenti.
"Mau kemana kamu?" Tanya Felli mempuk-puk bokong Arez.
"Cek kamar Arez sayang, tunggu di sini."
Rezvan keluar dari kamar setelah mendapatkan anggukan dari Fellicya, perlahan ia membuka kamar milik anaknya nuansa putih serta gambar mobil terpampang di seluruh tembok.
Box baby berukuran besar muat sampai 5 tahun tersusun rapih dengan robot-robotan di lemari kecil.
Kaki Rezvan perlahan mendekat ke arah jendela, ia semalam lupa untuk menutup kembali gorden di kamar Arez.
Hanya Gorden putih transparan yang menutupi jendela, bahkan seseorang yang Arez liat itu bisa terlihat jelas disana, tangannya menggeserkan gorden putih tebal untuk menutup keseluruhan jendela.
"Siapa yang berani masuk perkarangan rumah gue? Kayanya besok harus pake satpam 24 jam." Gumam Rezvan.
Tangannya terangkat menekan tombol handphone di genggamannya.
"Hallo."
"Saya minta kamu besok cari tau siapa seseorang yang masuk ke dalam perkarangan rumah saya, pukul 1 dini hari."
"Baik bos besok pagi saya datang kesana, ada yang perlu saya bantu lagi?"
"Ga"
Tutttt
Telfon di matikan sepihak oleh Rezvan, seseorang di telfon tadi belum sempat berbicara tapi telfon sudah di matikan begitu saja, sopankah? Tentu tidak.
Definisi bos bebas tuh udah tercantum dalam diri Rezvan yang seenak jidatnya memberikan perintah dan memberhentikan perintah lainnya.
"Mati lo yang udah berani ngancem anak gue." Gumam Rezvan terdengar serius sangat menyeramkan.
-R-
TINGGALIN VOTE KOMEN DONG BUND
👉🏻🥺👈🏻nemu typo? komen

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVAREZ 'sequel rezvan'
Novela Juvenil[FOLLOW DULU BIAR TAU KELANJUTANNYA, FOLLOW ITU GRATIS KOK] Sequel Rezvan: kisah kelanjutan cerita papa Rezvan dan bunda Fellicya yang di warnai dengan si kecil Alfarez Siapa bilang Rezvan dan Fellicya itu lebay? Sesudah menikah dan memiliki 1 anak...