Halo🙌🏻
Ahaaaa ada yang nunggu update
cerita ini?😀Kalian pinter banget bikin aku merasa bersalah kalau nggak nulis😭
Makasih yang udah stay nunggu cerita ini update, bantuin bangun lapak ini yuk dengan cara vote, komen, & share✨
Intinya jangan lupa vote sebelum baca:)
Oke happy reading!!!
***
Cowok dengan seragam atasan yang tidak terkancing dan tanpa dilengkapi almamater kebanggan sekolah itu tampak duduk begitu santai disebuah ruangan yang mungkin sudah mirip rumah hantu bagi kebanyakan siswa-siswi; ruang bimbingan konseling. Dihadapannya, duduk seorang guru cantik dengan kedua tanduk menjulang dan muka merah merekah bak gadis salah tingkah. Ini bisa ditebak, tidak cukup sulit hanya untuk menebak seorang guru bernama Novi yang telah menjabat hampir seperempat abad sebagai guru konseling kelas 12.
"Ini benar nomor orang tua kamu, kan? Kok nggak dijawab semua?" Bu Novi lagi-lagi terlihat mengotak-atik handphone lantas kembali menempelkan pada telinga. Dan yang terdengar masih saja sama, operator mengatakan jika nomor yang dituju tidak dapat dihubungi.
"Ya beneran lah, Bu," jawab Daniel dengan seringai tipis diakhir kalimat.
"Yang benar?" Bu Novi tampak curiga tapi Daniel menghela nafas seolah lelah diberi pernyataan curiga.
"Nggak mungkin saya mengada-ngada, Bu. Emang orang tua saya lagi sibuk semua." Daniel tetap kekeuh pada jawabannya. Bu Novi akhirnya menghela nafas, lalu kembali fokus pada Daniel yang duduk bersandar dengan santai.
"Ini surat peringatan kamu. Jangan lupa minta orang tua kamu untuk datang kesini. Dan skors tetap akan berlaku mulai besok, Daniel!" peringat bu Novi tegas dan seperti sebelumnya, Daniel hanya merespon lewat gerakan anggukan santai seolah ucapan bu Novi adalah hal biasa untuknya.
Surat peringatan? Mungkin setelah sampai di kelas Daniel akan meremasnya kemudian melemparnya pada Theo. Panggilan orang tua? Daniel tidak akan membiarkan ayah atau ibunya sampai tahu. Dan yang terakhir skors, itu adalah hal paling mudah untuk dilakukan. Karena dengan itu, Daniel bisa menghabiskan waktunya untuk berlatih musik.
"Saya serius Daniel! Saya tunggu sampai jam istirahat pertama kalau sampai orang tua kamu tidak datang, saya akan kembali menghubungi orang tua kamu dari TU!" Ancaman bu Novi kali ini berhasil membuat Daniel tersentak dan langsung berposisi duduk tegak.
Ruang tata usaha? Ruangan yang berisi data siswa yang sudah bisa dipastikan akan ada nomor asli orang tua siswa, termasuk orang tua Daniel. Jika sudah begini, Daniel tidak memiliki pilihan selain memberi tahu yang sejujur-jujurnya pada ayah dan ibunya."Mengerti, Daniel?" Daniel membalas dengan gumaman pelan. Ditariknya surat peringatan yang masih terbungkus amplop diatas meja lalu segera pamit dan bergegas pergi.
"Bangsat!" umpat Daniel ketika ia telah sepenuhnya keluar dari ruang BK. Ia tidak sampai berpikir kesitu. Ah, Daniel sudah bisa menebak jika nanti akan ada perang antara dirinya dan Tama.
Daniel membuka lokernya dan melempar surat itu dengan kasar. Tangannya terkepal pertanda ia tengah dikuasi emosi. Matanya menatap tajam kearah surat yang tergeletak diatas almamater didalam loker. "Bangsat! Daniel goblok!" makinya pada diri sendiri.
Selang beberapa menit kemudian, seragam bagian kanannya ditarik lalu diseret untuk mengikuti langkah orang itu. Dari belakang, Daniel sudah bisa menebak, bibir tebal itu akhirnya menyeringai sampai punggung kokohnya merasakan nyeri karena hantaman ke tembok. Belum usai sampai disitu, dua kerahnya sudah lebih dulu dicengkeram.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Teen Fiction[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...