akhir

1.4K 351 34
                                    

Jeongin tersentak tatkala sesuatu basah dan kenyal terasa menempel-nempel pada kakinya, membuat kesadarannya pulih kembali. Ah, apa yang dia lakukan? Apakah Jeongin tertidur, lalu Yiren, kemana perginya perempuan itu?

Tubuhnya terasa memanas serta otot-otot di tubuhnya terasa menegang.

Sosok mengerikan yang pernah ia jumpai kini kembali ia dapati tepat di hadapannya. Masih sama seperti saat pertama kali berjumpa, kapak berkarat tetap setia di tangannya.

"Hihi," tawanya yang terdengar lirih membuat Jeongin segera menutup telinganya rapat-rapat.

Sosok itu menjulurkan lidahnya menyentuh hidung Jeongin.

Tubuh lelaki itu tiba-tiba kaku tak dapat bergerak, membuatnya sangat panik sampai-sampai rasanya ingin menangis.

Wajah tampannya disentuh menggunakan tangan berkuku panjang beraroma bangkai.

"Kamu kenapa membunuh anak saya? Hihi."

Mata Jeongin melebar, apakah makhluk mengerikan di hadapannya ini adalah ibu asrama?
Tapi bukannya ia telah tewas diracun Seungmin?

Jeongin memang percaya adanya pembunuh sadis, tapi rasanya Jeongin sulit percaya jika manusia dapat merubah wujudnya menjadi sosok yang mengerikan.

"Padahal anak saya cuma mau minta mata kamu, hihi."

Sialan, cuma minta katanya?

"Anak saya udah meninggal, tapi keinginannya belum terwujud." Jeongin semakin gelisah saat makhluk itu menyeringai tajam.

Jari-jari kotornya menekan-nekan mata Jeongin yang terpejam, "Jangan merem, ayo buka matanya, hihi."

Jeongin terus berusaha menggerakkan tubuhnya, ia berharap keajaiban datang sekali lagi, sebelum mata indahnya hilang direnggut paksa.

Bughhh


Tubuh lelaki itu berhasil bergerak. Lantas memukul wajah makhluk mengerikan itu dengan telak hingga tubuhnya oleng.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Jeongin segera berlari sembari menahan rasa sakit di tubuhnya.

Terus berlari melawati setiap pohon yang ia temui, lelaki itu lantas menengok ke belakang, menyaksikan makhluk itu mengejarnya dengan cara merangkak. Oh, sungguh menakutkan.

Terus berlari membuat lelah menggerogoti tubuhnya ditambah lagi dengan rasa pusing yang kian menyiksa, Jeongin memilih bersembunyi di balik batu besar di bawah rindangnya pohon beringin.

Lelaki itu mengatur napasnya agar tak mengeluarkan suara yang dapat didengar.

"Hihi, Jeongin ..."

Deg

Jeongin semakin resah, ia membekap mulutnya sendiri dengan mata terpejam sembari mengucapkan doa-doa di dalam hatinya, hingga tak disadari air mata sudah mengalir begitu saja tanpa disengaja.

"Ma, Jeongin bener-bener pengen pulang." batinnya.

Malam yang mengerikan, semoga kan cepat berakhir.

Tubuh Jeongin benar-benar sudah tak sanggup jika harus melawan makhluk yang ia yakini tak akan bisa mati jika hanya dipukuli.

"KETEMUUUU ...."

Dalam posisi merangkak makhluk itu menjulur-julurkan lidahnya dengan bola mata yang berputar-putar, entahlah mungkin itu adalah suatu bentuk rasa bahagianya telah menemukan Jeongin.

Jeongin ingin berlari lagi, namun apa daya, rasa pusingnya tidak dapat ditolerir hingga tubuhnya jatuh tengkurap.

Dari sorot matanya terlihat jelas  frustasi yang ia rasakan, rasa sakit dan lelahnya kini bercampur menjadi satu bersama rasa takut tiada tara. Jeongin melihat langit, gelap telah berangsur-angsur memudar tanda pagi kan menjelang melahirkan matahari.

Lelaki itu sebisa mungkin mengendalikan dirinya agar tetap tersadar.

Jeongin bergerak merayap menyeret kakinya.

Sedangkan makhluk itu dengan jailnya menginjak leher Jeongin hingga membuatnya sulit bernapas, namun tidak berlangsung lama makhluk itu akhirnya menyudahi perbuatannya tersebut. Memilih memperhatikan jari-jari Jeongin yang tampak indah di matanya. Tangannya yang menggenggam kapak ia tunjukkan di depan mata Jeongin.

"Jari-jari kamu buat saya ya? Hihi."

Mata Jeongin terpejam saat merasakan sentuhan di tangannya. Makhluk itu mengangkat tangannya yang memegang kapak.

"Arrghhhh."


Teriakan lelaki itu menggema di udara, jari manis dan kelingkingnya kini tinggal setengah.

"Hihi, gak bisa berdiri tapi teriakannya kencang."

Makhluk itu membalik tubuh Jeongin agar terlentang, berdiri tepat di depan lelaki itu dengan mengangkat kapaknya tinggi-tinggi sembari mengucapkan mantra-mantra yang tak dapat lelaki itu dengar.

Jeongin kali ini pasrah, percuma saja jika melawan, kini yang bisa ia lakukan hanyalah berharap kepada sang pencipta, berharap semoga tuhan tak membiarkan Ibunya merasa sepi saat dirinya pergi jauh tak kembali. Hanya itu harapan Jeongin.


Lelaki itu meneteskan air matanya meskipun matanya terpejam, malang sekali nasibnya.


Namun bukan rasa sakit yang ia dapati melainkan sebuah teriakan melengking dari makhluk di depannya.


Makhluk itu perlahan-lahan berubah wujud menjadi ibu asrama, benar-benar tak masuk akal.

Dari setiap lubang di tubuhnya mengucurkan derasnya darah yang terlihat seperti pancuran air, membuat teriakannya semakin mengeras.

Jeongin membawa tubuhnya duduk, lalu menyeret tubuhnya mundur. Tangannya memukul-mukul kepalanya pelan, Ya Tuhan ... Apakah ini sungguhan, batinnya.


Perlahan-lahan tubuh itu meleleh dengan sendirinya beriringan dengan terbitnya matahari, benar-benar meleleh seperti lilin dan hanya menyisakan kepalanya yang masih utuh berlumuran darah.


Lelaki itu lantas memutahkan isi perutnya yang terasa bagai diaduk-aduk.


Jeongin menangis bahagia, pada akhirnya dialah sang pemenang.

So Weird | Yang JeonginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang