besok atau lusa

572 81 0
                                    

tw // self-harm, harsh words, broken home

reader discretion is advise.

love you, guys

[]

Malam ini, ponselmu tak aktif lagi. Nada sambung terdengar memuakkan bagiku yang tak henti mengetuk ujung kaki. Kulirik jarum jam saling mengejar menuju angka satu. Di kepalaku, seolah-olah angkara dapat meledak kapan saja.

“Aku tak 'kan membiarkanmu mati konyol, Gguk.” Aku tak menyangka gumaman itu terucap bersama airmata yang turun.

.

.

Setengah mendobrak pintu indekos, aku mendapatimu sedang terpejam tenang.

“Anjing,” umpatan lancar terlontar dari bilah merah.

“Pagi juga, babe.” suaramu serak, menggeliat sebentar sebelum menatapku dengan kelereng kembarmu.

“Kamu tidak bisa menghilang sesuka hati—seperti ini—Jeongguk! Aku seperti orang gila tadi malam!” cecarku di depan wajah bangun tidur.

Then come with me—”

“Sinting,” umpatanku bukan karena ajakan barusan, tetapi untuk luka sayatan baru di balik tanganmu.

“Bukankah kita sudah sepakat untuk tak melakukannya lagi?” suaraku keras; meninggi, membawa serta air ke pelupuk mata. Kemudian atensimu terkumpul penuh untukku.

“Maaf, aku hilang kendali. Ayah pulang bawa wanita lain. Ibu menangis di telepon.”

Aku meneguk ludah. Tersegap gugup kala kamu mengutarakan alasan menggores lengan. Ungkapanmu selalu membuatku gentar. Tak jarang pagiku diawali murka tetapi kemudian menguap—tak berarti sama sekali—ketika melihatmu setelahnya.

Aku terseok mendekat. Menimbun amarah yang rasa-rasanya tak pernah kusampaikan dengan benar. Aku menghela napas saat melihat mata sayumu.

“Kemari, peluk aku,” aku membuka lengan. Mengantarkan campur aduknya perasaanku saat melihatmu ‘terpuruk’ hampir setiap hari.

“Jimin, tidak kah kau ingin mengakhiri ini semua?” gumammu di bahuku.

“Maksudmu?”

Let's break up.” kamu dipeluk keraguan. Suaramu tak bulat—hanya setengah-setengah menyerukan mau pisah.

“Jangan bodohi dirimu sendiri. Kamu butuh aku, Gguk. Dan jujur saja, sebaliknya.” sanggahku.

“Tapi kamu hampir gila setiap hari dengan aku yang begitu ingin mati—meninggalkanmu—iya 'kan?”

Kamu membawa lagi topik bahasan yang paling kubenci. Seolah-olah tangis dan dekapku tak cukup meyakinkanmu bahwa aku ada di sini—benar-benar—untukmu. Lagi-lagi aku dikuasai amarah.

You dumb! Aku bertahan juga untukmu, Jeongguk! Supaya kamu sembuh atau paling tidak merasa lebih bahagia. Mengapa kamu tidak juga mengerti?” mataku berkaca. “Then ask yourself, apa kamu punya niat untuk berjuang sedikit lebih lama? Untukku, untuk bahagiamu sendiri?!”

Luapan amarahku membuat kami berdua menangis.

[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sweet talk [ prompts ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang