00.00 | Clarin
Perjalanan hidupku lagi-lagi mengalami pasang surut yang berarti. Aku kembali lagi berada di tempat yang seharusnya tak ku jamah- oh, tapi sebenarnya aku tidak sendirian berada disini. Kali ini ada seorang yang ikut menyelam di dalam pikiranku dan berusaha mendapatkan titik kembali ke dunia nyata. Ya, rasanya sedikit berbeda ketika aku mencobanya bersama seseorang. Rasa yang hanya ku rasakan dengan sosok yang berada di zona nyamanku, Sabian.
Aku merasakan tanganku yang menghangat karena digenggam oleh Richard. Sosok yang beberapa jam lalu memerintahkanku untuk menangis, ya.. menangis. Hal yang biasanya dianggap sebagai simbol kelemahan, menurut seorang psikolog bernama Richard ini adalah sebuah terapi yang bisa dilakukan ketika aku berada di titik terendah seperti tadi. Aku menyunggingkan bibirku mengingat kata-katanya tadi,
"Nangis, nangis aja gak papa. Ada saya, asal kamu tau, di dunia ini kamu gak sendirian. Semisal semua orang ninggalin kamu, saya ada disini Clarin. Saya selalu di belakang kamu, entah buat mastiin kamu baik-baik aja, atau siap narik kamu ketika kamu butuh saya tarik"
Memangnya dia siapa berani sekali ada di belakangku? Ya walaupun aku mengakui bahwa kami sudah berada di tahap 'teman' dan tidak ada keinginan untuk jatuh secara romantis kepada satu sama lain. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri, 'Bagaimana rasanya memiliki orang lain untuk kau bagi perasaanmu, Clarin?'. Aku menjawab dalam benakku, 'It's weird.. but ain't complaining'
Tinggal sekarang aku berdoa semoga ini adalah langkah baru dalam hidupku. Aku ingin berusaha menjadi kuat, bukan hanya dalam konteks dimana aku bisa menendang seseorang yang membuatku marah, tetapi juga kuat dalam konteks dimana aku bisa melawan rasa takut dan cemasku yang sedikit berlebihan. Aku ingin menjadi seorang dewasa yang bisa berdiri sendiri tetapi tidak lupa membagikan pikiranku kepada orang lain, memastikan bahwa aku akan menjadi baik-baik saja.
"Sabian gak nyari kamu?" Tanya Richard memecah keheningan. Aku langsung membuka ponsel dan masih tidak ada pesan dari Sabian, entahlah.. kemana ya dia?
"Gak ada, kayaknya dia meeting agak serius ya sama Om Bima dan partnernya"
Richard hanya mengangguk, ia lalu berdiri dan membantuku. Kami tadi hanya memandangi indahnya lampu-lampu yang bersinar di tiap gedung tinggi menjulang. Indah tentu saja dan menenangkan. Jujur, ini adalah kali pertamaku melihat pemandangan seperti ini secara langsung dengan adanya angin malam yang cukup kencang. Aku kira Richard tadi akan menggeretku masuk ke dalam hotel, tapi ternyata tidak. Ia ingin aku bersamanya duduk berdampingan di atap hotel mewah ini. Rasanya aneh ketika seseorang tidak mengaturku, mungkin aku juga terbiasa diatur oleh Ian, jadi aku bisa merasakan hal sepele seperti ini adalah keistimewaan.
"Dokter nginep disini juga?" Tanyaku saat kami memasuki lift. Richard langsung memencet lantai dasar yang tandanya ia akan pulang. Aku sendiri memencet lantai 39, dimana aku menyewa kamar. Aksiku ini menimbulkan kerutan di dahi Richard.
"Saya pulang sih, lagian jaraknya cuma 30 menit aja dari apatemen saya. Kamu nginep?"
Aku mengangkat bahu, menandakan keraguan yang ada di dalam benak. "Rencananya sih enggak, tapi ngelihat tadi pemandangan saya jadi pengen disini lama-lama. Lagian sayang juga uang Ian saya habisin cuma buat transit paling 15 menit tadi haha"
"Loh, kalian pesen kamar?"
"Ah, enggak enggak. Buat saya doang dok tadinya, Ian bilang dia bakal pulang malem banget jadi nyuruh saya buat pesen kamar. Ternyata bener, dia sampai sekarang belom selesai." Ucapanku membuat Richard terdiam sebentar. Sepertinya ia juga sedikit khawatir mengetahui aku disini sendirian setelah kejadian tadi di atap, bisa ku tebak dia sedang membayangkanku akan lompat dari atas gedung untuk mengakhiri hidupku dan jatuh tepat di atas mobilnya, ya itu sedikit mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Souluz
RomanceAku ingin tahu kau lebih dalam. Sinarmu sangat terang tapi semua itu yang palsu. Kau bilang kau kehilangan jiwamu. Namun, menurutku itu tidak hilang, hanya saja kau tidak mau menerimanya *** Selama ini aku hanya berdua dengan dia. Aku baik-baik saja...