London, 1967Terik matahari kota London siang ini cukup panas. Lalu lalang manusia memenuhi jalanan Ibukota. Kereta kuda dan kendaraan roda empat maupun roda dua pun berlaluan tak luput dari pandang. Seorang gadis remaja tengah duduk sendiri di kedai kopi pinggir jalan ditemani segelas Americano dan sebuah novel yang sedang ia baca.
Netra kelabunya tidak berpaling sedetik pun dari buku novel usang yang sedang dibacanya. Menikmati setiap kata demi kata yang tergores dalam lembaran berwarna coklat kekuningan tersebut.
"apa ceritanya begitu seru sampai kau tidak sadar aku datang?" ucap pria dengan surai kelabunya. Sang gadis menoleh mendapati salah satu temannya sedang merengut kesal karena diabaikan.
"ah maaf aku tidak tahu kapan kau datang, Jay." kata gadis itu lalu menampilkan cengiran bodoh.
Pria itu mendengus, "kau memesan Americano, Flo? kau bahkan tidak menyukai kopi." ucap pria bernama Jayden itu heran.
"untuk formalitas, aku tidak tahu mau pesan apa dan tidak enak juga datang kesini hanya untuk membaca. kau minum saja itu."
Jayden berdecih, "tingkahmu seperti orang kaya saja."
Florence mengangkat bahunya acuh, kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali.
"kau beli novel baru? aku belum pernah melihat novel itu sebelumnya?" tanya Jayden penasaran.
Sang gadis menggeleng. "aku meminjamnya dari Harris."
"kapan kau bertemu dengannya?" tanya Jayden.
"tadi sebelum kau datang dia sempat kesini sebentar untuk mengantar novel ini bersama Gisella, kemudian pergi lagi karena ada urusan katanya." beritahu sang gadis.
Jayden hanya mengangguk, lalu gadis itu kembali pada kegiatan semulanya.
"ck, terus saja kau mengabaikanku, Flo." ucap Jayden kesal. sang gadis yang melihatnya kemudian tersenyum gemas.
——
Tok Tok Tok
Tangan mungil milik gadis berambut coklat emas itu mengetuk daun pintu rumah milik teman karibnya. Hingga pada ketukan kedua sang pemilik rumah menampakkan diri di depan sang gadis dan lelaki disebelahnya.
"selamat sore Tuan Archer." dua anak itu menyapa sang pemilik rumah
"oh Jayden dan Florence. Sudah lama kalian tidak berkunjung, silahkan masuk mereka ada di dalam." ucap pria yang diketahui sudah berkepala tiga tersebut.
Lalu dua anak Adam dan Hawa itu masuk kedalam, dan disambut dengan panggilan dari salah satu temannya. Sekian detik saling pandang, dua anak itu lalu menghampiri Harris, lelaki yang tadi memanggil mereka untuk datang.
Rumah milik keluarga Archer ini sangat unik, kecintaannya pada seni dan musik membuat Tuan Archer merubah suasana rumah miliknya menjadi seperti sebuah toko barang antik dengan dinding warna coklat yang dihiasi banyak sekali figura-figura karya pelukis terkenal dan handal juga barang-barang antik yang menjadi pajangan di atas lemari-lemari kayu. Rumah ini memiliki nuansa vintage yang sangat aesthetic. Florence selalu senang jika berkunjung kesini.
"kalian sudah datang? Sebentar aku ambilkan minuman dulu." sahut Gisella yang datang dengan semangkuk buah-buahan ditangannya lalu meletakkannya diatas meja kayu di depan ketiga remaja itu. "ah makan saja buah itu jika kalian mau, tapi tidak untuk Harris ya..." tambah Gisella lalu menekan kata 'Harris' saat melihat kakaknya itu ingin mencomot buah miliknya.
Harris berdecih, "dasar pelit." Gisella mengangkat bahunya sambil menjulurkan lidah mengejek kemudian pergi menuju dapur.
Jayden dan Florence yang melihat pertengkaran kecil dua saudara kembar itu terkekeh geli.
"jadi apa yang membuatmu menyuruh kami datang kemari?" buka Jayden sambil mengunyah potongan buah melon milik Gisella.
"tidak ada." ucap Harris santai lalu menyandarkan punggungnya pada badan sofa tunggal.
Florence menatap Harris sebal. "kau memang sangat menyebalkan. Jika aku menjadi Gisella, sudah pasti aku akan meminta orang tuaku untuk mengganti saudara." celetuk gadis itu. Jayden yang mendengarnya lalu tertawa sedangkan Harris tersenyum sinis.
"ya untung saja kau Florence, kalau kau Gisella sudah kupastikan kau tidak akan hidup tenang." Florence berdecih menatap Harris sebal lalu menyomot potongan semangka di dalam mangkuk.
"ah iya, ayahku baru membeli sebuah buku dari Tuan Albev. Apa kalian mau lihat?" tanya Harris menegakkan badannya kembali. Menatap pada Jayden dan Florence bergantian.
Dua anak manusia itu mengangguk kompak sebagai jawaban. Kemudian Harris bangkit untuk mengambil benda berbentuk persegi panjang itu. Tak lama Gisella datang dengan empat gelas minuman jeruk yang dibawanya kemudian ia letakkan diatas meja dekat mangkuk berisi buah-buahan.
"kami hanya punya ini." ucap Gisella lalu duduk di sofa tempat Harris duduk sebelumnya.
"tidak papa, terima kasih." balas Florence tersenyum.
Kemudian Harris datang dengan membawa sebuah buku yang ia katakan tadi. Ukurannya sama seperti ukuran buku dongeng anak-anak, hanya saja tebalnya melebihi kamus sastra milik Florence. Sungguh, buku itu benar-benar tebal.
"buku macam apa dengan tebal seperti dosamu ini?" ucap Jayden kebingungan.
Harris menatap Jayden sinis, kemudian mendudukan diri di sebelah Florence. "aku juga tidak tahu, Jay. Katanya buku kumpulan mantra sihir." balas Harris lalu diletakkannya buku itu diatas meja.
"biar aku lihat." Florence menggeser buku itu kehadapannya. Lalu menatap Harris dan Gisella bergantian. "boleh aku buka kan?"
Harris mengangguk setuju sedangkan Gisella menggeleng ragu. Harris menatap adik kembarnya itu dengan raut bertanya.
"ayah bilang buku itu tidak boleh dibuka." ucap Gisella memberitahu. Harris mendengus, "tidak apa lah, lagi pula ayah bilang ini hanya buku berisi kumpulan mantra sihir. Memangnya apa yang salah?"
Florence dan Jayden bertukar padang bingung. Gisella kini diam saja, ia sedang tidak ingin berdebat dengan saudara kembar menyebalkannya itu.
"kalau begitu biar aku saja." kini Harris mengambil alih buku tebal itu dari hadapan Florence. Kemudian dibukanya buku itu satu persatu.
Lembar pertama hanya berisi kertas kosong kekuningan tanpa tulisan. Lembar berikutnya lalu berisi macam-macam mantra sihir. Ketiga remaja itu kemudian mendekat pada Harris, mereka juga penasaran dengan buku tebal yang aneh itu. Lalu gerakan tangan pemuda bersurai coklat itu terhenti pada halaman dengan tulisan,
"Καλώς ήλθατε, σωτήρες"
Keempat remaja itu saling pandang karena bingung. mereka tahu itu tulisan dengan bahasa Yunani, tetapi mereka tidak tahu apa arti dari kata tersebut.
Tak lama kemudian lembar-lembar dari buku tersebut berganti dengan cepat seperti tertiup angin. Keempatnya panik, Florence memegang tangan Jayden dan Harris yang berada di sisi kanan dan kirinya dengan erat sedangkan Gisella langsung menghambur memeluk sisi kanan kembarannya. Halaman buku berganti semakin cepat dan cepat membuat mereka menutup mata dengan kalut. Dan setelahnya pandangan keempat remaja itu menjadi gelap.
Welcome, saviors
a.n :
Hai, Hello, Annyeong, Bonjour, Nihao, dll. Selamat datang di cerita pertamaku, fellas! Cerita pertama dan ber-genre fantasy sangat amat menatang buatku hehe. Fyi, aku buat cerita ini terinspirasi dari cerita Narnia jadi aku ngide buat bikin work yang mirip-mirip kaya Narnia gitu, jadi kalau misal kalian ngerasa ini agak mirip jangan kaget. tapi aku buat cerita ini murni karanganku ya dan Narnia cuma jadi inspirasiku aja, aku gak ada sama sekali niat untuk plagiat. Udah segitu aja sih aku gak yakin banyak yang baca juga tapi semoga kalian yang baca cerita ini suka. See ya on next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
GRILIVOS
ФэнтезиMereka yang ditakdirkan sebagai penyelamat. Bertaruh nyawa demi merebut kembali Negeri yang bahkan bukan tempat mereka berada. Mereka dikirim oleh para Dewa untuk menjadi seorang pejuang. Bahkan dengan dibekali kekuatan yang dimiliki oleh Para Yang...