1.0 Jahil

1.1K 155 46
                                    

Aku punya dua orang sahabat, yang selalu ada untukku. Mereka adalah Lisa dan Winwin, dua orang yang sudah bersamaku sejak kami sama-sama berumur empat tahun, hingga kini di saat kami telah berumur 21 tahun.

Tidak ada yang berubah menurutku. Lisa masih seperti dulu, periang. Winwin juga masih seperti dulu, ramah dan baik. Aku pun, masih sama, diam dan suka menonton drama kehidupan kedua temanku.

Ya, kedua temanku ini memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Winwin lebih banyak diam, sedang Lisa lebih banyak bicara dan sedikit nakal. Bahkan sifat jahil dari Lisa tidak pernah hilang walau umur semakin bertambah, bahkan justru ide-ide jahil pada Winwin. Dan Winwin yang selalu memberikan reaksi kesal pada sikap jahil Lisa, bahkan kerap kali menangis diam.

Aku mengingat itu. Bahkan menahan tawa akan kejadian-kejadian itu. Lisa yang menjahili Winwin, dan Winwin yang diam-diam menghampiriku hanya untuk curhat dan menangis.

Bahkan tak jarang, mereka berkelahi hebat karena Winwin merasa bercandanya Lisa keterlaluan. Lagi-lagi kala itu, Lisa akan datang padaku dan meminta bantuan untuk berbaikan dengan Winwin. Kendati berhasil, Lisa kembali terus menjahili hingga lagi-lagi membuat Winwin kesal.

Untungnya, semakin hari Winwin dapat mengatasinya. Namun aku menjadi sangat khawatir, karena semakin Winwin mengabaikan bercandaannya Lisa, semakin Lisa menjahili Winwin dengan parah.

"Kamu beneran?" Aku bertanya, detik lalu aku cukup terkejut dengan ide yang diutarakan Lisa untuk mengerjai Winwin di ulang tahun Winwin esok. "Dia bisa marah, loh. Kalau marah, aku yang repot. Tugas ku sudah banyak, ya, jangan buat makin bertambah banyak karena harus membuat kalian berbaikan."

Namun, Lisa hanya terkekeh seraya menikmati sandwich. Omong-omong, kami sedang duduk santai di taman kampus kami.

"Kamu liat sendiri, dia sekarang sudah mengabaikanku. Jadi kali ini dia tidak boleh mengabaikanku! Setidaknya dia harus menangis."

Aku mendelik. Agak sulit sebenarnya mencegah Lisa, karena dia seperti sudah memiliki prinsip hidup untuk terus mengusik Winwin. Ya, memang, respon kesal dari Winwin itu justru menggemaskan. Aku juga kerap kali ikut merasa gembira saat melihat wajah memerah yang kesal itu. Bahkan di saat kami sudah dewasa pun, Winwin masih terlihat menggemaskan.

"Hah, percuma saja aku menahanmu. Jadi gimana? Kamu mau nyiram dia air apa lagi? Air sabun?" 

Lisa terkekeh lagi. "Enggak lah! Dia sekarang malah seneng aja disiram pakai air sabun karena harum. Aku punya ide lain yang lebih spektakuler!"

"Ck, spektakuler apanya! Yasudahlah, kalau begitu nanti hubungi aku saja besok mau jam berapa."

"Okey!"

Esoknya, sesuai janji dan seperti apa yang sudah dikabari Lisa padaku. Jam empat sore, tetapi aku justru terlambat karena ada perihal lain yang mendesak. Jadilah aku datang menjelang senja. Untungnya, Winwin dan Lisa tidak mempermasalahkan itu, mereka sempat menghubungiku lewat group chat dan mengatakan akan menunggu serta tak perlu terburu-buru.

Namun walau begitu, aku juga tidak mau membuat dua sahabatku menungguku. Kendati aku benar-benar terlambat.

Aku memarkirkan mobilku di sisi jalan depan rumah Winwin, lantas keluar dari mobil dan memasuki pekarangan rumah Winwin. Lalu mengetuk pintu utama rumah Winwin.

Namun kemudian, aku mendengar seruan tawa senang dari Lisa di dalam serta seruan Winwin yang mengiringi. Aku tertawa kecil, yang lantas memilih untuk memasuki rumah Winwin daripada menunggu mereka membukakan pintu.

Karena sepertinya, Lisa sudah tidak sabar lagi untuk menjahili Winwin.

Lantas, aku menaruh tas serta jaketku di sofa. Melihat sekitar sejenak sembari mendengar tawa dari Lisa.

"Hei, kalian di mana?!" teriakku.

"Ah, kami di sini! Kamar mandi!"

Lantas, aku menghampiri, seiringan dengan suara derap langkah kaki yang mendekat. Yang detik kemudian membuatku terkejut saat Lisa keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang berantakan.

"Hah?! Apa itu? Cat? Kukira air pel atau apapun itu."

Lisa tertawa, dan aku menggeleng tak habis pikir. "Aku kan ingin sesuatu yang baru!"

"Lebih baik air daripada cat, susah hilang tau! Kamu juga jadi berantakan," ujarku, "kamu nyiram Winwin di dalam kamar mandi? Berhasil nggak?"

Aku berjalan, melewati Lisa. Berniat untuk memasuki kamar mandi dan melihat Winwin. Pasti pemuda itu tengah kesal karena Lisa.

Lisa tersenyum lebar. "Iya berhasil! Kamu harus liat Winwin menangis. Itu menggemaskan. Oh, ya, tapi ini bukan cat tau!"

Aku mengernyit. Saat melihat cat-cat berwarna merah itu menyelimuti lantai kamar mandi. Yang lantas membuatku mendekati pada Winwin yang tengah berada di dalam bak mandi berendam di sana.

"Kalau bukan cat, lalu apa?" tanyaku, seraya terus mendekati. Hingga, kulihat Winwin yang membuka setengah matanya. Wajahnya dipenuhi dengan bercak-bercak merah. Membuatku heran, terlebih saat Winwin tampak ingin mengucapkan sesuatu dengan kaku dan matanya yang memerah meneteskan air mata.

Lisa mendekati, lalu melewatiku dan menghampiri Winwin. Yang kulihat selanjutnya, Lisa menancapkan sebilah pisau kecil pada dada Winwin di dalam genangan air berwarna merah itu.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ceritanya ringan dan pendek kok gaes heheh
Kuingin membuat suasana baru aja sih :))
-eri

plot twist || nctpinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang