NOSTALGIA 02

8 2 0
                                    

Selasa

"ZA!! LIPTINT GUE LO KEMANAIN?!!" Teriakan Upil sudah menggema di IPS 2 pagi ini. Silka yang pusing dengan antrian pelanggannya merasa terganggu dengan suara Upil yang kelewat menggelegar itu.

Eza tersangka sedang asik ria dengan antek- anteknya di belakang.

"Eza mana liptint gue?" Tagih Upil.

"Bentar Pil, Abim cakep pake gincu lo," Tawa Biru.

Upil melongok melihat Abim anak pendiem dan polos jadi korban kekejaman Biru, Eza Dan Rian.

Kini wajah Abim terlihat seperti badut magang jalanan yang tidak punya Tuan.

"Bim senyum Bim, biar gue foto."

Abim tersenyum, "Awas lo pulang nanti Za."

Eza terbahak, senang menjadi pencetus ide menjadikan Abim seperti sekarang.

Upil juga ikut tertawa, jarang- jarang melihat Abim pasrah di jadikan objek kegilaan Eza dan yang lainnya.

Karena Abim itu cenderung diam, terlihat tidak peduli dan polos. Yang terakhir adalah waktu kelas 10 karena teman- teman tidak tahu dirinya dengan cepat meracuni sebagian otak Abim yang bersih.

"Markus mana?" Tanya Abil.

Semua orang menatap ke arah bangku tempat Markus berada, kosong. Sejak pagi bangku itu terus kosong biasanya hanya Tas atau jaket yang berada di sana. Untuk menunjukkan jika Markus berada di wilayah sekolah.

"Coba chat deh," Usul Silka.

Abil mengangguk.

"Centang satu."

"Telfon deh."

Dering ketiga pun tidak diangkat oleh Markus, semuanya mulai cemas.

"Gue cari deh ya, nanti ijinin gue," Ucap Abram.

"Bu Tia gak ngasih lo keringanan Bram, mending lo dikelas aja. Nanti istirahat baru lo cari," Sahut Fizza.

Fizza itu ketua kelas, padahal ada Abram, Abim dan yang lainnya cocok menjadi ketua kelas. Karena semua tidak ada yang angkat jari Fizza dengan senang hati mengajukan diri sebagai ketua kelas.

"Bu ketua Tegas banget bikin abang klepek- klepek," Celetuk Biru

Fizza memutar bola mata malas, terlalu sering mendengar bualan Biru membuatnya Muak.

_________

"Woy Pil! Silka mana?"

Upil yang sedang berselfie dengan Abil menatap ke depan pintu dimana terdapat Gea dengan kacamata khasnya dan rambut pendek sebahunya, benar- benar ciri khas Gea.

Gea mengenal Upil karena pernah satu bimbingan saat olimpiade.

"Masuk aja Ge!" Seru Upil.

Gea masuk dengan cengiran, agak canggung melihat tatapan anak- anak SODA (Sosial Dua).

"Piwit siapa nih cakep bener!" Ucap Eza.

Gea melotot.

"Jangan lo gangguin deh, pelanggannya Silka nih nanti kabur lihat muka lo!"

Eza tersenyum masih memandangi Gea yang sekarang duduk di depan Upil dan Abil.

"Silka mana?" Tanya Upil.

"Masih ke ruang guru bentar lagi juga balik."

Tak lama Silka berjalan masuk dengan Abram yang raut wajahnya sangat terlihat kesal entah karena apa.

Silka mengeluarkan buku catatan kecilnya, sudah ia duga mendekati hari Rabu pelanggannya akan padat.

"Siapa?" Tanya Silka langsung.

Gea tertawa, "Buset Sil, basa- basi dulu kek, lo langsung aja."

"Pusing gue, hari ini lumayan banyak."

Gea mengangguk mengerti.

"Tau Rio ngga Sil? Tau dong ya?" Tanya Gea antusias.

"Rio IPS 4?"

Gea menggelengkan kepalanya.

"Bukan anjir, emang ada berapa Rio di sekolah?"

"Enam"

Upil menganga, "Buset banyak ya."

"Rio anak penjaga perpus Sil," Ucap Gea malu- malu.

Silka berhenti menggerakkan jarinya yang menulis nama Gea di tabelnya.

"Selera lo tua ya Ge, gak nyangka gue," Silka tertawa dengan menabok paha Gea lumayan keras.

"Sembarangan lo! Masih kuliah lo bilang tua!"

"BIRU!! DOMPET GUE BEGO!"

"BERBAGI SAYANG"

"GUE GAPLOK YA LO! GAY LO YA?!"

"SEMBARANGAN!"

"Berisik banget kelas lo Sil!" Gea mengusap- usap telinganya.

"Biasa sih," Sahut Upil.

"Jadi gimana lo tau ngga?"

"Lumayan sih, yang gue tahu dia single, rumahnya gak jauh dari sini, Kalo dikantin selalu makan Risol minumnya Es jeruk, Dia punya satu kakak, dan dia gasuka keramaian makanya dia jaga perpustakaan."

"Tapi single bukan berarti dia lagi gak suka sama siapa- siapa," Lanjut Silka.

"Bukannya Kak Rio suka sama kak Wenda itu ya?" Sahut Upil.

Gea melotot, Jangan sampai saingannya Wenda kakak kelas incaran satu sekolah itu. Jelas saja dirinya kebanting.

"Berat banget saingan gue," Keluh Gea.

Eza tiba- tiba datang dan duduk di samping Gea.

"Sama gue aja gaada saingannya kok," Ucapnya dengan menaik turunkan alis.

Gea berlagak muntah, segera mengeluarkan lima puluh ribu dan menyerahkannya pada Silka. Meningggalkan Eza yang menatap cengo dirinya.




NOSTALGIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang