Siapakah aku? Kelihatannya pertanyaan itu tidak akan memiliki jawaban yang menarik.
Aku hanyalah seorang wanita yang bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit. Rumah sakit ini cukup besar dan tenar. Banyak pasien yang berdatangan untuk mendapat perawatan dari para dokter ahli.
Ya, mereka adalah dokter yang sangat cerdas dan terampil. Para dokter itu bisa menangani penyakit-penyakit serius dan melakukan operasi. Hampir semua pasien pulang dengan keadaan sehat. Namun masih saja ada pasien yang harus tinggal di rumah sakit ini dalam waktu yang sangat lama.
Pasien itu adalah seorang gadis muda. Gadis yang menderita sebuah penyakit kanker langka yang belum ditemukan pengobatannya. Penyakit ini sangat mematikan, dan peluang hidup untuk pasien yang menderita penyakit ini tidak lebih dari 1 bulan.
Untuk penyakit semacam ini, rumah sakit kami tidak bisa memberikan pengobatan apapun. Karena sejak awal tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Pasien yang menderita penyakit ini seharusnya tidak terlalu lama tinggal di sini. Seperti misalnya gadis itu.
Menurut pemeriksaan kesehatan yang kami lakukan setiap hari, gadis itu diprediksi hanya akan bertahan beberapa hari lagi. Dengan kata lain, tidak ada alasan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sudah waktunya bagi gadis itu untuk dipulangkan ke rumahnya. Kami pun segera mengabarkan berita ini kepada orang tuanya. Tepatnya tanggal 15 Februari, gadis itu sudah harus pulang ke rumahnya dan menunggu ajalnya di sana. Mereka segera bersiap-siap menjemput putrinya. Mereka bahkan sudah menyiapkan peti mati dan peralatan berkabung.
Tapi sayangnya rencana itu tidak berjalan dengan baik. Tanggal 14 februari, di tengah malam yang sunyi, seorang pemuda menggendong gadis itu kemari. Dengan seragam sekolah yang tertutup oleh jaket hitam, gadis itu dibawa dalam keadaan yang tidak sadarkan diri.
Tanpa membuang banyak waktu, kami segera membawanya ke unit gawat darurat dan merawatnya. Tas kecil berisi buku novel dan jaket yang menghalangi, kami titipkan pada anak muda yang menggendongnya. Suasana saat itu begitu kacau mengingat kondisi pasien yang tidak sadarkan diri. Hingga keesokan harinya, gadis itu harus tinggal lagi di kamarnya dalam keadaan koma.
Dengan kondisi yang buruk itu, kedua orang tua dari gadis ini hanya bisa datang menjenguk di pagi hari dan pergi. Kesempatan bagi gadis ini untuk mati di tempat keluarganya berkumpul mungkin sudah tidak akan terjadi lagi. Bila dia harus kehilangan kesadaran karena benturan saat terjatuh dengan tubuhnya yang lemah, maka sudah dipastikan bahwa dia akan mati beberapa hari lagi di rumah sakit ini.
15 februari...
Mungkin setiap detik yang dilewati di tempat tidurnya adalah detik-detik terakhir. Dan yang lebih menggenaskan lagi, tidak ada yang menemaninya selain seorang perawat yang bahkan tidak memiliki hubungan yang baik dengannya.
"Apa yang aku lakukan disini," gumamku bosan. Aku diperintahkan untuk mengawasi gadis ini karena hari ini tidak terlalu banyak pasien yang membutuhkan bantuanku. Andaikan saja kedua orang tuanya mau berdiam di sini hingga malam, mungkin aku bisa leluasa bekerja di berbagai tempat untuk merawat para pasien yang lebih ramah.
Aku tidak menyukai gadis ini. Perilakunya sangat tidak sopan, mulutnya selalu mencela dokter dan perawat di rumah sakit ini. Kondisi psikisnya tidak pernah membaik, sehingga membuatku tidak merasa nyaman berada di dekatnya. Karena itulah tidak ada perawat yang mau berlama-lama mengawasinya.
Aku pun hanya dapat menunggu dengan bosan, berharap ada kerabat ataupun teman yang akan datang menjenguk dan menjaganya. Namun hingga siang hari, tidak ada yang datang bahkan untuk sekedar melihatnya. Saat aku mulai kelelahan, muncul seorang pemuda, datang ke kamar ini dengan jaket hitam dan tas sekolahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/32876360-288-k961043.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
31 Inch of Empty Seat
RomansaSepanjang hari aku duduk di bangku, berusaha menghindari orang-orang. Hingga seorang gadis duduk di sisi lain dari bangku itu. Kami tidak menatap, kami sibuk dengan kegiatan kami sendiri. Namun hanya dengan duduk di bangku yang sama, kami saling men...