"Galih dan Ratna mengikat janji. Janji setia, setia abadi."Joni bernyanyi sumbang. "Lih, soulmate lu tuh!"
"Gila lu."Galih menggeleng jijik.
Bebarengan dengan ledekan itu, Ratna melintasi koridor sekolah. Denis dan gengnya sedang menginvasi bangku anak kelas satu yang lokasinya strategis: berada di tengah lorong sekolah.
"Kemarin gue kayak liat lu ngobrol sama cewek deh. Lu ngobrol sama Ratna ya?! Ngaku nggak lo!"Roni menembak.
"Apaan sih, gue kemarin pulang duluan kalik. Lu ngayal aja!"Galih menoyor Roni.
"Gimana kalau kita nanya aja sama terduga nomor dua? Lawan mainnya Galih,"sahut Joni asal.
Roni mengiyakan. Dua anak kembar itu menghadang Ratna yang sudah hampir menyelesaikan perjalanannya ke kelas.
Ratna ditarik dengan kasar hingga berdiri limbung di depan Denis dan gengnya.
"Kemarin lu ketemuan sama Galih? Ngaku."tanya Roni yang duduk kembali di samping Denis.
Ratna melirik ke arah Galih yang melalui tatapan matanya memohon agar Ratna berbohong.
Ratna menggeleng sambil menatap ujung sepatunya.
"Eh, miskin. Lu bisu ya? Orang ditanya kok ga jawab."Joni mendorong bahu Ratna keras.
Ratna sedikit limbung, tapi ia tak jatuh.
"Nggak."jawab Ratna.
"Yakin lo?"Kini, Denis mengambil alih interogasi.
"Iya."jawab Ratna lagi.
Denis tidak bersuara lagi. Ia membiarkan suara baritonnya menggantung Ratna hidup-hidup.
"Sono."Joni mendorong Ratna pergi.
Kali ini, Ratna tersungkur di lantai karena dorongan Joni. Gadis itu perlahan berdiri sambil melirik ke arah Galih yang berusaha tidak berkontak langsung dengannya.
**
Untuk makan siang, Ratna biasanya membawa bekal sendiri. Menunya tidak bisa dikatakan variatif. Kadang, ia membawa mie instan yang sengaja ia campur dengan nasi. Atau, beberapa tahu dan tempe goreng dengan bumbu racikannya sendiri. Ibunya terlalu sibuk mengurus dua adik dan ayah tirinya.
Bisa bersekolah dengan beasiswa seperti ini membuat Ratna percaya bahwa kemalangannya bisa jadi keberuntungan bagi orang lain.
Ia mendorong punggungnya ke sandaran kursi berkarat di samping sekolah. Tempat makannya ini bisa dikatakan khusus untuk dirinya. Siapa yang akan makan di antara semak-semak dan dikerubungi kucing-kucing liar yang senasib dengan Ratna?
Ratna yang sadar akan persoalan senasib itu memilih untuk membagi sedikit makannya kepada kucing-kucing itu. Toh, mereka tidak mengganggu Ratna.
Dari kejauhan, Ratna dapat melihat Irma yang berjalan dengan kotak makanan di pelukannya. Dengan tatapan gugup, Irma mendekati Ratna.
"Ini."Irma mengulurkan kotak makan siang berwarna secerah biru langit siang ini kepada Ratna.
Ratna nampak bingung. Ia awam dengan interaksi semacam ini.
Dari lubuk hati Irma yang terdalam, gadis itu memohon Ratna untuk menerima bekal makan siangnya.
"Makasih untuk minggu lalu. Gue nggak tahu harus ngomong apa sama elo. Jadi, gue mau lu nerima bekal gue aja."katanya.
Irma merupakan golongan kasta kedua terendah dari bawah. Orangtuanya bekerja sebagai PNS di kecamatan dengan rata-rata gaji yang setara dengan uang jajan Denis Wijaya selama seminggu. Itulah sebabnya, orang tua Irma mati-matian membuat Irma diterima di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galih dan Ratna (Skeptis)
Novela JuvenilRatna adalah gadis SMA miskin yang beruntung dapat diterima di SMA Jayaraya, sekolah bergengsi di Jakarta. Ia dapat diterima berkat proyek amal beasiswa sekolah. Sebagai gadis miskin di lingkungan kaya, Ratna harus bergulat pada bullian fisik dan me...