Hari pertama tuh memang menderita. Buktinya sejak tadi Mona udah rebahan di atas sofa sambil megangin perutnya yang daritadi mengerang minta makan.
"Lapeeeeeer," gumamnya seolah tak ada nyawa. Lemes beneran dia, kayak bener-bener lemes. Lotoy gitu kayak anak kecil kalo gak dikasih uang THR sama omnya.
Jesa yang baru selesai nyiram tanaman-karena gabut mendapati Mona yang lemes, letoy, loyo akhirnya memutuskan untuk menghampirinya. Ia menempatkan telapak tangannya ke atas dahi Mona.
"Gak sakit, kan lo?" tanya Jesa khawatir.
Mona melengkungkan bibirnya sampai terbentuk sabit terbalik. "Laperrrrrr!" raungnya penuh kedramatisan. Jesa mendengus, "sabar Mon. Masih lima jam lagi."
Mendengar kata-kata motivasi penuh tidak kemotivasian dari Jesa, Mona pura-pura pingsan. Kayak omaygad gatahan mending pingsan aja bye tapi Jesa sih gapeduli. Cewe itu malah beranjak pergi dari sana.
Beda dengan Mona yang seperti gak bernyawa di atas sofa. Haru sekarang ini lagi membuka kulkas-katanya sih ngadem. Sayangnya kelakuan absurd-nya ini ketahuan sama Jesa yang sekaramg sudah berdiri di belakangnya.
"Ekhem." Pura-pura batuk dulu Jesa.
Haru langsung menengok, kemudian panik ketika mendapati yang dibelakangnya ada Jesa yang sekarang ini tengah menatapnya tajam penuh dengan penilaian. Jujur aja nih, dia kayak abis ketauan ngambil harta anak yatim. Kayak hina banget tuh ngadem di depan kulkas.
Belum lagi kepala Haru sampe kejedot isi kulkas saking paniknya. Setelah itu dia malah cengengesan di depan Jesa.
"Ngapain di depan kulkas lo?" tanya Jesa ngegas. Darah bataknya dari ayahnya masih ngalir di nadinya, walau dia udah terjawasisasi sih.
Haru nyengir, menatap Jesa yang kini berdiri di depannya. "Ngadem," jawabnya seolah tak bersalah.
Ya, emang sih ngadem di depan kulkas tuh gak salah. Cuma kan sekaramg lagi bulan puasa gitu loh. Jadi suspicious banget keliatannya Si Haru ini.
"Emang harus di depan kulkas?" tanya Jesa lagi.
Haru cemberut. "Ya kan kulkas adem ...," jawabnya ragu-ragu, melayangkan alibi miliknya sendiri.
Jesa menghela nafas, kemudian menyuruh lelaki di hadapannya ini berdiri. "Ngadem di kamar aja sana, kayak Ranu tuh. Tidur, tenang," suruh Jesa sambil mendorong Haru keluar dari dapur.
"Gak ngantukkk," ucap Haru merajuk.
"Yaudah, sama Mona aja sana," suruh Jesa lagi.
"Ngapainn? Pura-pura mati?" tanya Haru. Jesa yang kesal menggeplak punggung Haru tak kencang, "berisik lo. Udah sana duduk tenang sambil nonton tv!"
Idih, galak banget.
Berbeda dengan itu Ranu, di kamarnya masih tertidur sejak selesai subuh tadi. Laki-laki itu segera menempel dengan kasur, dan tidur seperti orang mati. Gak seru kalau bahas Ranu, bener-bener gak ada kegiatan lain dia selain tidur.
Paling bangunnya cuma kalau dibangunin Jesa, disuruh sholat dzuhur sama ashar nanti.
"Jesaa, gue pergi dulu yaa!" Kebetulan tiba-tiba ada Sasa yang udah cakep betul dengan baju perginya yang berwarna pastel.
"Sasaaa, mau pergi kemanaaa?" tanya Mona yang tiba-tiba idup lagi, sambil ngintip dari balik sofa. Diikuti dengan Haru yang penasaran.
"Ada pemotretan, pulangnya mau nitip Mon?" tanya Sasa yang kini berada di dekat sofa. Mona mengangguk, "mau bolu kukus yang deket studio lo ituu, enak soalnya."
Sasa ngangguk mengerti. "Okee."
"Lo, gak bukber kan Sa hari ini?" tanya Jesa.
Sasa menengok, kemudian menggeleng. "Engga Je, paling nantian. Sekarang kan hari pertama, buka di rumah masing-masing lah."
"Pulang jam berapa nanti?" tanya Jesa.
"Sebelum magrib palingg." Sasa kemudian berjalan menuju pintu keluar, "gue berangkat ya Jeee!"
"Iyaaaa!"
Waktu di ruang tamu, ternyata Sasa ketemu sama Ajun yang lagi meratapi kisah hidup-bercanda. Lelaki itu kemudian menyapa Sasa, setelah daritadi sibuk bengong. "Rapi banget Sa? Mau kemana?" tanya Ajun bingung.
"Mau pemotretan Jun. Kenapa? Mau nganterin?"
Ajun diam sebentar sebelum menjawab, "lo mau gue anterin? Tapi tunggu sebentar ya, gue pinjem mobilnya Haru dulu. Panas soalnya."
"Hah?" Belum juga Sasa berpikir sampe akhir, lelaki itu udah menyelonong masuk ke dalam rumah lagi. "Ajunnn! Gue cuma bercanda ih!" teriak Sasa sambil ikut masuk lagi.
"Ajun mana?" tanyanya pada Mona yang kini sendirian lagi. Entah dimana Haru dan Jesa.
"Lagi berantem sama Haru keknya," jawab Mona sudah kembali tak ada jiwa lagi. Masih menunggu adzan magrib tiba.
"Gue baru nyuci mobilnya kemaren anjirrr!" Sayup-sayup terdengar suara protesan Haru yang diikuti dengan Ajun yang keluar dari kamar Haru.
"Ssssssh, iya-iya tau. Nanti gue beliin sushi deh," nego Ajun yang langsung diiyakan oleh Haru dengan cengirannya. "Oke, gue catet di notes hp gue nih. Awas aja lu kalo cuma sepik," ucap Haru sambil menatap sinis Ajun.
Ajun menghela nafas doang, gak susah emang nego sama Haru tuh. Kasih aja janji palsu, paling diiyain-bercanda.
Setelah Haru pergi dari sana. Ajun menatap ke depan kemudian menyadari Sasa yang berdiri tak jauh darinya. "Lama ya? Sorry, ayo gue anter."
Kalau Zidan sekarang lagi ada di studionya, sendirian. Kelaperan, sendirian. Dan sedang putus asa memikirkan project-nya sedangkan ia tidak dapat inspirasi sama sekali. Mana laper.
Ia menghela nafas, kemudian melihat jam yang menepel di dinding studionya yang tak begitu luas. Buka puasa masih lama. Tapi ia sudah lapar.
Matanya kemudian menatap ke arah project-project miliknya yang belum ia sentuh karena tak ada ide. Lagi-lagi lelaki itu menghela nafas.
"Kayaknya gue gak bisa pulang, hari ini ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
FASTING '96 || TWICETEEN
Fanfiction‼ lokal ‼ cover by @wwwizard Keseharian satu bulan puasa bareng Ajun, Haru, Ranu, Jesa, Mona, Zidan dan Sasa di kos-an mereka yang suka kacau. (Banyak typo)