Selamat Membaca:)
*****
"Om, negosiasi dulu, Om!" pintaku. Aku nggak mau ternodai dengan mudah gitu aja. Harus terpecahkan dulu, ke mana organ-organ dalam perut nanti kalau aku hamil?
Aku masih memikirkan usus 12 jariku yang bakalan terbenyek-benyek nanti. Kasihan, nanti bisa kehilangan jati diri.
"Negosiasi apa?"
"Waktu dan tempat. Please, ya, please! Kasih aku waktu, Om." Aku kembali merengek.
"Berapa hari?"
"Dua tahun."
"Nggak sekalian seumur hidup sekalian kayak tahanan kasus pembunuhan?"
"Om ... tunggu aku sampe ulang tahun ke 20, please!" mohonku, mengatupkan kedua telapak tangan padanya.
"Biar apa?"
"Ya, biar apa, kek. Biar mateng, Om.
"Kalo kelamaan bisa busuk."
"Om ...!"
***
"Tugasnya udahan semua belum?" tanyaku pada Wulan.
"Udah dikumpulin semua. Kamu doang yang belom, Din. Kenapa telat,sih?"
Aku mendengus kesal. Sebelum berangkat ke kampus, aku harus berdebat dulu dengan om-om nyebelin itu. Kenapa dia jadi buntutin terus, sih?
Padahal, aku mau berangkat sendiri saja. Karena pulang dari kampus, rencananya mau nongkrong dulu sama temen-temen.
Sudah capek berdebat, aku juga yang akhirnya kalah. Sekarang dia nungguin di parkiran kampus.
Lama-lama heran aku. Emang dia nggak kerja? Kok, kayak pengangguran gitu? Etapi, uangnya banyak. Dahlah, mungkin setiap malam dia keliling komplek, dan ada karyawan yang tugasnya jagain lilin biar nggak padam, bisa-bisa entar dia digebukin warga komplek.
Buru-buru, aku mengejar semua dosen untuk mengumpulkan semua tugas yang sudah dikerjakan. Kuliah yang sampai sekarang masih daring ini, kadang bikin pusing.
Sering kali aku lebih memilih rebahan saja, dibandingkan harus mengerjakan tugas-tugas yang bikin rambut rontok.
"Abis ini kita mau ke mana?" tanya Vina.
"Yah ... aku berangkat sama si Om lagi. Aku nggak ikut nggak apa, ya?" tanyaku, merasa nggak enak hati sama mereka.
Bukan apa-apa. Aku cuma takut ada pertanyaan si gundul lagi. Nanti Om Bimbim aneh-aneh juga jawabnya. Ngeri aku tuh.
"Yah ...! Nggak seru kalo nggak ada kamu, Din. Mana kamu doang yang gila di antara kita."
"Tak sobek-sobek mulutmu, purun?" kesalku.
"Ya udah, deh. Kayaknya kamu mulai suka sama si Om. Makanya maunya berduaan terus, ya?" Ulfi mulai usil.
"Jangan-jangan si Risa udah dicelupin!" ledek Wulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
menikah dengan om om
Teen Fiction-Vote Comen Follow- menikah dengan om om? yang pasti umurnya jauh dari kita. itu lah yang di rasakan Risa yang harus menikah dengan om om karena perjodohan.