2

31 12 5
                                    

"Pagi, gimana tidurnya nyenyak? "

Abdi berucap tatkala netranya melihat Rafika berjalan menuju dapur. Gadis itu hanya tersenyum, jujur ia malu karena bangun kesiangan.

"Mau masak apa, aku... Mau bantu"

Abdi menggeleng menyuruh Rafika duduk saja melalui kode mata, gadis itu awalnya menggeleng merasa tak enak disuruh duduk padahal Abdi yang punya rumah kenapa malah dia yang tidak tahu diri

"Duduk aja, ini saya masak buat nebus kesalahan saya semalam karena gak siapin kamu makan"

Akhirnya setelah 10 menit makanan sudah siap disajikan, Rafika masih kekkeh ingin membantu alhasil ia berhasil mengambil alih bagian menunpahkan air ke dalam gelas mereka.

"Hari ini saya pulangnya agak kemaleman, kamu gak papa kan sendirian"

"Ko bisa malem? "

"Saya kerja dan ada beberapa rapat yang harus saya hadiri"

Rafika mengangguk bertanya lagi sepertinya tak berguna karena dijelaskan seeprti apapun ia pasti tak mengerti yang intinya saja Abdi akan rapat dan itu akan memakan waktu hingga malam

"Oh iya, tadi saya pesan bahan makanan kamu ambil yah udah di bayar ko. Setelahnya kamu bebas mau masak apa aja yang penting kamu makan"

"Mm.. Mau dimaskin sekalian?"

Abdi diam sebelumnya ia tidak pernah mendengar tanya itu karena sudah terbiasa tinggal sendiri, namun karena ia kini harus terbiasa tanpa sadar dirinya menganggung namun dengan cepat menggeleng kembali

"Gak usah, saya kan bilang bakalan telat jadi pasti makan di luar juga"

Rafika mengangguk sejurus setelah kegiatan makan Abdi pamit pergi dan menyisahkan Rafika sendiri di ruangan besar dan sunyi ini. Ia tidak tahu harus apa, kamarnya tidak berantakan karena sudah ia rapikan pagi tadi.

Dan ruangan di apartemen ini juga sudah rapi tidak ada lagi yang harus di bersihkan. Ingin berkebun ini apartemen yang pastinya sangat mustahil melihat tanah dan tumbuhan. Jadi ia harus melakukan apa sekarang?

Kembali masuk ke dalam kamar Rafika memilih untuk berbaring mencoba untuk tidur namun belum juga menutup mata bel pintu berbunyi, ia lekas bangkit dan membukanya.

Ternyata kuris barang, ia mengambil alih sekuruh bahan makanan mengucap terimakasih dan menutup pintu.

"Akhirnya ada kerjaan juga, ouh... Atau aku masak aja yah"

***
Berjam-jam duduk di kursi membuat punggung Abdi sedikit sakit, keningnya ia pijit menandakan rasa pening akibat tumpukan yang kembali menggunung, padahal sebelum rapat ia sudah membelahnya  menjadi bukit kecil tapi kenapa sudah tinggi lagi.

"Permisi pak, saya ingin menginformasikan kalau 20 menit lagi bapak ada janji dengan pak Bambang di cafe pelita" Vio sekertaris Abdi menunduk dan mengingatkan.

Abdi hanya mengangguk dan mengode wanita itu untuk keluar. Ia lelah namun sepertinya harus ditahan dulu karena ada proyek yang harus cepat ia menangkan lagi.

***
"Terimakasih atas pengertiannya, secepatnya pasti saya akan membawa kabar baik untuk proyek ini"

"Baik saya tunggu kabar baik itu"

Abdi menjabat tangan pak Bambang salah satu calon rekan proyeknya yang baru nanti. Setelah berpamitan Abdi menjatuhkan tubuhnya dikursi oenumpang di depan sudah ada supir dan Vio

"Tokong katakan padaku jika tadi adlaah pertemuan terakhir" Lesu Abdi dikursi oenumpang. Vio menoleh kemudian menggeleng

"Sayangnya masih ada dua pertemuan lagi yang menanti bapak, dan ini tidak bisa di tunda"

"Astaga, saya jadi menyesal mengambil alih jabatan ini dari pak tua itu"

"Maaf pak, dia ayah bapak juga sudah sepantasnya jabatan ini milik bapak. Bahkan sejak lahir" Vio tersenyum manis namun yang Abdi tangkap adalah ledekan yang sialnya membuat dirinya kesal.

"Diamlah Vi, ucapanmu tidak menghibur sama sekali"

RAFIKABDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang