3

4 0 0
                                    

Dini hari Abdi baru tiba di apartemennya, dengn wajah lelah bercpur ngantuk ia menekan password dengan malas mulutnya bahkan tak henti terbuka akibat menguap.

"Astaga... "

Prang...

Rafika gadis itu baru saja tiba dari dapur setelah mengambil air putih tadi ia terbangun karena mimpi dan merasa haus jadinya ia ke luar kamar. Tapi, ia malah dikejutkan dengan adanya tubuh tegap Abdi yang berdiri tepat di hadapannya ia bahkan menjatuhkan gelasnya hingga pecah.

"Astaga, ma... Maaf aku gak sengaja jatuhin" Rafika bertindak cepat mengambil beling di lantai karena takut ia bahkan tak merasa jika tangannya sudah meneteskan darah

Abdi yang melihat itu dengan cepat menyentak tangan Rafika, membawa gadis itu ke wastafel untuk mencuci tangannya. Ia hanya diam begitu pun dengan Rafika yang terkejut juga takut yang belum luntur. Ia merasa kembali membuat Abdi repot, ia janji jika sudah bekerja akan segera mengganti gelas itu.

"Kalau ngapa-ngapain itu hati-hati, kalau kayak gini kan kamu yang sakit. Saya tidak akan marah dengan gelas pecah itu, tapi saya akan marah jika kamu melukai tubuhmu seperti ini"

Rafika berkedip dua kali, tangannya yang kini sudah dibungkus plaster terasa kaku mendengar penuturan Abdi. Padahal ia salah namun pria itu malah menghawatiriannya bukan gelas yang ia pecahkan. Padahal jika dilihat gelas itu mahal.

"Kamu tidak lupa kan alasan dibawa kesini, jika saja kejadian ini terjadih bahkan lebih besar saya pasti akan dianggap tak bisa menjaga kamu. Ingat, meski kamu merasa asing tapi kamu harus berusaha membiasakan diri. Karena tak lama lagi kita akan menikah"

Benar, mereka akan menikah. Padahal mereka baru bertemu dan bahkan di memori Rafika sendiri Abdi tidak terlihat rekam jejaknya.

"Maaf" Cicitnya

Abdi menghela nafas ia mengusap kepala Rafika sekali kemudian bangkit menuju lemari es. Rafika hanya terus menunduk namun matanya tetap terarah ke semua yang dilakukan Abdi. Cowok itu memindahkan buah ke piring dan membawanya menuju ke kursi tempat Rafika berada.

"Kenapa bangun? " Tanyanya sambil mengupas buah apel.

Rafika mendongak kedua matanya berkedip, Abdi bersuara namun tidak melihatnya namun jika bukan ia yang diajak siapa lagi. Bukankah hanya mereka disini, tidak lucu bukan jika Abdi melihat seorang selain mereka?

"Ko diem..?" Abdi menoleh keduanya langsung bertatapan, Rafika berkedip membuat bibir Abdi sedikit bergetar.

"Saya bicara sama kamu,.. Pelangi"

"Owh... Kebangun" Ucapnya

Abdi mengangguk, ia menggeser piring buah di hadapannya ke Rafika, melihat pria itu mengangguk Rafika menarik sepotong apel dan memasukkannya ke mulut.

"Kakak ko kalau pulang selalu malam mana lewat banget lagi" Ucap Rafika panjang, ia memang bukan tipe cewek yang tahan diam diaman.

"saya kerja, dan banyak yang harus saya selesaikan sebelum pulang"

"Kayak tugas gitu yah, gak bisa dijadiin pr? " Tanyanya lagi, Abdi menggeleng

Kepalanya miring menatap wajah Rafika yang masih asik mengunyah, buah di piring tinggal sedikit Abdi tersenyum dan mendorong piring itu sepenuhnya ke arah Rafika, gadis itu tidak bereaksi seakan yang ia lakukan itu tidak di sadari

"Ini bukan sekolah jadi tidak bisa di bawa pulang lagian kalau saya bawa pulang sama saja saya tetap begadang" Jawabnya

Rafika mengangguk benar juga, gadis itu merebahkan kepalanya ke meja, ia terdiam sesaat kemudian menolehkan kepala ke arah Abdi. Dari bawah ia bisa melihat wajah lelah pria itu, entahlah ia merasa kasihan bahkan kelopak matanya terlihat nyaris menutup.

"Kakak pasti capek, mau aku bantu kurangin? "

Abdi menoleh keningnya naik menandakan tanya. Rafika bangkit ia kemudian menarik Abdi menuju ruang tengah mendudukkan pria itu dan ia berjalan ke belakang pria itu

"Aku biasa begini kalau ibu pulang dari kebun" Ucapnya sambil mulai memijit kedua bahu Abdi.

Pria itu awalnya hendak menolak karena terkejut namun karena merasa nyaman ia urungkan dan memejamkan mata membiarkan Rafika melakukan apa yang ia mau meski sesekali ia akan menyahuti ucapan gadis itu dengan gumaman.

"Kata ibu itu perbuatan jahat jadi Rino disuruh berenti, tapi karena emang dia nakal jadi dia nggak denger jadinya dia jatuh"

Rafika bercerita sambil terus memijit ceritanya random dan berubah ubah meski begitu Abdi tidak terganggu ia malah terlelap, sama ia mendengar ucapan Rafika yang terus saja mengoceh walau kini Abdi sudah tidak menjawab.

"Hm? Udah tidur yah" Rafika terkekeh, ia kemudian memutar ikut duduk di kursi, ia memandang wajah damai Abdi yang tertidur. Sepertinya pria itu benar benar lelah karena Rafika merasa baru sebentar tapi pria itu sudah tidur.

"Makasih ya kak karna mau jaga aku, yah meski awalnya gak suka tapi sekarang aku nyaman disini. Banyak makanan dan pastinya gak bebanin ibu lagi. Maaf juga karna sekarang aku malah jadi bebannya kakak. Selamat malam, aku juga mau tidur sekarang"

Rafika hendak bangkit namun tertahan karena tiba-tiba Abdi menariknya kembali menjadikan bahunya sebagai sandaran. Rafika terdiam terkejut dengan apa yang terjadi.

"Malam"...

RAFIKABDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang