Tepat jam 10 pagi aku Dino mendarat di Incheon International Airport, Seoul, South Korea setelah pagi tadi berpisah dengan Mr. Ben di Jepang. Sama seperti di Jepang, di sini pun juga sangat dingin.
Setelah mengambil koper, aku dan Dino pun langsung menuju pintu keluar dan disana aku melihat 2 sosok laki - laki yang sangat ku kenal. Seorang membawa papan nama yang bertuliskan 'My Lily and Dino' dan seorang lagi hanya tersenyum dengan tangan yang melambai ke arahku, dan itu Ayah.
Seketika aku menghentikan langkah kakiku. Ayah menjemputku? Kenapa? Bukannya aku nggak seneng, tapi... bahkan saat makan di satu meja pun ayah ataupun bunda tidak pernah berbicara padaku, kenapa ayah menjemputku?
"Ayolah, dia ayahmu," bisik Dino karena aku menghentikan langkahku.
Aku pun melangkah bersama Dino dan beberapa saat kemudian, berdirilah aku tepat di depan ayah dan pamanku. Mengerti bahwa aku tak ingin bicara apapun, paman pun langsung menuntun kami menuju mobil yang ternyata ada 2, mobil ayah dan mobil paman. Ayah memintaku untuk ikut bersamanya, sedangkan Dino diminta untuk ke hotel dulu.
Aku pun terpaksa menurut melihat Dino yang juga memintaku untuk ikut bersama ayah. Tak seperti dugaanku bahwa ayah akan membawa seorang supir, tapi ternyata mobil itu dikendarainya sendiri. Kenapa ayah melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan, seperti menjemputku ataupun pergi tanpa supir?
"Kamu terlihat tidak senang melihat ayah yang menjemputmu," katanya pelan dan aku merasa ayah mengatakannya dengan tulus.
"I'm happy," jawabku singkat. Walaupun senang, lebih banyak sisi diriku yang merasa tidak nyaman dengan ini semua.
"Really? Ayah rasa terlalu banyak kesalahan yang ayah lakukan ke kamu," katanya lagi. Apa maksudnya? Aku pun tidak menjawab dan hanya diam hingga tiba di sebuah restaurant yang sangat mewah.
Ternyata ayah sudah memesan ruang VVIP untuk kami berdua dan saat memasuki ruangan VVIP, sudah terhidang banyak sekali makanan yang belum tentu bisa kami habiskan berdua.
"Makanlah," kata ayah yang sudah duduk di seberang meja. Aku pun hanya duduk dan mengamati ayah yang mulai mengambil makanannya.
"Ayah sudah lama menunggumu datang di airport tadi sampai nggak sarapan. Jadi jangan hanya duduk, makanlah yang banyak. Kamu keliatan kurang makan akhir - akhir ini. Karena Kevin pergikah?," ini tidak pernah ayah lakukan padaku. Bertanya saat makan.
"I'm fine," jawabku singkat sambil memulai makan makanan yang ada di depanku.
"Maafkan ayah," katanya lirih. Ayah memang tidak terbiasa meminta maaf apalagi kepada anaknya.
"Untuk apa?," tanyaku sebisanya.
"Segalanya. Maaf karena dulu ayah tidak pernah memperhatikanmu dan bukan maksud ayah untuk memisahkanmu dengan abangmu, tapi...,"
"Ayah pikir ini akan berhasil? Ayah pasti melakukan sesuatu untuk mendapatkan persetujuanku, makanya ayah melakukan 'ini', iya kan?," sahutku sinis. Aku menekankan kata 'ini' saat mengatakannya.
"Apa maksudmu?,"
"Ini bukan seperti ayah yang ku kenal. Ayah yang selalu mengabaikanku atau malah ayah memang tidak pernah menginginkanku, ayah yang selalu memintaku diam saat makan, tapi selalu berbincang saat makan dengan abang. Lalu kenapa ayah menungguku di bandara, kenapa mengajakku makan, dan kenapa sekarang ingin berbicara denganku? Apa yang ayah ingin aku lakukan?," tanyaku dengan penuh emosi. Aku tahu ini salah, tapi yang ayah lakukan padaku hari ini aneh, pasti ada tujuannya.
Ayah hanya diam tidak menjawab dan tidak pula melakukan apa - apa. Mungkin ayah ingin aku menyelesaikan segala emosiku.
"Aku mencoba berbagai cara untuk menjadi anak yang diinginkan seperti abang, tapi aku tidak akan pernah bisa kan?," kataku dengan air mata yang mulai turun membasahi pipiku.
Tanpa ingin lebih lama lagi membiarkan ayah melihatku menangis, aku pun langsung pergi meninggalkan ayah yang masih duduk di dalam ruangan itu. Mematung tanpa mengatakan apapun.
---
"Kamu dimana?," tanyaku pada Dino di telpon.
"Di hotel. Kamu?,"
"Aku akan kesana nanti. Tetaplah disana?,"
"Kenapa? Abis berantem sama ayahmu, tidak ingin menemuiku karena akan melihatmu menangis lagi?,"
BINGO!
"Sekali ini aja, aku butuh sendiri, Din,"
"Nggak. Aku nggak mau menuhin permintaan kamu kali ini. Kamu dimana?,"
"Din...,"
"Kamu dimana?,"
"Itaewon,"
"Tunggu di sana,"
Setelah memberitahukam lokasiku kepada Dino, beberapa menit kemudian Dino udah ada di depanku dan ngos ngosan. Tanpa ada peringatan sebelumnya, Dino langsung memelukku erat tanpa memikirkan orang - orang di sekitar.
"Din, ada banyak orang yang ngeliat," kataku lirih.
"Mereka emang punya mata buat ngeliat, Ly," jawabnya lembut.
Aku pun hanya menurut dengan apa yang Dino ucapin barusan dan langsung duduk di tempatku duduk setelah melepas pelukan Dino.
"Udah makan?," tanyanya. Aku hanya mengangguk menjawabnya.
"Jalan jalan yuk," ajaknya kali ini.
"Din... gue ngungkapin semuanya ke ayah. Gue lega tapi gue ngerasa bersalah," kataku. Aku hanya ingin merasakan Dino yang dulu hanya sebagai teman terbaikku yang akan mendengarkan cerita ceritaku.
"Kamu ingin minta maaf?," tanyanya lembut dan menenangkan.
"Entahlah," jawabku singkat.
"Kamu boleh marah ke ayah kamu kayak gitu karena kamu berhak ngedapetin rasa sayang orang tua, tapi kamu juga harus inget, laki laki tua yang ngebuat kamu marah itu ayah kamu,"
Dino bener. Tapi aku tetep nggak tahu harus bersikap kayak gimana sekarang setelah marah marah ke ayah tadi.
"Ayah kamu bilang apa?,"
"Ayah minta maaf," jawabku lirih.
"Lalu?,"
"Aku marah dan langsung pergi," jawabku lagi.
"Kenapa pergi?,"
"Nggak tau,"
"Mau ketemu lagi nggak?,"
Ketemu ayah? Aku nggak tahu Din.
"Kalo aku temenin, mau nggak?," katanya lagi.
Aku masih tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena aku juga nggak tahu.
"Ini waktu untuk memperbaiki semuanya, Ly. Kalo kamu juga keras kepala, akan sama aja. Ayah kamu mungkin aja udah berubah, walaupun ada kemungkinan juga engga. Tapi ayah kamu mau ngobrol sama kamu, Ly, hal yang nggak pernah dia lakuin ke kamu. Maybe he just wanna make you smile," katanya lagi.
Dino bener. Akan sama aja selamanya kalo aku nggak ngebuka diri untuk memaafkan.
"Aku anter?,"
Kali ini aku hanya mengangguk sebagai jawaban dari Dino. Mengetahui jawabanku Dino langsung menggandeng tangan setelah meninggalkan sejumlah uang di meja.
"Thanks ya Din," kataku lirih tapi ku yakin Dino mendemgarnya.
"I don't need your thanks, I just need your love. Kamu juga udah ngasih banyak hal ke aku, Ly," katanya disertai senyumannya yang membuatnya menjadi semakin tampan.
"I love you," kataku lebih lirih lagi karena malu mengucapkannya.
"I love you too, Ly," balasnya dengan senyuman yang kian melebar sangking senengnya.
---
Hai hai hai...
Duh makin lama update, maaf ya... udah masuk kuliah soalnya. Jadi tugas menumpuk dimana mana sampe ga tidur tidur.
Gimana ceritanya sejauh ini? Biasa ya? Hehe.
Vote dan comment nya bakal selalu aku tunggu walaupun sampe chapter ini masih belum ada yang ngasih comment nya. I'm fine. Hehe
See you next chapter ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Love Be...
RomanceAku melakukan segalanya bersamanya. Dialah orang yang pertama kali mengajakku keluar dari rumah untuk bermain. Dialah orang pertama yang menjadi teman sebangkuku. Orang yang pertama kali menggenggam tanganku. Orang yang pertama kali menjadi sahabatk...