Mulai Terbiasa.

59 38 54
                                    

Sore hari, tepat tiga bulan setelah perkenalan Bening dengan Bagas di Cafe Serimpi. Bagas menjemput Bening di Rumah Sakit Meditara (Medika Nusantara), sebuah rutinitas favorit yang kini dilakoninya setelah akhirnya bisa lebih akrab dengan wanita idamannya ini. Bagas sudah menunggu Bening 15 menit lebih awal dari jam pulang Bening didalam mobilnya. Ia melihat jam tangan peraknya, sadar bahwa jantungnya mulai berdegup tak karuan. Keributan jantungnya itu membuatnya salah tingkah, satu-dua butir keringatnya mulai menetes. Ia terus saja memeriksa kaca spionnya, memastikan Bening tidak muncul tiba-tiba karena Ia belum bisa menenangkan konser didadanya. Ia menarik nafas dalam dan panjang, ditahannya 3 detik lalu dilepas perlahan, sedikit demi sedikit ia mulai tenang. Bagas mengambil tissue, ia menyeka keringat dipelipisnya. Merapikan rambutnya, juga memakai parfumnya sekali lagi. Ia memeriksa seluruh penampilannya. 'Tidak ada benang nakal yang mencuat disekitar lengan baju, tidak ada kancing copot, kerah bajuku rapi, resleting celana aman, jam tangan berkilau, aku wangi, rapi, dan tampan, haha' ucap Bagas selagi bercermin dalam mobil.

Bening diam-diam mendekati mobil Bagas, ia tahu Bagas sedang sibuk sendiri. Dengan cepat Ia masuk dan duduk dijok belakang. "Royal Town Regency sesuai aplikasi ya pak" kata Bening menahan tawanya.

"Heii! Astaga, sejak kapan kamu disini?" Bagas kaget.

"Sejak seseorang bercermin dan mengatakan bahwa dia wangi, rapi, dan tampan pak" jawab Bening nyengir.

"Oh girl! Pasti langsung turun harga pasaranku dimatamu" Bagas malu bukan main.

"Haha! It's okay! Lagian aku nggak berminat nawar kamu kan? Gas, laper nih yuk ah jalan, keburu makin macet ntar!" Bening menahan suara perutnya.

"Awas ya kalau nanti kamu minta aku jadi milikmu! Haha! Oke siap non, tapi sebelum jalan, gimana kalau kamu pindah depan dulu? Kalau kamu dibelakang nanti aku minta dibayar loh!" canda Bagas sambil meraih dan memindahkan tas Bening kekursi depan.

"Duh bapak ngatur ya, tapi ya udah deh aku nurut, biar dianterin makan, hehe" Bening pindah kekursi depan, disebelah Bagas.

"Nah gitu dong, kan enak pemandanganku nyetir jadi ada siluet cewek galak yang hidungnya pesek!" Bagas mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Enak saja pesek, aku mancung tau! Gas hari ini enaknya nyobain kuliner apa ya?" tanya Bening seiring berjalannya mobil Bagas.

Mereka berbincang seru sepanjang jalan. Saling memberitahu rekomendasi tempat makan baru yang aesthetic dengan harga terjangkau. Lalu saling mendebat makanan mana yang akan lebih cocok untuk makan malam mereka. Bening tidak sadar, bahwa Bagas selalu menikmati waktu mereka bersama dengan artian yang berbeda, lebih dari sekedar teman. Meskipun baru tiga bulan mereka dekat, sejatinya Bagas sudah lebih dulu mengenal Bening sejak setahun yang lalu lewat cerita-cerita Nala.

Mereka tiba disalah satu rumah makan dengan konsep lesehan. Kompak, mereka segera memesan nasi ayam bakar dengan lalapan dan ekstra sambal. Tak lupa es jeruk sebagai minuman favorit mereka. Sambil menunggu pesanan, Bening menggerai rambutnya yang seharian digulung ketat dikepala. Merasa syaraf-syaraf kepalanya lega, Bening tersenyum sendiri. Sedangkan Bagas, Ia tak pernah melewatkan momen indah seperti ini. Walaupun Ia harus mencuri-curi menikmati senyuman Bening, Ia tidak akan pernah bosan melakukannya.

"Bagaimana kabar Nala, gas? Chatku tidak dibalas, apa disana dia sibuk sekali?" tanya Bening pada Bagas.

"Tenang, semuanya aman terkendali. Kayaknya dia lagi sibuk ngurus administrasi kuliahnya disana ning. Kalau dia balas, langsung minta telpon saja. Kalau kangen itu harus langsung ketemu atau dengar suaranya ning. Supaya kamu nggak kepikiran terus" jawab Bagas, lega bahwa aksi mencurinya tidak tertangkap basah.

MelajuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang