2. Zulfadli Pranaja

19 3 0
                                    

"Kalau cuma merhatiin, masakin, sama ngehibur doang mah emak gue juga bisa. Emak gue 24 jam selalu ada buat gue, gak akan pernah mengkhianati gue, dia akan selalu suport. Apa itu masih kurang?"
-Zulfadli Pranaja-

📸📸📸

Bogor identik dengan Kota Hujan dikarenakan curah hujan pertahunnya lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain, selain itu Bogor juga terkenal dengan berbagai wisata alamnya yang menarik minat, seperti kawasan puncak dan curug. Seperti saat ini, di salah satu curug yang terkenal di Bogor, Curug Nangka.

Tempat wisata yang menyuguhkan air terjun dengan hutan pinus menambahkan kesan eksotis, sangat pas untuk latar belakang berfoto. Hal itulah yang membuat seorang pria menjadikan curug itu sebagai tempat pemotretan, beberapa gadis berpose di bawah air terjun dengan komando seorang pria yang memegang kamera.

"Oke, Angle tatapan kamu tolong dipertajam," komandonya pada seorang gadis yang tengah berdiri di dekat dinding lereng. "Pertahan, oke bagus!"

Lelaki itu tersenyum puas kala melihat hasil pemotretannya. "Oke, hasilnya bagus. Ayo semuanya naik dan langsung ganti baju, jangan sampai kalian sakit."

"Zul, ngopi yok!" ajak Zidan, lelaki berbaju hitam pada sang fotografer, yang dibalas anggukan.

Zulfadli, sang fotografer berumur 26 tahun. Lelaki bertubuh tegap, dengan sorot matanya meneduhkan, dan bibir merah alami yang dapat membuat gadis tak sadar diri kala ia tersenyum. Zul, panggilan akrab lelaki tersebut, telah menggeluti bidang fotografi sejak duduk di kelas dua menengah atas. Baginya setiap lembar gambar memiliki cerita tersendiri dan menyalurkan rasa terdalam bagi mereka yang mengerti akan seni.

"Gimana Zul? Hasil pemotretanku baguskan?" tanya Mariska, salah satu model yang tadi ia potret.

"Kamu ngeraguin mahakarya Zulfadli, Mar?" tanya Zidan meledek. "Bahkan hidup Zul hampir sempurna tanpa celah. Paras di atas rata-rata, harta yang gak akan abis tujuh turunan, tapi sayang ...." Zidan menggantungkan ucapanya.

"Sayang kenapa, Dan?" tanya Angle ikut menggoda.

"Kurang satu." Zidan sedikit berbisik, walau kenyataannya Zul masih bisa mendengar obrolan mereka.

"Apa tuh?" Mariska pun ikut menggoda.

"Pasangan hidup." Bukan Zidan yang menjawab, melainkan Zul sendiri dengan nada dingin, sontak membuat tawa mereka pecah.

"Lagian ya, Zul. Memang kamu ingin cari yang bagaimana lagi?" tanya Mariska dengan nada lagu yang tengah viral.

"Tampang udah oke, tiap hari disuguhin body cewek yang gak kalah oke. Apa jangan-jangan lo belok, ya?" curiga Zidan sembari menjaga jarak dengan Zul yang duduk di sebelahnya.

"Sialan. Buat apa juga punya pacar? Cuma buat status?"

"Ya biar kalo lo sakit ada yang merhatiin, lo laper bisa dimasakin, lo suntuk ada yang ngehibur. Ya, bisa dibilang semi istri, tapi kalo lu lagi nafsu gak bisa dibawa ke kamar. Eh, bisa sih, tapi ...." Angle menggantung kalimatnya sembari menaik turunkan alisnya.

"Kalau cuma merhatiin, masakin, sama ngehibur doang mah emak gue juga bisa. Emak gue 24 jam selalu ada buat gue, gak akan pernah mengkhianati gue, dia akan selalu suport. Apa itu masih kurang?" tanya Zul.

"Ya, itu mah beda lagi," jawab Angle.

"Iya gue tau lo anak kesayangan emak bapak lo, tapi lo beneran gak belokkan, Zul?" tanya Zidan dengan wajah serius, dihadiahi tatapan dingin dari Zul.

"Ekhem, jadi begindang, Cyinn. Sebenernya Mas Zul jaga jarak sama para cewek karena mau ngejaga perasaan eike, Mas Zul gak mau eike cembokur," ucap Dania-seorang MUA yang sebenarnya memiliki nama Dani, tetapi ia mengganti namanya menjadi Dania-ikut bergabung bersama mereka.

"Masih mending gue kemana-mana. Orisinil, gak tepos." Ucapan Mariska lagi-lagi membuat tawa mereka meledak.

"Oh iya, Bro. Bulan depan gue denger ada kontes fotografi, lo gak ada niatan buat ikut?" alih Zidan.

"Ada."

Zidan menggosok telapak tangannya, menatap Zul dengan penuh minat. "Jadi kapan kita mau hunting foto?"

Zul mengangkat sebelah alisnya. "Kita?"

"Iya, jadi kapan 'kita' hunting foto yang akan diikuti perlombaan?" Zidan kembali bertanya dengan menekan kata 'kita'.

"Gue daftar kontes atas nama pribadi, bukan duet apalagi grup. Jadi buat apa gue hunting ngajak lo?"

Mendengar pernyatan itu Zidan hanya bisa mengusap tengkuknya. "Ya, setidaknya. Ah, gue bisa jadi asisten lo! Contohnya, gue bisa bantuin bawa tripot lo," tawar Zidan.

"Terserah lo aja, deh," putus Zul.

📸📸📸

Sebuah mobil Jeep Grand Cherokee Limited memasuki perkarangan rumah bergaya klasik, sebelum memasuki rumah Zulfadli mengambil peralatan memotretnya. Dari teras rumah ia sudah bisa mendengar suara ramai-ramai yang ia yakini sedang ada arisan ibu-ibu komplek di rumahnya, dengan langkah cepat ia memasuki rumah berharap tak ada yang melihat kehadirannya. Namun, harapan itu sirna saat salah satu teman sang mama menyapanya. "Eh, Nak Zul sudah pulang."

Dengan terpaksa Zul tersenyum dan membalas sapaanya. "Iya, Tante Dewi."

"Nak Zul dari mana? Kok, udah mau sore baru keliatan, abis ngapel pacarnya, ya?" tanya Bu Tejo.

"Saya baru selesai pemotretan, Tan." Zul masih mempertahankan senyumnya.

"Objek yang difoto benda mati atau manusia?" Bu Tejo kembali bertanya.

"Manusia, Tan, saya baru selesai pemotretan untuk majalah-"

"Majalah dewasa?" potong Bu Tejo.

Zul tersenyum geram, ingin rasanya memaki Bu Tejo, tetapi itu tidak mungkin ia lakukan, terlebih di depan ibu-ibu komplek yang lain. Erika-mamanya-merasa anaknya tidak nyaman di berondong pertanyaan seperti itu pun mengambil alih percakapan.

"Si Zul baru selesai pemotretan majalah Traveler, Jeng. Maklum anak saya selain hobi motret juga hobi naik gunung."

"Oh, seperti itu. Omong-omong kamu udah punya pacar belum?" Bu Tejo kembali bertanya saat Zul ingin melangkahkan kaki ke kamar. "Umur kamu udah mateng loh, gimana sama keponakan saya Si Ira. Anaknya cuantik, baik, berpendidikan-"

"Maaf Tante, saya ingin memantaskan diri dulu, urusan jodoh udah ada yang ngatur. Kalau gitu saya ke dalam dulu ya, Tante Tejo dan Ibu-ibu semuanya."

"Walah, kok malah kabur," jawab Bu Tejo.

Zul memasuki kamar yang bernuansa abu-abu, kalau ditanya apakah warna abu adala warna kesukaanya, ia akan menjawab bukan. Pria itu menyukai warna biru, tetapi entah mengapa instingnya selalu memberi warna abu entah itu baju, seprai, atau apalah itu.

Zul merebahkan diri di kasur empuknya, rasanya ia lelah sekali seharian menempuh perjalanan. Ya, seperti yang kalian tahu bahwa akses menuju curug tidak bisa dibilang mudah. Zul dan tim harus berjalan kaki menuju lokasi, jalanannya pun cukup menantang dengan bebatuan yang lumayan licin. Namun, rasa lelah itu terbayar saat mereka sampai di depan air terjun yang menyejukan mata.

Zul tak sengaja melihat selembaran di sampingnya, ia mengambilnya dengan penuh minat.

Explore To Inspire.

Selembaran yang berisi informasi tentang sebuah kontes fotografi, kontesnya mungkin bukan kelas dunia, tetapi cukup mengangkat namanya, itu pun jika ia keluar sebagai juaranya. Zul tersenyum. "Destinasi pertama kita, Pulau Komodo."

.

.

.

Bersambung ....

Terima kasih telah berkunjung, jangan lupa tinggalkan jejak. 😘

RetislayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang