1
katanya di malam yang redup, biarkan aku bermadu.
kubalas dengan canggung, tidakkah diriku cukup?
spontan ia menatap, lagi ia berkata, turutilah, lantas kau dapat surga-Nya.
aku mengacuhkannya, carilah banyak uang, jangan berharap surga-Nya kalau isi dompetku kurang.
2
aku di kamar terbaring, lalu ia mendatangi, aku sudah memberi apa yang kau ingin. kini, bisakah aku berpoligami?
senyum menghiasi, berkilau gigi layaknya sinar yang turun ke bumi, tawa menggema di dinding, apa yang kau beri? kau hanya memberi tempe sepuluh biji!
lawanku bergetar diri, kemudian ia mencaci, jangan kau buat aku emosi!
aku memberanikan diri, aku tidak peduli! mengapa aku mau menjadikan kau sebagai suami!?
bisik gosip mulai tersebar layaknya penyakit, maka dengan enggan kami berhenti.
3
kutanya ia sementara jari sibuk merajut sapu tangan, anggap aku beri izin kau 'tuk mendua, akan kaubawa ke mana istri muda?
ia mengepulkan asap dari sebatang rokok yang di masa depan akan membuat paru-parunya sakit parah, tanpa dipikir jawaban pun keluar, rumah ini yang indah. memangnya harus ke mana?
kusambut tawa jawabannya, bibir berucap, kebiasaan. sudah menumpang, cari uang susah, kau bawa pula anak orang. tak tahu malu kah?
terbelalak, kemudian ia diam.
5
sore menjelang malam hari, menggenggam khayalan berupa mimpi yang membungai hati. biar kutidur dengan bantuan cahaya lilin, walau suami sibuk memilin plastisin.
aku di tengah larutnya malam terbangun karena keringnya dahaga, terjaga sementara untuk mengambil air tawar segelas.
suara gemerisik menciutkan nyali, sibuk berpraduga apa yang harus kupegang di tangan kiri, 'tuk menyerang manusia yang masuk tanpa izin.
oh, hanya suami.
dengan senjata api, yang dibidik ke dahi istrinya sendiri.
di ambang mati, kuucap kata untuk terakhir kali, turunkan itu, babi!
KAMU SEDANG MEMBACA
aku di tengah larutnya malam
Historia Cortainilah tulisan yang kusemogakan untukmu, manusia yang membuatku malu. [antologi] cover illustrastion by Christine Wu