5 : Rev's POV

13.1K 497 32
                                    

Jessica sudah berangkat kuliah ketika aku turun untuk sarapan. Aku sempat melihat Bude masih sibuk di dapur ketika aku menyelesaikan sarapanku. Bude menoleh sekilas begitu mendengar langkah kakiku mendekatinya.

"Sudah selesai sarapannya Mas?" tanya Bude begitu melihat aku bergerak ke wastafel untuk mencuci piring dan sendok bekas sarapanku. "Mau kemana Mas? Ganteng tenan dandanannya." Aku baru sadar bahwa kini Bude sedang memperhatikan penampilanku.

Aku melirik sekilas pada pakaianku kemudian tersenyum menanggapi komentarnya. "Mau jalan-jalan sama Mama Papa, Bude.."

"Bude kira mau jalan sama pacarnya." Bude terdiam sejenak. "Mas iki pacarnya wedok opo lanang tho?" tanyanya akhirnya. Wajahnya yang bingung mulai memandangiku menunggu jawaban dari pertanyaannya barusan. Tangannya yang tadi sibuk membersihkan bercak-bercak bumbu nasi goreng di dekat kompor langsung berhenti.

"Menurut Bude apa?" Aku balik bertanya.

"Dandanannya begini, ya pasti pacarnya Mas Revi perempuan," jawab Bude dengan polosnya. Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengarnya.

"Aku gak punya pacar Bude. Tapi kalau ada, ya pasti perempuan juga."

Bude mengangguk mendengar jawabanku. Mulutnya tidak banyak berkomentar tapi aku bisa melihat pikirannya menerawang memikirkan sesuatu. Dia pasti bingung dan merasa aneh melihat kondisiku. Mendapati Bude tidak ikut-ikutan mencibirku dan mau menerimaku saja sudah membuat aku cukup senang. Aku tidak menginginkan ia untuk mengerti bagaimana dan apa yang kurasakan serta yang kualami untuk bisa menjadi seperti ini.

"Bude, aku ke depan ya. Mau nungguin Papa sama Reka. Mereka bilang lagi di jalan mau kesini."

"Ke depan mana Mas?" Pertanyaan Bude membuatku menahan langkahku yang hampir saja bergerak.

"Ke depan teras Bude. Sekaligus lihat-lihat yang lewat."

"Walah, sekalian cuci mata ya Mas? Itu anak tetangga blok sebelah ada yang cantik Mas. Terkenal sekomplek. Eh.." Bude mendadak berhenti berbicara.

"Kenapa Bude?"

"Maaf Bude salah. Non Jess jauh lebih cantik Mas." Bude mengangkat kedua jempolnya seolah memberikan penilaian. "Kalau anaknya tetangga blok sebelah cuma segini." Bude kini hanya mengangkat salah satu jempolnya.

"Wah, masa aku ngecengin anak tetangga yang cantiknya segini," jawabku sambil mengacungkan salah satu jempolku kearahnya. "Padahal aku punya adik yang cantiknya segini," kuangkat salah satu jempolku yang lain seperti yang Bude lakukan tadi.

"Iya juga yah Mas. Harusnya Mas Revi cari yang cantiknya minimal bisa menyaingi Non Jess. Kalau bisa lebih cantik," katanya menyetujui ucapanku. "Apalagi Mas Revi ganteng. Pasti banyak yang mau."

"Kalau Bude, mau gak sama aku?"

Bude yang kini telah melanjutkan pekerjaannya menjawab tanpa menoleh menatapku. "Kalau Bude masih muda, ya Bude pasti mau lah Mas. Siapa yang ndak suka. Biar begini, dulu waktu masih gadis, Bude ini kembang desa lho Mas."

"Meskipun aku ini perempuan?"

Mendengar pertanyaanku, Bude mendadak diam seketika. "Wah gimana ya Mas. Susah. Kalau dari luar sih, semua perempuan juga gak akan nolak dideketin sama Mas Revi. Tapi kalau untuk lebih serius dan sampai menikah.. Rasanya sulit Mas. Maaf ya Mas. Bukannya Bude bermaksud untuk ngejelekin penampilannya Mas Revi. Tapi dimana-mana yang asli lebih mantap Mas." Bude berbalik kemudian menatapku dengan wajah tidak enak. "Maksud Bude, yang dibawah itu lho Mas." Bude kemudian melirik ke bagian bawah perutku, di antara selangkangan. "Perempuan normal pasti maunya yang batangan Mas kalau di ranjang."

Homophobia in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang