1 : Rev's POV

27.6K 636 30
                                    

Aku sedang asik memainkan salah satu game online favoritku di smartphone ketika secara tidak sengaja mendengar pembicaraan dari kakak-kakak perempuan Papa. Apa kata mereka barusan? Mungkin aku salah dengar. Aku kembali fokus pada gadgetku kemudian kembali mendengar ucapan yang cukup membingungkan itu. Penasaran, akhirnya aku meng close permainan yang akhir-akhir ini cukup menyita waktu senggangku kemudian bergerak mendekati para ibu-ibu yang sudah tidak muda lagi itu.

"Tadi, Tante Mis bilang apa?"

Tante keempatku itu langsung berpaling menatapku yang kini sudah duduk tak jauh darinya. "Revi? Memangnya kamu belum dengar beritanya?"

Aku menggeleng.

"Papa kamu mau menikah lagi dengan janda beranak satu." Tante Mis terdiam memperhatikan reaksiku sejenak. "Calon istrinya kerja di rumah sakit sebagai kepala rumah sakitnya. Kata Papa kamu, anak dari calonnya ini artis terkenal."

Menikah lagi? Aku bahkan tidak pernah tahu jika Papa menjalin hubungan dengan perempuan semenjak di tinggal pergi oleh Mama. Dan sekarang tahu-tahu ingin menikah? Mendadak sekali. Papa bahkan tidak pernah bercerita apa-apa padaku maupun Rekas.

"Kok Papa gak bilang atau izin Rev dulu untuk menikah Tan?"

"Justru Tante kira Papa kamu sudah kasih kabar ke kamu sama Rekas. Jadi kami diam saja."

"Memangnya artis yang mana Tan?" tanyaku lagi.

"Gak tahu. Tante lupa namanya. Besok lusa juga kamu ketemu sama anaknya. Besok lusa kita sekeluarga berangkat kerumahnya. Mau bahas untuk pernikahan mereka. Kamu sama Rekas harus ikut."

"Lusa?"

"Iya, kerjaan kamu bisa ditinggal kan?"

Aku terdiam mencoba mengingat jadwal kerjaku yang memang tidak seperti pegawai kantoran. Maklum, pekerjaanku bukanlah dibalik meja. Aku hanya seorang Kepala Perencanaan di sebuah agency model. Pekerjaanku kebanyakan berada dilapangan. Mengatur jadwal para model, mencari sponsor untuk event-event yang kadang kantor ku selenggarakan, atau bolak balik ke luar negeri untuk menemani para modelku bekerja. Meskipun hanya agency model biasa, agency model tempatku bekerja cukup terkenal di Asia. Banyak brand dari produk pakaian atau aksesoris yang memakai jasa kantorku sehingga tidak jarang aku dan rekan lainnya harus bekerja sama dengan brand-brand ternama dari luar negeri yang memang mencari wajah-wajah Asia untuk menjadi model mereka. Tidak jarang ada artis atau band yang juga memakai model agencyku sebagai model video klip mereka. Jika sedang beruntung, bahkan beberapa majalah terkenal seperti Vogue dan Bazaar seringkali mengontak meminta kami mengirimkan model bagi majalah mereka.

Kupikir pekerjaan ini sangat cocok bagiku yang berpenampilan seperti laki-laki. Aku tidak tertarik bekerja pada perusahaan atau kantor yang mengharuskan pegawainya berpakaian secara formal. Tentu saja. Aku pasti diharuskan memakai blouse dan rok pendek diatas lutut. Benar-benar bukan gayaku. Jika aku berpakaian seperti itu, aku justru terlihat seperti seorang banci taman lawang. Untungnya agency model tempatku bekerja tidak mengharuskan karyawannya untuk berpakaian formal. Yang penting rapi dan sopan. Sungguh fleksibel.

"Bisa kan Revi?" tanya Tante Mis lagi yang melihat aku masih terdiam.

"Iya bisa Tante." Setelah berkata demikian, aku segera bangkit dan kembali meraih smartphone yang tadi kuletakkan di atas meja. Aku harus menghubungi salah satu karyawanku untuk mengatur ulang jadwal-jadwalku.

Baru saja aku selesai menghubungi sang karyawan, sebuah notifikasi dari social messenger ku muncul. Dari Reka. Nama sebenarnya Rekas Ivandra. Namun aku lebih suka memanggilnya Rek atau Reka saja. Lebih simple. Saudara kembarku itu memang bekerja di sebuah perusahaan konstruksi bangunan di ibukota, berbeda denganku yang memilih bekerja di Bandung. Meskipun jarang bertemu karena kesibukan pekerjaan, aku dan Reka masih sering memberi kabar lewat social messenger. Mungkin benar kata orang-orang, anak kembar biasanya terikat secara batin sejak lahir. Begitu halnya yang aku dan Reka alami. Meskipun tubuh kami terpisah jauh, tapi instingku dan instingnya seolah saling berkaitan dalam seutas tali yang sama. Jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, aku bisa dengan cepat merasakan firasat tidak enak. Begitu juga sebaliknya. Hal ini membuatku tidak bisa untuk tidak mengabaikannya meskipun hanya satu hari.

Homophobia in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang