Emosi-2

1 2 0
                                    

Lisa melihat jam tangannya
sebelum turun dari taxi yang
ia tumpangi. Wajahnya terlihat
menahan kesal. Sudah hampir jam
sepuluh malam.

"Kok lo sendiri?" tanya seseorang
yang sedang duduk di bangku
depan televisi ketika Lisa melewati
ruangan di mana tv berada.

Jesi menatapnya penuh
keheranan, tubuhnya yang
sedang menyender di bangku sofa
mendadak tegap. "Abang mana?"
Lisa membuang napasnya pelan.

"Gatau, gua ke kamar dulu ya mau
mandi." la tidak mau menunjukkan
kekesalannya kepada Jesi.

Karena jika Jesi mengetahui
jika abangnya meninggalkannya
sendirian di mall, gadis itu pasti
akan marah dan mengadu ke orang
tuanya. Itu akan merepotkan dan
Lisa bisa kena semprot Hanan.
Di tempatnya Jennie membuka
ponselnya. la langsung
menghubungi kakak laki-lakinya
itu.

****

What? Haruskah Lisa menahan
emosinya yang sudah diujung
kepala?

Lisa membuang napas kasarnya
lagi. la benar-benar membenci
Hanan saat ini. Tidak mau
meladeni, ia memilih untuk
mengetuk pintu kamar Jesi. Lisa
masih menahan emosinya yang
hampir meledak.

Tak perlu menunggu waktu lama
Jesi keluar dari kamarnya
dengan wajah yang sedang
mengenakan masker.

Gadis itu tidak dapat berbicara
karena wajahnya yang beku.
"Gue pinjem kabel charger lo
dong," kata Lisa.

Jesi sempat keheranan mengapa
Lisa memijam, bukankah gadis ini
baru saja pulang membelinya, tapi
sungguh ia tidak mau berbicara
karena waktu maskerannya belum
selesai, jika tidak akan retak dan itu
akan sia-sia.

Lisa membalikkan tubuh Jesi
dengan tangannya agar segera
masuk ke kamar Jesi. Usai
mengambil dan memberikannya
kepada Lisa, Jesi keluar lagi
menemani Lisa.

Jesi menunjukkan tatapan
sengit ke abangnya yang masih
di luar kamar entah sedang apa,
Jesi menunjuk dua matanya
dengan dan melanjutkan ritual
malamnya.

Lisa kembali ke arah kamarnya
sendiri dengan membawa kabel
berwarna putih di tangan.

"Lo gak beli kabel tadi?"
Pertanyaan Hanan tidak dijawab
Lisa. Sampai tangan Lisa meraih
gagang pintu kamar. "Gue nanya!"
kata Hanan tegas.

"ALISA!" Panggilnya lagi dengan
suara mengerikan.

"Bisa diem gak sih? Gue capek mau
tidur"

"Gue nanya!"

"Gue gak mau jawab!" Lisa
menjawabnya tak kalah tegas.
Keduanya sudah meninggikan
emosi. Untung saja lantai dua
jauh dari kamar orang tua Hanan.

"Jawab!" kata Hanan kasar

Lisa seharusnya sudah paham.
Pria ini memang seperti ini. Tidak
mau dikalahkan dan merasa selalu
benar. "Lo harusnya minta maaf!
Dari pada gakjelas kaya gini!"
"Lo gak berhak marah!" ujarnya
lagi dengan suara meninggi.

Lisa menatap Hannn penuh
kekesalan. Ingin sekali ia menabok
wajah pria di depannya ini.

Emosinya benar-benar keluar. "Lo
nanya apa sih? Gue gak beli kabel
charger? Itu? Udah gue beli tapi
ketinggalan gara-gara nungguin lo
kelamaan! Brengsek!"

"Lo"

Lisa langsung mendorong gagang
pintunya dan segera masuk kamar
menutup pintu dengan cepat
meninggalkan Hanan.
lya yakin pria itu akan mengatakan

"Lo gak berhak marah"
Selalu seperti itu. Selalu kata-kata
yang sama sedari dulu.
IA SUNGGUH BENCI HANAN.
DASAR PRIA MENJENGKELKAN!
KENAPA IA DULU BISA SUKA
DENGAN PRIA ITU!!

****

Masa Orientasi berjalan lancar
di hari pertama. Semuanya
sungguh membosankan, tidak
ada yang spesial. Mereka semua
dikumpulkan di satu aula, duduk
di lantai yang sudah digelar
alas untuk duduk. Lalu selama
berjam-jam mereka mendengarkan
pemberi materi berbicara.

Lisa dan Jesi beda kelompok. la
belum bertemu teman lamanya.
Tidak ada yang ia kenal di
kelompok berisikan 50 orang ini.
Sejak pindah sekolah, Lisa tidak
suka bergaul. Temannya ya hanya
itu-itu saja. Yang butuh datang,
yang tidak ya tidak berkomunikasi
Lisa mungkin akan seperti itu juga
di dunia perkuliahan.
Baginya pertemanan itu palsu.

"Lisa!" seseorang memanggil
namanya ketika waktu istirahat
tiba. Mereka tidak izinkan ke
kantin, jadi hanya duduk-duduk
saja atau izin melaksanakan
ibadah.

Lisa sempat berpikir itu Jesi,
tetapi suaranya berbeda. la
menengok ke sumber suara. Dua
orang menghampirinya, yang
satunya adalah Jesi.
"Rosa?"Lisa bersuara dengan nada
antusias ketika sudah mengenali
siapa orang yang memanggilnya di
sebelah Jesi.

"Eh gila! Lo berubah banget kalo
Jesi gak ngasih tau gue gak kenal
mungkin."

Lisa menautkan alisnya heran. "Lo
anjir, gila makim cantik. iri gue."

"Apa sih, eh serius gue. Lo berubah
banget demi."

"Gue paling cantik!" ujar Jesi
dengan percaya diri mengentikkan
omong kosong antara Lisa dan
rosa. Tapi Lisa memang benar,
jika rosa itu cantik. Wajahnya
benar-benar terbentuk sempurna.
Lisa iri melihatnya.

Mereka bertiga tertawa. "Apa kabar
lo? Ngilang gtu aja." tanya rosa.

Lisa tertawa kecil, "Minggat, bosen
gue di sini terus."

"Tapi balik lagi," kata rosa
mencibir.

"lyalah ada aba-"
Lisa langsung membekap mulut
Jesi. "Ngaco ah lo Jes"

"Oh, abang lo? Tuh dia! HANAN!"
rosa meneriakkan nama Hanbin
dengan kuat. Membuat Lisa
membulatkan matanya dan melirik
ke arah yang rosa panggil. Benar
saja, ada Hanan di sana.
Gawat.

Tapi.... dari mana rosa tau?
Hannn melirik ke arah rosa, lalu
bergantian ke arah Jesi adiknya,
dan juga Lisa. Kejadian itu bukan
hanya merelka berempat yang
melihat. Sebagian yang di dalam
aula ikut menyaksikan penasaran.
Bahkan para senior pun ikut melirik
penasaran.

"Lo gila?" ujar Lisa heran dengan
berbisik. Lisa sungguh tidak mau
ikut-ikutan jika sesuatu terjadi. la
dapat melihat tatapan sinis dari
senior-senior.

Hanan tidak menghampiri, ia
hanya melambaikan tangan ke
arah rosa. Lisa yakin, rosa akan
mendapatkan masalah setelah ini.
Mungkin.

Jesi tidak mungkin
mendapatkan masalah karena ia
adalah adik Hanan. Maka dari itu,
Lisa tidak mau ikut-ikutan. Cukup
ketika ia SMA saja.

Lagi pula kenapa bisa ada Hanan?
Apakah pria itu jadi panitia juga?
Tapi kenapa pagi tadi tidak terlihat.

****

Tidak butuh waktu lama. Mereka
bertiga mendapatkan tatapan sinis
dari para senior. rosa dan Jesi
yang tidak sekelompok dengannya
pasti bisa menangani hal itu
dengan tidak peduli. Tapi Lisa? la
sungguh khawatir. Seorang senior
wanita terus menatapnya dengan
intens.

Kejadian semasa SMA-nya
kembali teringat dan Lisa tidak
mengharapkan hal itu terulang lagi.
Tidak akan.

Entah sudah berapa kali Lisa
membuang napas kasarnya. la
berharap masa orientasi ini segera
berakhir.
"Are u okay?" tanya seseorang yang
duduk di samping kanannya.

Lisa tersenyum kecil dan
mengangguk. "Makasih."' Apakah
begitu kentara jika ia terlihat tidak
nyaman.
Gadis disebahnya menjulurkan
tangan. "Jihan"

Lisa balas menjabat tangannya
sebagai tanda perkenalan mereka.
"Lisa."

"Lo beneran gak apa-apa?"
tanyanya dengan nada khawatir.
Dengan anggukan Lisa menjawab.

"Gue yang salah apa gmn, lo liat
senior cewek celana putih di deket
pintu masuk gak? Lengan almetnya
digulung"

"Kak Angel bukan? Lagi liat ke arah
sini ya?"
Lisa membuang napasnya lagi.
la ternyata tidak salah. Orang itu
benar Angel, seniornya di SMA.
Mantan Hanan.

                                    ****

                          ~Bersambung~

-olvnnd

𝑴𝒚 𝑶𝒍𝒅 𝑺𝒕𝒐𝒓𝒚 (tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang