Bagian 9: Wish List

207 58 5
                                    

Aku menatapi bingkisan persegi yang kuletakkan di atas meja itu tanpa berani menyentuhnya. Sudah dengan piyamaku, aku hendak tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 00.17 malam, namun mataku tidak bisa diajak bekerja sama. Otakku masih sibuk menebak isi dari hadiah yang diberikan Jaehyun.

Dalam hati, aku terheran. Tumben sekali cowok itu tidak penasaran apakah aku sudah membuka kadonya atau belum. Tak ada chat masuk sama sekali. Biasanya, ia akan terus menggangguku sampai keinginannya terpenuhi. Hari ini memang agak berbeda.

Aku menguap untuk kesekian kalinya. Meskipun mataku berair, aku masih tidak ingin terlelap. Merasa kesal, akhirnya kuambil saja bingkisan itu dan kubuka saat ini juga. Daripada aku tak kunjung tidur akibat kepenasaranku.

Suara sobekan kertas pembungkus mengisi sudut-sudut kamarku. Kulakukan itu dengan penuh kehati-hatian agar tak membangunkan Kak Jin yang tidur di ruangan sebelah. Perlahan-lahan, isi dari bingkisan itu mulai terlihat.

Sebuah binder notebook berukuran A5 dengan sampul kuning hologram bermotif bunga matahari sukses mencuri perhatianku. Di atasnya, terdapat flip book yang ketika kumainkan dengan cepat halamannya, akan ada pose diriku—dengan kedua lengan ke atas kepala membentuk hati— yang tengah mengenakan topi anyaman bambu dan dress selutut berwarna kuning pastel. Aku ingat, baju itu kupakai ketika berlibur ke Pulau Jeju 2 tahun yang lalu. Pernah sekali aku mem-posting fotoku dengan baju itu di sosial media. Namun, dari mana Jaehyun mengetahuinya? Setahuku, foto itu sudah lama sekali kuhapus karena aku tak ingin mengekspos masa laluku.

Satu kalimat bertuliskan "Happy Birthday, Cantik" yang muncul di halaman terakhir membuatku merinding. Buru-buru kututup flip book itu dan kuletakkan jauh-jauh dari jangkauanku. Kini, aku berfokus pada binder notebook berkelir mencolok yang sejak awal cukup menyita perhatian. Kalau buku seperti ini sih aku punya banyak. Untuk apa Jaehyun memberiku hal yang mainstream? Tapi ... apa boleh buat. Aku tetap menyukainya karena warnanya yang lucu dan terlihat hidup.

Aku memeriksa isi buku itu dengan rasa senang. Senang karena mungkin ini adalah kado pertama yang kuperoleh dari teman sekelasku selain Arin.

Wah, sejak kapan aku mengakuinya teman?

Sebuah catatan terselip di dalamnya. Ketika kubuka, Jaehyun sepertinya meninggalkan pesan di dalam tulisan itu. Lagi-lagi aku kagum dengan tulisan tangannya yang rapi.

"Wishlist" untukmu yang punya banyak impian. Tuliskan keinginanmu di sini, maka pasti akan terkabulkan.

"Apaan sih? Terdengar seperti mantra. Emangnya aku anak kecil dikasih tahu beginian? Dikira aku bakal percaya?" Sebuah senyum terulas di wajahku. Mengingat Jaehyun yang tubuhnya sekekar itu, tapi memberikan kado yang semanis dan sekonyol ini, jadi membuatku ingin tertawa.

Apa jangan-jangan dia juga masih suka nonton film kartun di rumahnya?

Meskipun begitu, entah mengapa aku mengikuti arahannya. Di buku berukuran A5 tersebut, kutulis satu per satu keinginanku, berharap ada Ibu Peri yang akan mengabulkannya selagi aku tidur. Dan keinginanku yang pertama adalah ....

Aku ingin punya lebih banyak teman, yang bisa mempercayaiku, yang menerimaku apa adanya.

Jika keajaiban itu ada, maka aku yakin, apa yang aku tuliskan akan terwujud. Segera.

***

Keesokan paginya, aku sudah tiba di dalam kelas. Beberapa anak terlihat sudah duduk di bangkunya masing-masing. Jumlah mereka dapat dihitung dengan jari sebab masih ada setengah jam lagi sebelum pelajaran dimulai.

WISH LIST ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang