Bab 39. Pesta

108 28 7
                                    

Berada di lantai 10 dari sebuah gedung hotel ternama di Seoul, aku bersama keluargaku menaiki sebuah lift yang mengantarkan kami ke tempat sebuah pesta digelar. Pesta perayaan ulang tahun pernikahan orang tua Jaehyun yang ke-12. Silih berganti, perlahan lift kami melewati lantai demi lantai dan seirama dengan itu, jantungku berpacu semakin cepat. Napasku mulai tidak teratur karena memikirkan berbagai hal.

Di kepalaku yang kecil ini, beberapa kekhawatiran muncul, seperti apakah pakaianku terlihat bagus dan cocok? Bagaimanakah reaksi Jaehyun saat melihatku dan bagaimana reaksi kedua orang tuanya saat melihatku? Apakah yang sebaiknya aku bicarakan kepada mereka saat bertemu nanti? Dan menomorsatukan "ketidakpercayaan diri", aku seperti biasa, selalu merasa tidak yakin dan tidak puas akan penampilanku sekarang ini. Entahlah, aku merasa tidak lebih baik dibandingkan Kak Jisoo, juga beberapa tamu wanita lainnya.

Pergaulan kelas atas, jika aku harus mendeskripsikan bagaimana suasana tempat pesta ini digelar maka sudah pasti ini dihadiri oleh kalangan atas. Tidak banyak yang kuketahui mengenai keluarga Jaehyun. Seingatku, orang tuanya membangun bisnis besar yang melibatkan kerjasama dengan perusahaan internasional. Membayangkannya saja sulit. Apalagi, pertemuanku dengan Paman dan Bibi terakhir kali adalah saat aku berusia lima tahun. Cukup kecil untuk mengagumi seberapa "berkuasa"nya keluarga Jung.

Ting. Lift yang berdenting menandakan bahwa kami telah sampai di lokasi. Tanganku merasa dingin, namun Kak Jisoo yang menyadari kegugupanku segera menggenggamnya erat.

"Kamu pasti bisa melakukan yang terbaik hari ini. Jangan terlalu cemas," ucapnya bagaikan obat penenang.

Kak Jin juga menepuk punggungku, entah mengapa perbuatannya itu mengusir sedikit kegelisahanku. Aku pun mulai melangkahkan kaki diiringi kedua kakakku. Mama dan Papa berada di depan. Setibanya di depan pintu ballroom, terdapat dua orang pelayan yang menyambut kedatangan kami dengan ramah. Sepasang laki-laki dan perempuan dengan pakaian senada bertemakan merah dan hitam.

"Silakan masuk Tuan dan Nyonya, selamat datang. Silakan ke meja paling depan."

Tanpa bertanya kami datang dari keluarga mana, pelayan wanita itu menuntun kami menuju sebuah meja lengkap dengan peralatan makan dan hiasan bunga di atasnya. Meja yang letaknya paling depan dekat dengan sekelompok pemain orkestra. Suara biola yang begitu nyaring, lengkap dengan suara cello yang meneduhkan jiwa bergema ke seisi ruangan. Bahkan, aku tak dapat memperkirakan seberapa luas ballroom ini karena terlalu takjub pada langit-langitnya yang tinggi dan penuh dengan ukiran-ukiran artistik.

"Wah, kira-kira Paman menghabiskan berapa banyak uang untuk menyewa tempat ini?" celetukku secara tak sengaja.

"Papa? Tentu saja bagi Papa uang itu bukanlah hal besar dibandingkan dengan rasa cintanya pada Mama. Jadi, tak masalah seberapa banyak Papa menghabiskan uang untuk mengadakan pesta ini."

Mendengar jawaban itu, spontan aku menoleh ke belakang. Seorang lelaki dengan setelan three-piece abu-abu tua, lengkap dengan dasi silvernya, berdiri dengan wajah yang menggoda. Bibirnya berwarna merah, sorot matanya berbinar-binar, serta rahangnya yang kokoh. Hanya Jung Jaehyun seorang lah yang dapat membuatku terhanyut dengan penampilannya. Benar-benar seorang lady-killer. Ia pun tak luput menjadi pusat perhatian para gadis di sepenjuru acara.

Dan dari sanalah aku mengerti. Sesuatu yang sedari tadi mengusik perasaanku. Sesuatu yang membuatku merasa ganjil. Ya, di antara para tamu undangan yang hadir, mengapa hanya gaunku yang berwarna ungu? Lalu, aku memperhatikan lagi ke arah Jaehyun. Sama denganku, pakaiannya yang serba abu-abu itu tampak sangat mencolok.

"Hei, kenapa cuma pakaian kita yang berbeda?" ucapku polos, sambil sesekali memutar pandangan ke kanan dan ke kiri. Hingga Jaehyun menangkup kedua pipiku, membuatku menghentikan tindakan bodoh itu.

WISH LIST ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang