Bab 37. Pantang Menyerah

105 34 1
                                    

Udah tekan bintang? Awas kalo belom🙃 Jangan lupa, tinggalkan komentar ;) Selamat membaca❤️

***

Sesuai permintaan Jaehyun, aku menyimpan cincin pemberiannya dengan hati-hati. Karena menurutku tempat yang paling aman adalah di kamarku, maka cincin yang dimodifikasi ke dalam bentuk kalung itu aku letakkan di dalam kotak perhiasan dan kutaruh di almari.

"Sohyun."

Terdengar suara panggilan dari Kak Jisoo. Mau tidak mau, aku membuka pintu kamarku. Masih ada kerenggangan di antara kami, namun itu tak separah hari-hari sebelumnya.

Kedatangan Kak Jisoo cukup membuatku terkejut. Katanya, Mama dan Papa berkunjung ke rumah kami. Aku sampai lupa, besok adalah hari digelarnya pesta anniversary orang tua Jaehyun. Mereka datang kemari pasti untuk sekalian memeriksa kondisi kami, anak-anaknya, dan kemungkinan besar akan menginap di sini. Namun, aku tetap tidak yakin. Pestanya kan diadakan malam hari, sebenarnya waktu juga masih mencukupi jika Mama dan Papa berangkat dari rumahnya sendiri.

"Segeralah ke bawah. Kami menunggumu untuk makan malam bersama."

Mengangguk paham, aku pun mengganti pakaian seragamku dengan pakaian biasa lalu bergegas turun menyusul mereka.

Di meja makan, suasana sepi. Hingga aku tiba, Papa mulai membuka pembicaraan. Awalnya, pembicaraan masih normal. Papa menanyakan bagaimana sekolah kami, bagaimana keseharian kami selagi di rumah, dan sebagainya. Tetapi, kondisi menjadi sangat serius ketika Papa menyinggung soal Jaehyun.

"Sohyun, bagaimana hubungan kalian? Papa dengar, kalian bertengkar ya?"

Aku tahu. Papa pun terlibat dalam rencana Jaehyun terkait pertunangan kami. Tapi, aku tidak bisa menyalahkan Papa. Meskipun aku ingin meluapkan rasa kesalku, aku tetap anaknya. Itu tidak bisa dikatakan sopan.

"Sohyun, maafkan kami. Kami tidak memberitahukan dulu soal pertunangan itu padamu," ungkap Papa dengan nada sesal.

"Pa, aku kenyang dan mengantuk. Aku tidur duluan ya."

Memilih untuk memendam rasa marahku, aku pun mengakhiri makan malam ini dan secepat mungkin menjauh dari mereka. Bahkan saat di dalam kamar pun aku masih tidak bisa melupakan, bagaimana rasanya dijadikan bahan percobaan oleh keluargaku sendiri.

Apa sampai harus memainkan peran "orang asing" supaya aku bisa menyukai Jaehyun? Padahal, aku menyukainya tulus. Dan aku percaya, meskipun dia menyebutkan bahwa dia dulu sahabat kecilku, aku tetap akan jatuh hati padanya. Dan yang paling menyesakkan lagi, aku tak mengetahui apapun tentang kebenaran masa lalu Jaehyun. Aku baru mengetahuinya sekarang, setelah aku mendapat konsekuensi berupa rasa malu dituduh sebagai perebut laki-laki. Sebenarnya, apa dosaku di masa lalu sampai-sampai nasibku semenyedihkan ini?

"Sohyun ...."

Ah, itu suara Mama. Aku pura-pura memejamkan mata. Aku menarik selimut sampai sebatas leherku untuk mengelabuhi agar aku dikira tidur.

Sayup-sayup, suara langkah Mama mulai mendekat. Ia duduk di tepi ranjangku. Rambutku dibelai olehnya dengan lembut. Aku ingat perkataannya hari itu.

"Seseorang selalu punya alasan di balik setiap tindakan yang dia lakukan. Iya, kami salah. Tapi, kami terpaksa melakukan ini karena ingin melihat seberapa sungguh-sungguh anak itu untuk belajar menyukaimu. Dan tentu saja, kami tidak ingin ada sebuah keterpaksaan di antara kalian."

"Yang Mama tahu, Jaehyun punya masalah sebelum ia pindah ke Seoul. Lalu, orang tuanya teringat padamu. Pada gadis kecil yang imut dan chubby saat itu. Kau tahu, kata pamanmu, kau gadis yang baik dan sepertinya bisa mengubah hidup Jaehyun menjadi lebih cerah lagi. Jadi, kami tidak ada cara lain selain mengenalkannya kembali padamu. Sebagai sosok yang sepertinya baru kamu kenali. Jaehyun juga mengeluh pada Mama. Ia sengaja memancing ingatanmu tentangnya tapi kau sama sekali tidak menarik umpan darinya. Ngambeknya sangat lucu saat itu."

WISH LIST ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang