"Kamu kenapa sih, Agni, bikin malu papa sama Mama aja, kayak anak kecil tahu, meski kamu anak tunggal bukan berarti kami nggak akan marah kalo kamu nggak bisa jaga sikap, kayak anak kecil aja." Sesil menatap wajah anaknya yang matanya memerah seolah habis menangis. Mereka masih di dalam mobil, membelah jalan menuju rumah."Papa sama Mama kalo nggak ngerti nggak usah komen, Agni sakit hati tahu!"
Sesil dan Beryl saling pandang, mereka biarkan Agni yang masih terdengar sedu sedannya di belakang yang ternyata saat Sesil menoleh anaknya telah meringkuk dengan wajah memelas.
"Aneh-aneh aja, tadi aku lihat Nio juga gak ngapa-ngapain, kamu cuman sama Nio bicaranya kan?"
Sesil menepuk bahu suaminya agar menghentikan dulu interogasi yang tidak akan mungkin ada hasil dan akhir.
.
.
."Nio kenapa itu tadi anak si Beryl, kamu olok-olokin ya, itu anak tunggal pasti manja dan kolokannya minta ampun." Linda segera bertanya pada Junio setelah semua kerabat pulang.
"Mama kayak nggak tahu aku aja, mana bisa orang kayak aku bikin nangis anak orang, apalagi si Agni sudah aku anggap kayak anak aku sendiri."
Linda tersenyum lembut pada Junio, anak yang sangat ia cintai karena tak pernah bermasalah sejak kecil.
"Semoga Mama salah, sejak dulu anak itu lengket sama kamu, aku pikir hanya pikiran anak kecil yang suka sama Omnya, asal kau tahu, saat kamu menikah ia sakit, sampai masuk rumah sakit, dan sejak itu juga Beryl dan Sesil tak pernah mau tiap kali aku ajak mereka berlibur ke Belanda, pokoknya sejak kamu nikah, dua orang itu jadi sulit aku ajak ke Belanda eh ternyata si Agni yang nggak mau. Aku melihat ada luka di mata anak itu. Lalu hari ini dia mau hadir setelah Tamara meninggal, sekali lagi aku melihat mata anak itu seolah menjadi hidup kembali, dia suka padamu bukan sekadar suka Nio, suka yang dia rasakan perasaan seorang wanita pada laki-laki. Sekali lagi semoga Mama salah."
Junio menggeleng lembut, tersenyum ke arah mamanya.
"Mama bicara apa? Mama menyimpulkan dari mana? Tatapan Agni itu tatapan bayi, matanya tetap saja sejak dulu, bulat dan bening, aku suka. Aku yakin hanya perasaan sementara karena Tamara baru meninggal, Agni kayak anak kecil mama, nggak akan pernah dia punya perasaan apa-apa sama aku, umurku hampir sama dengan umur papanya, dia nggak akan senekad itu menyukai aku."
"Itukan menurut pikiranmu, kau tak tahu apa yang ada dalam pikiran bocah itu, awalnya mungkin dia nggak sadar jika rasa waktu kecil berkembang menjadi perasaan yang terasa mengikat saat dia semakin dewasa, meski dia tak banyak reaksi tadi, aku melihat binar matanya tadi saat menatapmu Nio."
"Ah Mama jangan mengira-ngira."
"Aku sudah sangat tua untuk bermain tebak-tebakan Nio."
Junio terkekeh, tapi pikirannya jadi melayang pada wajah cantik nan lugu Agni, tak mungkin rasanya bocah itu mencintainya, jarak usia yang terbentang jauh serta lamanya mereka tak berhubungan lagi, ia yakin Agni sudah punya pacar.
.
.
."Agniiii ... buka pintunya Sayaaang, makan malam yuk!."
Ajakan Sesil tak mendapat jawaban dari dalam kamar anaknya, terpaksa Sesil membuka pintu perlahan dan mendapati Agni yang masih saja meringkuk dalam selimut.
"Hei, ayo makan malam dulu, masa habis sholat Maghrib tadi langsung ngilang?"
Agni menggerakkan tubuhnya dan membuka mata menatap mamanya.
"Lagi males makan Ma, ada tugas, tadi kan ke kampus bentar tapi dosennya gak ada trus ngasi tugas aja dan sekarang mau aku kerjakan."
"Tapi ayo makan dulu."
"Nanti lah Ma, kalo lapar aku pasti makan."
Agni bangun juga akhirnya saat melihat mamanya yang tetap saja berdiri di samping kasurnya.
"Jujur sama mama, ada apa tadi di rumah Om Nio?"
Agni melihat mamanya yang akhirnya duduk dan menatapnya dengan tatapan curiga.
"Boleh Agni jujur?"
"Mama memang pingin kamu jujur!"
Agni menghela napas lalu ia tatap wajah mamanya.
"Tapi mama jangan marah."
"Hmmm ... "
"Kayaknya ... Agni ... jatuh cinta sama Om Nio."
Deg!
Apa yang dikhawatirkan Sesil akhirnya terbukti juga, awalnya ia selalu berusaha mendiamkan apa yang ia khawatirkan, karena rasanya mustahil akan terjadi, ia malah menganggap rasa yang mungkin timbul hanyalah kenangan masa kecil Agni. Tapi Sesil berusaha tenang, ia duduk lebih dekat dan mengusap rambut Agni. Ia berusaha tersenyum.
"Kau tahu, bedanya cinta dan obsesi?"
"Usia Agni sudah 20 tahun Ma, selama kurun waktu itu bukan nggak ada usaha Agni buat suka sama cowok seusia, sudah, tapi selalu bayang wajah Om Nio di mataku, dan rindu ini telah lama aku pendam, makanya saat dia datang lagi dan ternyata kembali sendiri tanpa pendamping apa salah kalo aku berharap?"
"Kamu terlalu muda untuk diajak berbicara tentang cinta, kau tahu untuk gadis seusia kamu dan pria seusia Nio sudah jauh berbeda sudut pandang, kalau kalian melangkah terus akan banyak rintangan, cinta tidak harus menuruti kata hati, jika terlalu banyak aral ada kalanya kita harus mundur dan melepaskan ego kita."
"Nggak Ma, bagi Agni, cinta harus diperjuangkan, seberat apapun, Agni sadar Om Nio belum merasakan apapun sama Agni, tapi kalau Agni menunjukkan keseriusan Agni, bagaimana Agni menunggu, aku yakin, lama-lama ia akan luluh."
"Meski Mama dan Papa tidak setuju?"
"Yah, meski Mama dan Papa tidak setuju!"
.
.
."Kau masih saja suka berlama-lama di tempat ini Nio?"
Junio menoleh dan tersenyum saat melihat Beryl tiba-tiba ada di belakangnya. Taman belakang yang asri, tempat dia berjam-jam melukis dan menghabiskan waktu.
"Yah disini tempat mencari inspirasi dan cukup banyak karyaku lahir karena ide dari tempat ini sejak dulu dan ternyata sekarang masih sama, lagi pula tempat ini tempat yang nyaman jika aku rindu Tamara."
"Kau sangat mencintai istrimu?"
"Yah, dia tempat yang nyaman untuk pulang setelah Mama tentunya, apa lagi yang akan kita cari saat menikah jika bukan sebuah kenyamanan dan ... kini tak ada lagi tempat aku bersandar."
Junio melihat Beryl duduk di dekatnya, menatapnya dengan tajam dan penuh selidik.
"Ada apa tadi pagi Nio? Bisa kau jelaskan?"
Junio mengerutkan keningnya.
"Agni?"
"Yah!"
"Aku hanya mengatakan menganggapnya seperti anak, apa aku salah?"
Terdengar helaan napas lega Beryl.
"Syukurlah, aku takut kau mempunyai rasa yang sama seperti anakku."
"Maksudmu?"
"Dia mencintaimu sebagai laki-laki Nio."
Junio terhenyak, awalnya dia mengira bahwa ucapan Agni tadi pagi hanyalah khayalan anak-anak yang tak berkesudahan, tapi saat Beryl, sahabatnya sekaligus orang tua dari Agni, ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Ucapan mamanya saat di ruang makan kembali berputar di kepalanya.
"Aku ... "
"Aku berharap kau tak mencintainya, sampai kapanpun jangan pernah ada rasa apapun pada anakku, aku percaya kau tak akan mengkhianati kami."
"Yah, aku berjanji, tak akan pernah mencintainya, tak akan, hatiku hanya untuk Tamara, dan sudah dia bawa ke liang lahat."
"Aku pegang janjimu, Nio!"
🌷🌷🌷
21 April 2021 (18.25)
Publish Ulang 3 Februari 2021 (00.57)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Yuk, Om! (Proses Terbit)
RomanceCover by @DepaCBS Ajakan menikah Agniza Kaila Pasha membuat Junio Albani kaget dan merasa tak masuk akal. Ia sama sekali tak mengira jika gadis kecil yang dulu sering duduk di pangkuannya masih saja memendam cinta padanya. Setelah sekian tahun ia be...