Orientasi

15 1 0
                                    

Grace adalah anak kedua atau terakhir dari seorang single parent atau duda bernama Andrew. Tapi syukurlah sebentar lagi Andrew akan segera melepas predikat dudanya karena ia telah menemukan manusia lain yang dirasa cukup untuk membuat dia dan anak-anaknya bahagia. Abigail adalah orangnya. Oh ya, ada juga karakter lain yang berperan menjadi kakak perempuan Grace, Felicia. 

Pagi ini mereka sedang bersiap-siap memasukkan beberapa baju ke dalam koper. Mereka ingin pulang kampung. Tidak, lebih tepatnya Andrew dan Abigail yang ingin mudik, karena mereka berencana menikah di Amerika ditemani beberapa saudara mereka disana.

Andrew sampai hari ini masih tidak percaya bahwa akhirnya ia bisa menikahi pujaan hatinya. Ia gugup dan juga takut. Sekedar info, ia kini sedang menenangkan diri sambil bercermin di kamar mandi rumahnya. "Ini akan menjadi indah," adalah kalimat yang sering ia ucapkan akhir-akhir ini. Semoga kalimat itu benar.

Mengenang masa-masa awal Abigail dan Andrew bertemu dan berkenalan. Andrew adalah seorang pengantar koran dan Abigail adalah penulis koran tersebut atau biasa disebut jurnalis. Andrew sering bertemu dengan Abigail karena mereka bekerja untuk satu perusahaan yang sama.

Saat itu Andrew mencoba berkenalan dengan Abigail yang sempat ia kira orang yang jutek. Tapi ternyata tidak. Lalu putus asa ketika tahu ada jurnalis lain yang mendekatinya. Tapi ketika takdir sudah berkehendak, apapun takkan bisa menghalangi.

***

Pagi yang sibuk telah dilewati, mereka masuk pada kapal megah bernama Titanic, nama yang simple tapi tetap terdengar elegan.

Perlu kau tahu bahwa keluarga ini bukan keluarga yang kaya raya, mereka itu hanya sekumpulan manusia yang miskin dan rajin menabung, itu saja. Itu sebabnya mereka termasuk penumpang kelas 3, kelas paling bawah di kapal itu.

Kau tahu lah yang namanya anak-anak, ketika melihat tempat yang besar mereka akan berlari-lari menyusuri setiap sudut dek kapal hingga malam. Padahal mereka telah diberitahu agar tidak pergi jauh-jauh. Dan mereka melupakan itu.

Mereka sampai di sebuah tempat yang berisi banyak manusia berpakaian tuxedo hitam putih di mana-mana. Mereka semua tampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Grace dan Feli kini sedang di lorong yang dikelilingi banyak pintu berwarna putih.

Mereka berjalan pelan sibuk melihat-lihat lorong itu, terkesima dengan arsitekturnya yang terlihat mahal yang mewah. Grace tiba-tiba menghentikan langkahnya. Lalu berkata, "Kak, kok aku ngerasa kembung, ya."

"Ah, mungkin kamu kebanyakan minum air aja pas tadi, yuk jalan lagi."

"Bentar kak," ucapnya terpotong dengan sebuah sendawa. "Kak, aku pusing," lanjutnya.

"Dek, mendingan kita kembali ke ayah, yuk." Feli memegang pergelangan tangan Grace lalu menggiringnya putar balik, tapi sialnya Grace tak bisa menahannya lagi. Ia muntah tepat di kaki seorang pemuda yang baru saja keluar dari kamarnya.

***

"Ayah bilang apa, hah? Jangan main jauh-jauh, sekarang liat tuh adek kamu jadi muntah di kaki orang."

"Tapi 'kan adek muntah karena mabuk laut, bukan karena main jauh-jauh."

"Oh, ngelawan kamu, ya. Kalo misalkan kamu ga bawa dia ke tempat itu, mungkin dia akan muntah di daerah dekat sini, lalu masalahnya jadi ga sebesar ini." Nada suara Andrew naik membuat orang diluar sana dapat mendengar suaranya. "Kamu tau gak Ayah tadi dimarahin sama pemilik sepatunya. Ayah dipermalukan, mau ditaruh dimana muka ayah, Fel?"

"Pokoknya, kamu ga boleh pergi dari sini tanpa perizinan ayah, titik." Ayah mengakhiri ucapannya.

"Yah, gak bisa gitu dong, yah."

"Kenapa? Mau ngelawan lagi?" Andrew menampar pipi kanan Felicia. Itu cara Andrew agar anaknya berhenti melawan.

***

Mungkin kau kini bertanya, dimana Grace? Grace kini sedang melanjutkan kegiatan membuang makanan yang telah ia makan tadi siang bersama Abigail ke laut.

Selesai dan mereka berjalan santai menuju kamar yang telah mereka sewa, kamar berukuran kecil dengan fasilitas seadanya.

"Tante, kalo aku muntah di laut, berarti ikan-ikan makan muntahan aku, ya?"

Abigail tersenyum kecil lalu mengangguk. Anggukan itu memancing Grace untuk bertanya lagi, "Mereka ga keracunan?"

Abigail tak langsung menjawab, ia tengah berpikir apa jawaban yang pantas ia ucapkan.

"Mereka bakal keracunan kalau kamu makan racun, Sayang. Kamu kan tadi siang ga makan racun, jadi mereka sehat-sehat aja." Itu jawab yang cukup memuaskan bagi Grace. Abigail tenang tak dihantui lagi pertanyaan tidak masuk akal dari calon anaknya tersebut.

***

Titanic isn't just 'bout romance (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang