❝Cukup nama panjangnya, Taja udah tau data dirinya, sampai silsilah keluarganya.❞꒰⊰Nᴇʀтᴀנᴀ Buмιᴅιтιʀᴀ⊱꒱
.
.
.Nertaja Bumiditira, terlahir menjadi si bungsu membuat semua kasih sayang tumpah untuknya, Taja dan Masnya-Gilang Pramudya-berjarak 12 tahun, ia lahir saat usia Ramanya menginjak kepala empat, sementara ibunya sudah berumur 37. Kata Rama, Taja adalah anak hasil kecolongan yang kehadirannya cukup mengejutkan keluarga besarnya.
"Taja, bangun!"
"Taja!"
"Taja, bangun Adek!"
"Awas kamu kalo gak bangun, Mas siram pakai air dingin!"Teriakan berulang disusul gedoran itu tentu membuat sang empunya kamar merasa terganggu mimpinya.
Taja yang semalam suntuk harus bergelut dengan naskah yang urung rampung baru bisa terlelap di pukul setengah lima sehabis menjalankan kewajibannya sebagai muslim.
Taja mengucek matanya, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke retinanya. Dengan gerakan sempoyongan ia buka pintu kamarnya. "Apaan sih Mas? Taja masih ngantuk tau-"
Basah, wajah dan sebagian dadanya terkena siraman air dingin dari gayung yang dibawa Mas Gilang. Taja mengelap sebagian wajahnya dengan lengan bajunya, berbagai sumpah serapah sudah di ujung lidahnya, andai saja kamarnya tidak dekat ruang makan-tempat biasanya Rama dan Ibunya berkumpul di pagi hari, mungkin semua makian itu sudah meluncur bebas.
'Tahan Taja, jangan emosi. Istighfar, ngadepin setan itu harus banyak-banyak ngucap,' ujarnya dalam hati. Taja kemudian menarik napas sedalam-dalamnya lalu menyunggingkan senyum semanis gula yang selalu jadi andalannya.
Ramanya yang sedang meminum kopi hitam ditemani sepiring pisang, menoleh ke arahnya sembari mengukir senyum yang bagi Taja adalah keteduhan kedua setelah milik Ibunya. "Sarapan dulu, Nduk."
Taja langsung menghampiri Ramanya, berggelayut manja di lengan kanannya. "Rama, baju Adek basah, disiram Mas Gendeng!" Adunya sambil mengerucutkan bibirnya ke depan. Ardhito Kharisma Bumiadji hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anaknya yang tak ubah Tom & Jerry, tiada hari tanpa pertengkaran.
"Lagian kamunya tidur kayak orang mati suri, digedor-gedor gak bangun-bangun."
"Hush, nda boleh ngomong gitu ke adeknya Mas, gak baik." Gilang langsung menekuk wajahnya, kesal pada Ramanya yang lebih membela adik semata wayangnya. "Adek pasti begadang lagi, ya? Rama kan udah bilang, begadang gak baik buat kesehatan," peringat Ramanya entah sudah ke berapa kalinya. Tapi Taja tetap Taja, semakin dilarang, semakin dilanggar olehnya.
"Kamu anak perawan bangunnya selalu siang. Rejekinya dipatok ayam nanti," omel ibunya ketika Taja ingin mengambil tahu goreng di bawah tudung saji. "Emang, Bu. Anak perawan ibu satu ini selalu ngalong, makanya bangunnya siang," kompor Masnya dengan seringai licik andalannya.
"Kompor banget, Mas! Lagian Bu, rejeki itu udah diatur sama Gusti Allah, jadi mau Taja tidur berhari-hari kalau emang itu rejeki Taja, ayam sekali pun gak bakal bisa ambil," cerocisnya dengan mulut yang tersumpal penuh tahu goreng.
Ibu dan Mas Gilang hanya mampu mengelus dada, melawan bungsunya hanya akan membuat sakit kepala. Sementara Rama di tempatnya terkekeh mendengar penuturan anak gadis satu-satunya yang selalu saja punya amunisi mematahkan perkataan orang-orang.
"Mas mau kemana? Rapi banget, 'kan hari ini Minggu?" Tanyanya saat melihat Gilang tengah bersiap dengan baju loreng kebanggaannya.
"Minggu ndasmu, ini Senin. Kelamaan nganggur jadi lupa hari, 'kan?" Ejek Gilang. Tangannya pun terulur menyentil jidat selebar Matra milik adiknya, yang disentil langsung mengaduh kesakitan.
Setelahnya Mas Gilang berpamitan, tidak ingin menambah keributan, katanya. Padahal Taja tau pasti, Masnya ingin memandangi salah satu Mbak-mbak Wara. "Heleh, pencitraan!" Gumamnya sebelum Gilang benar-benar hilang dari tatap netranya.
"Bu, itu anak perjaka ibu enggak disuruh kawin gitu? Taja pengin nimang ponakan."
Ibunya-Kirana Dwi Kharisma-tampak menimang-nimang ucapan si bungsu. "Umur Mas Gilang udah cukup loh, Bu," lanjut Taja.
Ia mulai kepikiran dengan jodoh Masnya, di umur ke-34, Taja belum pernah melihat Masnya menggandeng wanita mana pun. Ia memang tau tentang Wara yang katanya berhasil membuat Masnya Jatuh cinta, tapi berita itu masih simpang-siur kebenarannya. Taja takut Masnya menjadi salah satu kaum pelangi seperti teman SMA-nya dulu-Mas Tirta.
"Ibu juga bingung sama Masmu itu, Ibu jodohkan dengan anaknya teman-teman Ibu, Masmu gamau. Pusing Ibu liat dia." Bu Kirana pun sama resahnya dengan si Bungsu, takut anak lelaki satu-satunya terjebak pergaulan yang tidak-tidak. "Tapi katanya kamu pernah liat dia sama wara, kamu kenal, Nduk?"
"Ndak, Taja cuman tau dari Mas Bagas, kalo gak salah namanya Gistara Kishika, pangkatnya Sertu, asalnya Medan. Dia bule gitu, Bu peranakan Jawa-Sumatera, terus dia tinggal di perumahan Citra Chandika, yang dekat perumahannya Tante Bunga itu loh, Bu." Taja menerawang kembali ingatannya tentang percakapan di taman belakang dua bulan lalu dengan sepupunya-Mas Bagas.
Bu Kirana dan Pak Ardhi menatap lekat manik hitam anak gadisnya. "Kamu tau dari mana toh? Rinci banget?"
Taja yang ditanya terlihat biasa saja. "Gampang itu mah, Taja sebagai seorang perempuan adalah stalker sejati, cukup nama panjangnya Taja udah tau data dirinya sampai silsilah keluarganya." Taja tersenyum bangga pada hasil kerja kerasnya.
"Lagian, Rama sama Ibu kayak gak tau aja sama Mas Bagas, dia kan salah satu biang gosip di skadron. Lagian mah info gitu doang, kecil. Ada tau yang lebih hot, katanya si Mbak wara ini pernah tunangan sama Zico yang artis itu loh, Bu!" Papar Taja dengan semangat empat lima. Rama dan Ibunya hanya bisa terheran-heran, apa dulu pas mereka lagi proses ngadon mereka lupa baca doa, makanya yang lahir anak yang ... Ah, sudahlah!
『AUTHOR NOTE』
Taja adalah kita-para perempuan-ketika kepo sama seseorang. Bisa ngestalk ampe akar-akarnya, BIN kalo ketemu mungkin auto Salim, canda Salim.
Haloha, gue balik lagi but tetep aja not konsisten. Bilangnya sih tiap hari, tapi kenyataannya. Ck, ck, ck, tak patut!
Vote dan komen dipersilahkan~
Gomawo~
Bumi Pertiwi, 26 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
14 ᴅᴀy'ꜱ ɪɴ ᴩᴀʀɪᴊꜱ ᴠᴀɴ ꜱᴜᴍᴀᴛʀᴀ
AdventureNertaja Bumiditira memimilih kota Parijs Van Sumatera sebagai persinggahannya, sekaligus mencari inspirasi untuk novel terbarunya. Namun petaka pun menghampirinya hingga membawanya pada seorang Polisi bernama Yesaya Ziondis Meliala. *** Nertaja hany...