E. Sesi Tanya-Jawab (1)

2 0 0
                                    

Sesi Pertama
1. Nama: Ifa
Alamat: Jogja

a. Pertanyaan: Tadi kakak sempat menyebutkan tentang "plote hole" dan "dialog ping-pong" nah itu sebenarnya misalnya kaya gimana dan sebaiknya kita memperbaikinya menjadi yang seperti apa ya kak?

Jawaban: Plote hole itu artinya cerita yang di luar logika atau tidak sejalan dengan alur sebelumnya. Misalnya, awalnya Kakak menuliskan bahwa tokoh Kakak seorang kidal, tetapi di bab selanjutnya sang tokoh melakukan segalanya dengan tangan kanan. Nah, ini sudah termasuk plot hole. Cara memperbaikinya, jika memungkinkan kita yang ubah dengan syarat sudah mendapat izin dari penulis. Namun, jika tidak memungkinkan bisa langsung minta penulisnya untuk memperbaiki hole-nya, Kak. 
Dialog ping-pong adalah dialog yang bolak-balik tanpa makna. Yang sebenarnya jika dirangkum menggunakan narasi bisa hanya dengan dua atau tiga kalimat. Contoh:
"Assalamu'alaikum, Ustaz."
"Wa'alaikumussalam, Nak Haikal. Ada apa?"
"Apa Ustaz sedang sibuk?"
"Tidak, kenapa, ya?"
"Saya mau ke rumah Ustaz, boleh?"
"Boleh sekali, Nak."
"Baik, Ustaz. Saya menuju ke sana. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Nah, dialog di atas ini sebenarnya bisa dirangkum saja menjadi narasi. Isinya tidak terlalu penting, jadi akan membuang tempat banyak jika ditulis dalam bentuk dialog. Baiknya dibuat begini saja:
Aku menelepon Ustaz Hasan untuk meminta bertemu dan beliau pun setuju. Tanpa berlama-lama, aku langsung menuju ke rumah guruku itu.

b. Pertanyaan: Selain hal-hal seperti plote hole, dialog ping-pong, inkonsistensi pov, kalimat rumit dan tidak efektif, tanda baca, dan dasar2 puebi lainnya kira2 hal apa lagi ya kak yang biasa kita temui saat mengedit naskah?
Jawaban: Yang saya sebutkan tadi sudah lengkap ya, Kak. Paling satu hal lagi adalah kebenaran isi naskah. Maksudnya bagaimana? Begini, jadi meski karya kita fiksi, bukan berarti kita bisa asal menulis tanpa mengikuti fakta. Misalnya ada penulis yang mengatakan bahwa bola lampu ditemukan oleh Sir Issac Newton, nah ini harus kita perbaiki.

c. Pertanyaan: Batasan seorang editor untuk  mengedit naskah sampai mana ya kak? Apabila dari penerbit memberi jobdesc hanya mengedit tanda baca, typo, basic puebi, jika saat membaca naksah menemukan inkonsistensi pov atau merubah beberapa kata/kalimat (tanpa mengubah alur cerita) apakah hal itu diperbolehkan?
Jawaban: Dari yang saya tahu, beberapa penerbit tidak memedulikan adanya hole atau inkonsistensi dan semacamnya. Beberapa penerbit (indi) menerapkan memang hanya tanda baca yang boleh diedit sehingga naskahnya tidak maksimal editannya. Namun, alhamdulillah ketiga penerbit tempat saya bekerja memiliki aturan pengeditan hingga tuntas dan rapi. Artinya, tidak hanya tanda baca, tetapi juga plot hole, inkonsistensi PoV, head hopping, dsb. itu diperbaiki semua. Batasan mengedit hanya yang penting tidak mengubah makna yang ingin disampaikan penulis dan tidak mengubah banyak hal yang ditulis penulis.

d. Pertanyaan: Tadi kakak juga menyebutkan tentang gaya selingkung penerbit, boleh minta penjelasan gambarannya seperti apa?

Jawaban: Selingkung penerbit itu artinya aturan yang hanya dimiliki penerbit tertentu. Misalnya, beberapa penerbit menerapkan untuk kata "gue-lo" dalam narasi tidak italik, tetapi ada juga yang menerapkan diitalik.

e. Pertanyaan: Saat ini kakak menjadi editor di 3 penerbit, bagaimana cara kakak membagi waktu di tengah kesibukan kakak? Apakah per harinya ada target tertentu harus selesai sekian halaman?

Jawaban: Saya mulai mengatur ulang waktu saya agar tidak bentrok antara satu penerbit dengan penerbit lain. Apalagi dengan jadwal kuliah saya. Biasanya saya buat target minimal sehari edit 30 halaman. Namun, biasa saya usahakan 50 halaman, Kak.

4. Nama: Amanda
Alamat: Madiun
Pertanyaan: Apakah untuk menjadi seorang editor itu harus dari jurusan tertentu kak?

Jawaban: Halo, Kak Amanda. Salam kenal, ya. Terima kasih atas pertanyaannya.
Menurut saya tidak juga karena saya pribadi bukan Jurusan Sastra Indonesia. Saat pertama memutuskan ingin jadi editor, saya belajar PUEBI dan Bahasa Indonesia dari nol. Di sisi lain saya tetap harus belajar bahasa Jepang dan kanji. Wah, sempat tidak konsentrasi juga, tetapi alhamdulillah saya bisa melewatinya. Kita yang menciptakan sebuah batasan, jadi tugas kita adalah melampaui batas yang kita buat sendiri ini, Kak. Tetap semangat. Jurusan apa pun bisa jadi editor. Bahkan, salah seorang mentor saya juga editor sukses yang sebenarnya lulusan Sastra Inggris.

5. Nama : Linda
Alamat : Bandung

Pertanyaan: Dalam penulisan ( tulisan kita disisipkan bahasa asing) apakah gaya tulisan bahasa asingnya harus dibedakan atau boleh seperti kata yang lainnya ?

Jawaban: Terima kasih, Kak. Halo, Kak Linda. Salam kenal, ya. Terima kasih atas pertanyaannya.
Untuk bahasa asing dan daerah selalu ditulis menggunakan huruf miring (italik) ya, Kak. Kecuali jika kata asingnya merupakan nama diri dari organisasi atau komunitas.

Journal OKI 2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang