“Baru tahun pertama kalian di SMA. Seharusnya kalian buat prestasi, bukan bikin onar!”
Wajah orang itu tegas khas gambaran guru BK. Memberikan wejangan wejangan panjang kepada tiga muridnya yang baru lima bulan lalu melewati masa orientasi. Ini merupakan kali kedua Bu Eli, selaku guru BK memanggil ketiga muridnya untuk bersilaturahmi ke ruang privatnya. Sejauh Bu Eli mengamati, ketiga muridnya hanya diam menunduk. Berlagak mendengarkan seperti pertemuan sebulan lalu tapi alih-alih merenungkan dan berjanji tidak mengulangi, gertakan yang diberinya hanyalah angin lalu yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Memang mereka tidak mengulangi kesalahan, tapi mereka malah berbuat masalah baru sehingga BK perlu turun tangan. Kasus pertama, mereka terciduk memecahkan tiga biji sekaligus kaca jendela kantor, dan yang baru saja adalah perkelahian dengan Samuel, yakni kakak kelas mereka sampai luka.
Bahkan beliau hafal salah satu anak yakni bernama Bayu yang desas desus dari guru lainnya menyatakan bahwa bocah itu sering terlibat perkelahian dan bolos saat jam pelajaran untuk ngopi di warkop sebelah gang.
“Dengar kamu Bayu?”
“Dengar, Bu.”
“Ini peringatan terakhir! Sekali lagi kamu buat masalah, saya langsung telpon orang tua kamu!”
Setelahnya Bu Eli menyuruh mereka keluar. Sehubungan dengan itu, kebetulan jam sudah memasuki istirahat. Tak sengaja mereka berpapasan dengan gengnya Samuel. Bayu menatap sinis kelima kakak kelasnya, yang mana seharusnya mereka juga ikut menemui Bu Eli.
Bayu maju selangkah mendahului Wahyu dan Ilham, namun mereka masih sempat menahan lengan Bayu.
“Bay, wes Bay.”
“Kalo mau ribut, besok besok masih ada hari. Sehari sekali aja udah cukup!” ujar Ilham seraya menggiring Bayu pergi.
“Dahlah Bay, kalo si Samsul cari ribut gak usah mok ladenin, kembarannya aja si Pefita, waketos OSIS.” Wahyu tiba-tiba berujar sebelum menyedot pop ice stroberinya.
“Dia playing victim anjir, mukanya pengen tak jotos lagi.” Sahut Ilham
“Justru itu yang jadi penyemangat buat ngeladenin si Samsul kalo arek-arek tau busuknya oknum OSIS sama sodaranya kaya gimana, kan seru.”
“Masalahnya kau siapa bocah? Cuma anak baru yang rebel, langganan BK, sedangkan mereka udah punya nama udah pemes, berprestasi lagi. Ya gak mempan kita lah bro. Yang ada kita jadi hiburan buat mereka.” Ilham memperjelas.
Setelah itu mereka bertiga kembali hening. Ilham asik menikmati setiap hisapan rokok. Mereka duduk dibawah pohon rindang yang daunnya tertiup angin sepoi jauh berada di kebun belakang sekolah, sedangkan Bayu hanya bisa ikut menghirup aroma asapnya saja sambil sesekali menyedot es teh rasa gula batu karena sedang batuk, biasanya Bayu ikutan merokok juga.
Betapa lekatnya tiga sekawan ini.
Ilham, kelas X IPA 3 siswa paling cerdas diantara mereka, juara pertama lomba adzan tingkat kota, sejak pertama masuk SD sampai SMP dia di pesantrenkan oleh Umi Abinya sampai akhirnya kelas sembilan Ilham sering kabur dari pesantren membuat orang tuanya pasrah dan memutuskan keluar dari pesantren dan mendaftar sekolah yang dekat dengan rumah.
Bayu, X IPS 4 dia gak dungu dungu amat, tapi juga gak pintar, standar. Tertarik sekali dengan hal hal yang berbau keributan, sejak SMP suka tawuran, walau begitu anaknya santai, seperti kalau malas ke kantin dia tinggal ngechat Mbak Angel untuk pesan kopi atau pop ice serta gorengan di tengah pelajaran lalu Mbak Angel akan mengantar pesanannya lewat jendela kelasnya yang bersebrangan dengan warkop, atau kalau jam kosong tinggal loncat saja dan sampailah di warkop, nge-es sambil Mabar Mobile Legend.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayu
General FictionAndai saja jika Bayu tak pernah lahir kedunia ini, andai jika dulu janin mungil itu berhasil gugur. Mungkin Tara tidak akan berakhir menyedihkan seperti ini. Start: 250421