04. Baku Hantam

128 11 0
                                    

Coretan terbuat dari tinta hitam tercetak abstrak terlihat seperti guliran panjang berkelok dan spiral acak tercipta berkat bantuan pena, di buku tulis lembar paling belakang, disitu Bayu berkarya. Mungkin kata berkarya terlalu hiperbola untuk anak yang tidak begitu suka pelajaran seni rupa seperti Bayu. Hanya gambar-gambar doodle terlihat abstrak yang Bayu buat saat tidak tahu harus ngapain, alias gabut.

Jadi, Bayu suka menggambar atau tidak? Iya dia suka, hampir seluruh buku tulis belakangnya selalu terdapat gambar Fiersa, Naruto, Sasuke, Luffy dan jangan lupakan kebiasaan otak ‘ngeres’ kebanyakan anak laki-laki, yaitu suka menggambar hal yang tidak senonoh. Sedangkan Bayu kurang suka pelajaran seni rupa karena tidak bisa menggambar dengan baik. Gondok rasanya setiap kali berulang ulang menghapus sketchbook demi mendapatkan gambar yang lebih bagus dan rapi, tapi malah kertasnya yang menipis dan menghitam.

Bayu menengok kesebelah kanan mendapati Ardi yang sepertinya tampak pulas dengan telapak tangan kanan berada di belakang telinga dan siku bertumpu diatas meja untuk menyangga kepalanya. Sengaja Bayu menyenggol lengan bawah Ardi sehingga telapak tangannya bergeser membuat kepalanya terjatuh ke meja. “Cok.” Refleks Ardi menoleh kearah Bayu, misuh dengan matanya yang setengah terbuka.

“Kekantin sana, nitip.”

“Rono dewe.”

(Sana sendiri)

Ardi melanjutkan tidurnya, beberapa anak mulai meninggalkan kelas. Bayu memutar pandangan memperhatikan Raya yang masih berkutat dengan buku, entah apa yang dia lakukan, hanya punggungnya saja yang terjangkau pandangan Bayu, menghalau pengelihatan apa yang sebenarnya gadis itu kerjakan.

Selama hampir satu semester Bayu tidak pernah sekalipun melihat Raya bersosialisasi bersama siswa siswi dalam maupun luar X IPS 4 jangankan bersosialisasi, bahkan gadis itu hanya menjawab seperlunya saat ditanya dan jarang bertanya balik. Bayu jadi mengira-ngira apakah Raya tidak punya teman? Atau bocah itu sedang dikucilkan oleh suatu kelompok? Bayu ditanya Serly saat kerja kelompok soal Raya, bagaimana bisa Raya se-pendiam itu. Disaat sesama siswi kelas ini mengajak main ke suatu tempat ataupun jalan-jalan ke mall, Raya selalu menolak dan terkesan menghindari interaksi. Padahal yang Bayu kenal, dulu Raya tidak seperti itu, dia hanya anak kecil biasa pada umumnya, bermain masak masakan bareng anak-anak se-gang, membangun rumah rumahan bersama, pergi ke TPQ bersama dan setelah pulang dari TPQ mereka juga menonton Spongebob bersama, yah, Raya yang Bayu kenal anak yang ceria. Baru sejak kembali dari Bandung setelah lulus SMP, Bayu melihat ada yang berubah dari Raya.

Setelah keadaan kelas hampir kosong, hanya tinggal Raya, Bayu, Ardi dan tiga anak yang berkumpul di belakang kelas sedang asik push rank, Raya mulai selesai dengan kesibukannya. Ia menata buku yang berserak, memasukkan kedalam ransel dan berlalu. Bayu mengikuti Raya.

Dari kemana langkah kaki Raya Bayu berasumsi gadis itu hendak ke kantin. Kebetulan jalan kekantin melewati depan kelas X IPS 3 yang mana adalah kelasnya Wahyu jadi Bayu berinisiatif mengajak Wahyu untuk kekantin bersama.

Namun begitu hampir tiba, Wahyu merasa aneh karena pintu kelas tertutup rapat. Bayu mengernyitkan dahi, tidak biasanya ruang kelas pintunya ditutup saat istirahat, apa mungkin masih pelajaran? Tapi ini jam istirahat, seharusnya guru-pun juga beristirahat bukan mengajar.

Sedikit Bayu membuka celah jendela untuk memeriksa keadaan didalam, seketika pandangannya menyipit dan dahinya berkerut. Sangat amat jelas Bayu melihat Wahyu berkali kali di tampar, di tendang perutnya hingga tersungkur dan di injak lengan dan betisnya oleh antek-anteknya Samuel membuat Wahyu mengerang kesakitan. Dengan posisi tengkurap tak berdaya, Samuel menjambak kasar rambut Wahyu.

“Kon gak usah melete ambek kakak kelas.”

(Kamu gak usah macam-macam sama kakak kelas.)

“Cek mayak e kon, aku lo roh jaman SMP mu biyen koyok opo. Arek umbelan ae atek melu bolo e Bayu!”

(Berani banget kamu, aku ngerti jaman SMP-mu kayak gimana, bocah ingusan mending gak usah temenan sama Bayu!)

“Gak usah sok nakal kon, wes bener bener dadi arek mendengan kok yo gumbul Bayu. Opo kon melu gumbul ku ae? Bendino tak cekoki ciu.

(Gak usah sok jadi nakal, udah bener bener jadi anak baik malah temenan sama Bayu. Atau temen sama aku aja, setiap hari ku kasih ciu.)

Si Samsul bajingan! Hati Bayu merutuk. Apa-apaan ini? Memang sejak kapan Wahyu cari masalah sama Samsul? Akan tetapi diakhir kalimat Samsul menyebut namanya. Tanpa berpikir panjang Bayu paham jika maksudnya Samsul punya masalah denganya dan ingin balas dendam. Dengan caranya sendiri dia mengancam lewat Wahyu yang terkenal paling lemah. Disini sudah terlihat jelas sifat busuk Samsul, menyerang yang lemah alih alih membalas dendam perbuatanya tempo hari secara satu lawan satu. Membuat api dalam diri Bayu semakin membakar hati nurani dan akal sehatnya.

Segera Bayu menendang keras pintu hingga jebol lantas berlari dan menendang punggung Samuel hingga tersungkur, lalu melayangkan bogem mentah ke sekujur wajah Samuel. Belum sampai disana, tentu Bayu belum merasa puas jika Samuel belum terkapar tidak berdaya seperti yang Bayu lihat pada Wahyu. Bayu berdiri dan menarik paksa kerah seragam Samuel kemudian berkali kali meninju perut Samuel lantas membanting keras tubuhnya. Bayu menduduki tubuh Samuel dengan tatapan mata penuh amarah bagai kesetanan terus menghujami tinju ke wajah kakak kelasnya tersebut. “Cok! Raimu!”

“KON LEK WANI SENGGEL KARO AKU AE ASU!”

(KALO BERANI GELUT SAMA GUE AJA ANJING!)

Satu pukulan lagi di rahang kiri Samuel.

“JANCOK WANIMU AMBEK WAHYU. KENE KON LAK GAK TERIMO BALESEN AKU COK! OJO MENENG AE! BAJINGAN!”

(LO CUMA BERANI SAMA WAHYU, KALO GAK TERIMA SINI PUKUL GUE BALIK JAN DIEM AJA! BAJINGAN!)

Satu pukulan lagi yang Samuel dapatkan di rahang kanan. Bayu benar-benar seperti kerasukan bahkan dengan mudah Bayu menghalau kedua teman Samuel dan Wahyu yang mencoba melerai. Keadaan Samuel sudah sangat memprihatikan, terkapar setengah sadar, luka memar sekujur wajah hingga mengeluarkan darah yang mengalir cukup deras di sudut bibir dan hidung.

Mendengar kerusuhan terjadi di kelas X IPS 3, siswa siswi yang tadinya berlalu lalang mulai menghampiri tempat kejadian perkara, kini aksi Bayu menghajar Samuel menjadi pusat perhatian dan saksi banyak orang, mereka berkerumun membahas apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana kejadian awalnya dan lain lain, suara mereka yang membicarakan berbagai hal dengan topik yang sama terdengar seperti tawon yang berkerumun.

“Hey! Ada apa ini ribut-ribut?”

“Ikhsan! Berhenti!”

Teguran pak Haris rupanya tak Bayu hiraukan, malah semakin membabi buta hingga Pak Haris harus dibantu pak Yanto memisahkan Bayu yang semakin membabi buta dari Samuel, beliau menarik paksa kedua lengan Bayu. Membekuk Bayu seperti tahanan dan menggiringnya menuju ruang BK.

 


BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang