05. Undangan Wali Murid

134 12 1
                                    

Sebatang rokok terapit diantara telunjuk dan jari tengah lah yang menjadi teman Bayu saat ini. Tiap-tiap hisapan yang masuk seolah menjemput beban pikiran Bayu sedikit demi sedikit dan terhempas lalu terurai bersama hembusan asap yang keluar dari mulutnya. Kali ini Bayu harap, dengan merokok bisa mengsugesti otaknya agar berhenti overthinking seperti hari hari biasanya saat Bayu ada masalah.

Di absen memang ada keterangan Bayu hadir hari ini, tapi faktanya dia telah membolos setengah hari. Pagi tadi selepas check lock dan meletakkan ransel di mejanya Bayu langsung berlari ke kebun, tempat biasanya tiga serangkai menghabiskan waktu bersantai sambil menikmati teduhnya dedaunan yang tertiup semilir angin, disana Bayu hanya seorang diri. Dibalik batang pohon besar menjadi tepat ia bersandar sekaligus menyembunyikan tubuh kurusnya.

“Sekali lagi kamu terlibat kasus penyerangan, pihak sekolah akan angkat tangan, dengan kata lain kamu di drop out.”

Kalimat dari guru kesiswaan, Pak Haris, dengan suara rendahnya yang pelan namun menakutkan, kemarin hari teringang-ngiang dalam benak Bayu hingga sekarang. Kalau sampai hari ini eyang tahu, habislah Bayu. Sesuai dengan janji Bu Eli tempo hari yang akan menelpon orang tuanya jika sekali lagi Bayu berurusan dengan BK, dan yah, hal itu benar terjadi. Awalnya Bayu mengira Bu Eli hanya menakut-nakutinya, namun ternyata ini bukan main main terlebih kali ini langsung berhubungan dengan Wakasek.

Kemarin surat laporan undangan wali murid Bu Eli sodorkan, tak hanya surat beliau juga terang terangan dihadapan Bayu menelpon rumah untuk mengundang Eyang datang ke sekolah besok, yang mana besok tersebut adalah hari ini. Kemarin Bayu sengaja pulang lebih awal dari biasanya dan langsung mengurung diri dikamar dan menghindari keluarganya, Ayah, Eyang Uti dan Eyang Kakung, undangan wali murid tentu tidak akan ia serahkan.

Seketika pening menyerang kepalanya, dia menunduk mengembuskan nafas frustasi bersamaan dengan kepulan asap menguar. Samar-samar Bayu mendengar suara Ilham meneriaki namanya sembari berlari kearahnya. Bayu sedang pening, dirinya enggan berbalik menampakkan diri atau menyahuti panggilannya. “Bay! Aku dipanggil ke ruang Wakasek tau gak kamu!”

“Lah kenapa?”
“Aku di interogasi Pak Haris, nanya kamu dimana. Ada Mas mu sama Ibunya Samsul disana.”

Mas? Bayu sempat bingung, dia kan tidak punya kakak namun setelahnya, ah ya, dia paham maksud Masnya itu siapa di sini. Kalau sudah begini rasanya lebih baik Bayu mengubur diri saja. Ia melempar putung dan menginjaknya penuh emosi sambil mengumpat. Ternyata rokok sangat tidak membantunya dikala keadaan darurat seperti ini. Wajahnya ia sembunyikan diantara kedua lengannya.

“Kamu mau kabur, ta? Aku tadi bilang gak tau kamu dimana seh, kan kita gak sekelas.”

---

Kemarin pihak sekolah menelfon Ibunya untuk mengundang beliau datang ke sekolah, tidak begitu banyak informasi yang Ibunya dapat, katanya ada persoalan yang perlu dibicarakan mengenai Bayu. Selama ini Ibu yang lebih sering menghadiri undangan wali murid dari sekolah Bayu sejak SD. Jarang sekali Tara yang datang sendiri karena kesibukan kecuali undangan itu tidak bentrok dengan jadwal shifting-nya.

Begitu pulang, Tara langsung menuju ke sekolah Bayu. Dengan pakaian seadanya seperti kemeja seragam teknisinya di rangkap jaket berbahan jeans, celana kain hitam dan sepatu kerja. Diruangan dengan atmosfer tegang ini Tara hanya duduk terdiam. Jujur Tara begitu gugup saat ini, berulang kali ia melakukan latihan pernafasan untuk menetralisir degupan jantungnya yang terlalu kencang, sudah terlalu lama entah sejak kapan dia hadir sebagai wali murid anaknya. Selain itu ada yang membuatnya khawatir yakni masalah apa yang Bayu perbuat sampai menjebak Tara dalam situasi seperti ini.

Di sebelah kanan Tara ada wanita cukup berumur dengan rok span selutut dengan atasan blouse dan rambutnya terurai bergelombang yang ujungnya berwana kepirang-pirangan, beliau sedang asik berkutat dengan iPhone keluaran terbarunya, tidak ketinggalan juga riasan tipis, high heels setinggi sepuluh senti dan tas jinjing Louis Vuitton di pangkuannya, penampilannya benar benar mencerminkan Ibu-ibu berkarir yang lingkungan sosialnya berbeda dengan Ibu rumah tangga.

BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang