04

301 39 6
                                        


Beberapa hari setelah kabar berhentinya Oikawa sebagai atlet voli, Oikawa kembali ke Argentina bersama Iwaizumi. Mereka menghabiskan beberapa minggu di Argentina, sebelum akhirnya kembali ke Jepang. Mereka tinggal di Tokyo, dimana tempat yang dekat dengan tempat bekerja Iwaizumi. Ia tak ingin terlalu jauh dari Oikawa, membuatnya sedekat mungkin.

Salju sudah mulai turun, menandakan berakhirnya musim gugur. Pertanda natal telah tiba. Oikawa sendiri selama Iwaizumi bekerja, dia sering berjalan-jalan dengan Matsukawa dan Hanmaki. Terkadang ia juga mengukuti kekasihnya bekerja, atau menyaksikan pertandingan voli. Hari ini adalah adalah hari yang menyebalkan baginya. Ia terkurung. Hanamaki dan Matsukawa tidak bisa menemaninya, dia juga tak bisa mengekor kekasihnya karena salju, yang dia lakukan hanya berdiam diri dirumah seperti seorang tahanan. Hingga akhirnya sang kekasih kembali dari pekerjaannya. Iwaizumi mendapati Oikawa tengah berbaring di sofa sembari menonton siaran televisi.

Tanpa sepatah kata ia mendekati Oikawa.

"I-Iwa-chan?"Oikawa bingung.

Lalu Iwaizumi ikut berbaring dengan oikawa. Badannya direbahkan diatas badan Oikawa.

"I-Iwa-chaann, kau berat sekali, aku tidak bisa bernafas!"kata Oikawa sembari tangan kirinya memukul punggung Iwaizumi.

"Ah, maaf, hari ini sangat melelahkan,"kata Iwaizumi sembari memeluk Oikawa.

Oikawa masih memuli punggung Iwaizumi.

"Ka-kalau begitu lepaskan aku, a-aku ti-tidak bisa be-bernapas, Goblok!"kata Oikawa terbata-bata.

"Kau bau Iwa-chaaann!!"tambahnya.

Tangannya masih belum berhenti memukuli punggung kekasihnya itu.

"Kalau begitu aku mandi dulu,"kata Iwaizumi sembari mengecup kekasihnya dan beranjak meninggalkannya.

Oikawa hanya terdiam sembari membenarkan nafasnya. Wajahnya memerah sebelum akhirnya berteriak.

"Iwaaaaa-chaaaannnn!!"

Iwaizumi hanya tertawa kecil. Ia masih bersyukur masih bisa mendengar suaranya setiap hari. Bisa memeluknya kapanpun ia mau. Rasanya jika itu Oikawa, ia tak lagi membutuhkan apapun. Ia ingin terus mendekap Oikawa.

Sambil menatap Oikawa yang tertidur di sofa, waizumi menyelipkan jarinya disela-sela jari tangan kanan Oikawa.

"Kau tahu, Oikawa, jika dunia berakhir benar-benar berakhir besok, aku tak ingin melepaskanmu sedetikpun, setidaknya kita akan berakhir bersama,"kata Iwaizumi.

Lalu ia mengangkat tubuh Oikawa dan memindahkannya ke tempat yang lebih nyaman, baik untuk Iwaizumi, maupun Oikawa. Lalu menghabiskan malam dengan saling memeluk satu sama lain.

Hari yang terus beganti. Bulan pun tak luput, hingga akhirnya musim panas tiba lagi. Keadaan oikawa sendiri sudah jelas semakin memburuk. Kini ia tak dapat menggerakan maupun merasakan seluruh tangan Kanannya. Ia juga mengeluhkan kakinya yang sering terasa sakit. Namun tak begitu banyak hal yang berubah dari Oikawa. Tetap menjengkelkan, dan bertingkah seperti anak-anak. Itulah Oikawa.

"Makki, maaf aku jadi merepotkanmu terus,"kata Oikawa.

"Kalem, dari dulu 'kan kau sudah sangat merepotkan,"kata Hanamaki.

"Kau tahu aku seperti terkurung di rumah ini,"kata Oikawa.

"Oh, benarkah?"kata Hanamaki sembari memakan cemilan yang terletak di meja.

"Oh, kurasa Iwaizumi akhir-akhir ini juga sibuk sekali,"kata Hanamaki.

"Benar sekali! Iwa-chan terlalu sibuk akhir-akhir ini,"kata Oikawa.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita pergi sebentar? Cuacanya sedang bagus,"kata Hanamaki.

"Makki kau memang pengertian,"kata Oikawa sembari memeluk temannya itu.

"Kalau begitu ayo pergi!"kata Oikawa sembari menarik Hanamaki.

"Geh, biarkan aku menghabiskan makananku dulu,"kata Hanamaki.

Lama berselang, Iwaizumi yang sedang ditengah pekerjaannya dikejutkan oleh ponselnya yang tiba-tiba berdering.

"Makki?"gumamnya.

Rupanya Iwaizumi mendapat pesan dari Hanamaki. Lama ia menatap ponselnya, sebelum akhirnya ia meninggalkan pekerjaannya. Ia terlihat tergesa-gesa. Entah apa yang membuanya begitu cemas. Iwaizumi menuju sebuah rumah sakit. Berlari menyusuri lorong dan menemukan Hanamaki tengah bediri menunggu kedatangannya.

"Oh, Iwaizu-"

"Oikawa?!"belum sempat Hanamaki menyelesaikan kalimatnya. Dengan panik dan nafas yang tak beraturan ia menanyakan keberadaan Oikawa.

Hanamaki hanya mengisyaratkan agar Iwaizumu masuk keruangan yang ditunjuknya. Langsung saja tanpa ragu ia membuka pintunya, dan menemukan Oikawa tengah duduk diatas tempat tidur besi dan berpakaian khas seorang pasien di rumah sakit. Selang infus sudah terhubung dengannya.

"Oh, hai Iwa-chan,"sapa Oikawa sembari melambaikan tangannya dan tersenyum.

Lalu Iwaizumi dengan segera memeluknya.

"Oikawa,"gumamnya.

"Maaf, kau pasti berlari kesini,"kata Oikawa sembari membalas pelukan Iwaizumi dengan tangan kirinya.

Hanya nafas Iwazumi yang masih terengah-engah yang terdengar. Dan detak jantungnya yang ritmenya cukup cepat.

Orang yang tengah berdiri diluar ruangan itu menggigit bibirnya. Dan perlahan air mata mengalir. Tak tahan melihat dua sosok yang tengah menghadapi takdir mereka.

Tak lama berselang Iwaizumi keluar dari ruangan itu. Ia mendapati Makki masih duduk disana.

"Maaf merepotkanmu, Makki,"kata Iwaizumi sembari duduk di sebelahnya.

"Haahh, rasanya pagi ini aku juga mendengar kalimat yang sama keluar dari mulut Oikawa,"kata Makki.

"Aku yakin, kau punya waktu yang sangat sulit,"kata Hanamaki.

"Ah,"

"Ini berat untuk kita,"kata Hanamaki yang berusaha menahan air matanya agas tidak jatuh, namun gagal.

Begitupun Iwaizumi. Dalam diamnya, ia berusaha mati-matian menahan suaranya, meski air matanya tak terbendung lagi. Ia berusaha menahan diri agar tak tenggelam dalam kesedihannya, mengingat satu-satunya orang yang seharusnya saat ini tidak baik-baik saja malah tengah tersenyum. Kenyataan itu benar-benar sangat menyakitkan.

If the World Ends TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang