05

256 37 3
                                    


Malam itu Hanamaki pulang dengan Matsukawa. Oikawa harus menginap dirumah sakit itu guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Oikawa masih terbaring dengan rentetan kalimat yang dia ucapkan dan Iwaizumi tengah duduk disebelahnya tengah mengupas kulit jeruk dan mendengarkan ocehanya.

"Iwa-chan, apa kau menyesal menanyakan keadaanku waktu itu?"tanya Oikawa.

"Tutup mulutmu dan makan ini,"kata Iwaizumi sembari menutup mulut Oikawa dengan buah jeruk yang baru ia kupas.

"Bagaimana?"tanya Iwaizumi.

"Aku tidak terlalu suka jeruk, Iwa-chan,"kata Oikawa.

Meskipun begitu ia tetap memakannya.

"Besok kubelikan permen apel,"kata Iwaizumi.

"Geh, memangnya kau pikir aku anak kecil apa?"kata Oikawa agak kesal.

"Oh, bukannya besok kau kerja?"tanya Oikawa.

"Absen,"kata Iwaizumi.

"Ehh, bwukannya swebwentwar lagwi adwa pwer-"

"Telan dulu, bodoh!"kata Iwaizumi.

"Iwa-chan, kau tak perlu secemas itu, dunia tidak akan berakhir besok,"kata Oikawa.

Iwaizumi tahu dunia tidak akan berakhir besok. Namun ia paham bahwa dunianya tak lama lagi akan berakhir. Setidaknya ia tak ingin menyiakannya hanya untuk berkubang dalam kesedihannya.

"Kau tahu tidak lama lagi aku akan terbaring seperti mayat hidup, itu akan sangaaaatt membosankan,"kata Oikawa sembari membaringkan tubuhnya.

"Aku sama sekali tidak menyesal mengetahuinya, aku bersyukur karna mengetahuinya, dengan begitu aku bisa lebih mencintaimu,"kata Iwaizumi sembari mengecup kening Oikawa.

"Terima kasih,"kata Oikawa sambil tersenyum.

"Tidurlah!"kata Iwaizumi.

Tak lupa ia memberikan kecupan selamat malamnya tepat di bibir Oikawa. Tak ada gunanya Iwaizumi berdiam diri dan merenungi dunianya yang tak lama lagi berakhir. Ia telah memutuskan untuk mengetahui kenyataan pahit itu.

Esoknya iwaizumi menemui seorang dokter yang menangani Oikawa. Membicarakan mengenai keadaan Oikawa. Ia mendapati kenyataan lain yang tak kalah menyakitkan. Seakan meremukkan tubuhnya hingga berkeping-keping. Ia tak tahu lagi harus bereaksi seperti apa.

Keadaan Oikawa semakin memburuk tiap harinya. Beberapa bulan kemudian dia dipindahkan keruangan khusus. Yah, hanya berselang 2 bulan setelah Oikawa mengalami kelumpuhan pada kakinya, kini ia benar-benar terbaring. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah menggerakkan mata dan mulutnya, dan juga bernafas.

Tubuhnya kini lebih kurus. Lingkaran hitam kini menhiasi matanya. Beberapa hari terakhir ini Oikawa mengalami insomnia. Tak jarang dia juga mengalami panic attack. Pasti melelahkan. Baik bagi Iwaizumi maupun Oikawa.

Hari ini Oikawa lebih diam dari hari-hari biasanya. Matanya terlihat lelah. Terlihat dari balik jendela ruangan itu, salju turun secara perlahan.

"Oh, salju sudah turun,"kata Iwaizumi sambil menatap keluar jendela.

Terlihat Oikawa menggulirkan bola matanya, turut serta menyaksikan salju yang jatuh dari balik jendela.

"Iwa-chan,"kata Oikawa dengan suara yang agak pelan.

"Ada apa? Kau merasa dingin?"kata iwaizumi sambil memegang tangan Oikawa.

Oikawa mengedipkan mata beberapa kali sebelum akhirnya berbicara.

"Apa kau tidak lelah?"kata Oikawa.

"Kurasa tidak,"jawab Iwaizumi.

Oikawa terdiam. Tatapannya begitu kosong menatap lurus kedepan. Lalu ia mengedipkan matanya untuk kesekian kalinya. Menghela nafas dengan pelan. Dan akhirnya matanya menemukan Iwaizumi disampingnya. Oikawa tersenyum tipis.

"Kau boleh tidur di sebelahku,"kata Oikawa.

"Benarkah?"kata Iwaizumi sambil menyibakan rambut Oikawa dan mengecup dahinya.

"hahaha"Oikawa tertawa kecil.

Tawa itu terdengar kaku ditelinga Iwaizumi. Tak selantang seingat Iwaizumi. Hal itu membawa kembali ingatan Iwaizumi tentang sosok Oikawa yang begitu atraktif. Betapa menjengkelkannya dia kala itu. Kini sosok yang sama terlihat begitu tak berdaya, terbaring didepannya dan begitu diam.

"Bukankah sudah kubilang, ini sangat menyakitkan,"kata Oikawa.

Kali ini terdengar lebih pelan. Iwaizumi tahu tak lama lagi Oikawa akan kehilangan kemampuan berbicaranya. Memang Oikawa merasa rahangnya terasa kaku dan tenggorokannya terasa sakit ketika berbicara. Iwaizumi tak ingin membuatnya lebih menderita.

"Kau sudah cukup banyak bicara, kali ini biarkan aku yang menjadi cerewet,"kata Iwaizumi.

Oikawa mengembangkan senyum tipisnya. Ia sangat mencintai sosok yang hampir setiap saat menggenggam tangannya itu. Seakan tak mengizinkannya pergi kemanapun, pada kenyataanya ia memang tak bisa pergi kemanapun.

If the World Ends TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang