Aku Chumaira, semua orang biasa memanggilku May. Ibuku bernama saadah, ayahku bernama heri. Aku memiliki 3 saudara, kakakku naya sudah berkeluarga dan adikku raffi baru kelas 6 sd. Dan aku sendiri baru lukus smp, setelah lulus smp aku melanjutkan sekolahku di salah satu sman yang berada di kota kediri. Aku di pondokkan di sini atas keinginan orang tuaku. Katanya pemilik pondok ini dulunya adalah tetanggaku. Selain itu jarak dari rumah ke sekolahku yang jauh turut memperkuat keputusan kedua orang tuaku untuk memondokkanku disini. Nama pondok nya ar-rahman, terletak di kediri jawa timur. Di pondok ini, aku ditempatkan di gedung depan dengan jumlah santri yang paling sedikit jika dibandingkan dengan pondok gedung belakang dan pondok putra.
Hari keduaku di pondok harus diwarnai kejadian yang mengagetkan. Di pagi-pagi buta aku harus berpapasan dengan Gus kaffa yang merupakan putra ketiga dari Abah Mad dan juga Umi Nada. Gimana ngga kaget, aku teringat satu kejadian, dimana saat lebaran tahun lalu dengan pedenya aku bersalaman dengan gus kaffa layaknya aku salim dengan abah mad dan juga umi nada. Kejadian itu terjadi saat keluarga besar Abah Mad datang berkunjung ke rumahku. Pada saat itu aku berfikir tidak masalah bersalaman dengannya, karena dia lebih muda 1 tahun dariku. Kini penyesalan menghantuiku. Jarak 1 tahun diantara kami tidakklah terlihat, bahkan semua orang mengira gus kaffa sudah lulus SMA. Hal ini dikarenakan pembawaannya yang dewasa, oh iya ketampanannya jangan ditanya. Sangat tampannn dan sudah diakui oleh seluruh penjuru desa... Cielahhhhh cuma desa. Oh iya, ternyata hari ini adalah hari keberangkatan gus kaffa ke pondoknya di situbondo, entah alasan apa yang membuatnya memilih mondok di sana, padahal semua keluarganya adalah lulusan pondok pesantren lirboyo. Dan keluarganya sebenarnya sudah membujuknya agar mau mondok disana saja, tapi ya hasilnya nihil. Gus kaffa tetap kekeh untuk menimba ilmu di situbondo. Keinginan gus kaffa memang sulit untuk digoyahkan.
***
Keseharianku di sini disibukkan dengan sekolah secara daring, piket pondok, jamaah, ngaos, makan, tidur, dan ghibah tentunya. Ya begitulah rules hidup anak pondok ar rahman. Terlihat membosankan dan agak memberatkan tapi saat dijalani nikmatnya bukan main. Sebenarnya aku anaknya cuek tapi kalo ada yang lagi kumpul kadang aku ikut nimbrung, ya biar tahu tentang apa yabg terjadi di sekitar sini aja sih. Dan tentunya yang menjadi topik utama itu selalu ndalem, santri gedung belakang, dan santri putra. Ada aja yang bisa diulik, mulai dari kita yang sering dibandingkan dengan santri gedung belakang, kita santri depan yang ramenya bukan main, keluarga ndalem yang bening-bening, dan santri putra idola mereka, atau bahkan santri putra yang bikin emosi kita memuncak. Ya pembahasannya ga jauh-jauh dari itu semua. Tapi sejauh ini, aku menikmati dan kabar baiknya kedekatanku dengan masyarakat pondok ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Meskipun aku gak banyak ikut cerita karena emang gatau apa-apa tentang rumah keduaku ini dan seisinya. Kalau yang paling tahu segala hal menyangkut pondok, namanya mba khadija kalau orang sini sih mamggilnya mba Dija. Pokoknya wawasannya luarrr biasaa luass kalo menyangkut pondok pesantren ini. Bahkan santri lain sampai keheranan karena mba dija kalau ditanya pasti tahu jawabannya dan kejadiannya secara rinci. Aku oikir mba dija ini punya insting yang luar biasa kuat, terus suara dia paling menggelegar di seantero pondok, bahkan seluruh keluarga ndalem tahu tentang dia karena dia adalah pelopor rame di pondok ini. Dia juga nyeleneh banget pokoknya, receh, tapi pinter banget. Wah pokoknya kalo udah ada mba dija, pasti rame dan ga karuan. Makanya kadang mba dija diutus ndalem biar ramenya agak berkurang. Dengan mba dija pergi, keramaian akan berkurang atau bahkan jadi hening. Sebenarnya aku suka sama karakter orang kayak mba dija, karena ga muluk-muluk, ga jaim dan selalu tampil apa adanya. Terus ada satu fakta tentang mba dija yang paling aneh. Pokoknya anak sini kalo udah ngobrol sama mba dija bisa sampe jam 2 atau bahkan jam 3 pagi. Sampai-sampai sering disinggung kalau lagi kumpul rutin. Kalo ngomongin mba dija, ga akan ada habisnya.
***
Banyak yang tidak tahu ada sosok santri putri bernama May di pondok ini. Ya itu karena aku anaknya bodo amat dan jarang bergaul sehingga tidak dikenal di sekitar masyarakat dan terutama di kalangan santri pondok ini. Tapi kalau di kalangan ndalem, jangan ditanya..... Semuanya kenal aku, karena aku adalah tetangga dari abah Mad. Bahkan kedatanganku di pondok ini diantar langsung oleh Bu Nah, ibunda dari abah Mad yang merupakan kyaiku di sini. Aku diantar beliau bukan tanpa alasan, hal ini karena Bu Nah sekalian ingin menjenguk anak laki-lakinya. Aku juga diberi kebebasan untuk memilih kamar mana yang akan aku tempati. Umi Nada yang merupakan istri dari Abah Mad juga sangat baik dalam menerima kehadiranku di pondok ini. Banyak yang tidak suka dengan berbagai keistimewaan yang aku dapat. Ah tapi untungnya aku bodo amat, jadi ya biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu.
Hari ini adalah hari ke seratus aku mondok di pesantren yang jauh dari peradaban. Rasanya menyenangkan bisa kenal banyak orang dan berteman dengan mereka. Sebenarnya di pondok ini santrinya gak banyak - banyak amat sih, hanya sekitar 20 orang santri putri yang mukim di pondok depan, 25 santri putri mukim di pondok belakang, dan 24 santri putra. Tidak ada yang sangat istimewa selama aku mondok di sini, mungkin hanya sebagian saja yang membuatku bahagia. Tapi tidak ada hal yang juga membuatku terlalu bersedih hati, pada intinya "biasa-biasa saja" terlebih bagi orang yang cenderung menerima seperti aku.
Yang banyak dikenal itu seperti mba Arnia yang notabene santri kepercayaan pesantren ar rahman gedung belakang. Ia begitu bersinar jika dibanding santri putri lainnya, hal ini karena ia dekat dengan ndalem dan sering wara-wiri diutus abah, ibuk, serta keluarga ndalem lainnya. Aku memanggil mba nia karena memang aku terpaut 2 tahun dibawahnya. Para santri mengenalnya sebagai sosok yang penuh ta'dzim dan senantiasa bersikap mulia dan seakan tanpa cela. Banyak yang mengakui kecekatannya dalam mengurus berbagai hal. Mba nia jarang tersenyum karena ia lebih banyak menunduk dan sangat menjaga marwahnya. Santri disini takut dengan raut wajah mba nia yang dinilai judes. Ia sebenarnya begitu manis dengan gigi gingsul, mata tajam, dan kulit sawo matang khas masyarakat jawa. Namun ternyata tatapan tajam dari matanya tidak bisa berbohong, dan membuat banyak orang ketakutan, termasuk aku. Santri disini banyak yang berspekulasi bahwa mba nia ini mudah marah jika ada kesalahan apalagi kalau menyangkut ndalem dan juga pondok. Karena hal itu, namanya begitu terkenal disini, tanyakan saja pada siapapun di pondok belakang, depan, atau bahkan pondok putra. Pasti semuanya tahu siapa itu mba Nia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Sempurna dan Seutuhnya
EspiritualPerjalanan kisah cinta penuh kerumitan yang menjerat 5 nama dengan background yang berbeda-beda. Arnia, seorang wanita tangguh, mudah bergaul serta dikenal sebagai perempuan penuh keta'dziman. Chumaira, seorang perempuan penuh kelembutan serta kecan...