Shobri: 'Belajar'

16 3 0
                                    


Shobri melepas jas almamater, melemparnya ke ranjang, langsung tidur di atasnya. Kadang Shobri agak kesulitan untuk tidur di ranjangnya. Apalagi kalau kakinya masih keluar ranjang.

Memang, ranjang rumah tahu panjang badan Shobri. 

"Panjang ranjang ini 175,04 sentimeter." gumam Shobri. "Daniel aja muat,kok."

"KAPAN GITU ADA YANG MAU TOLERIR BADAN GUE YANG UDAH OVER 180 SENTI SEJAK ESEMPE? NANGIS" 

Andai ranjang Shobri diberi selambu putih , hampir tidak ada bedanya dengan ranjang mayat dengan ujung kaki yang mampang. 

Shobri mengambil buku paket Kimia kelas X bekas Dena. Membacanya dengan seksama, selagi matanya dengan cekatan memberi visi yang hanya bisa diserap Shobri pribadi.

"Ealah, Birin. Minta otak ama mata lu, dong." cerocos Felix yang juga menjadi kawan sebelah ranjang Shobri. Shobri malah diam. Sudah fokus jangan diganggu. "Udah,mainin aja hape lu, Lix."

Alangkah bangganya memang Shobri mempunyai kelebihan yang tidak bisa semua orang miliki. Ingatan fotografis, begitu kata orang. Tapi Shobri mengelak. Ia masih perlu melihatnya berkali-kali agar mengerti dari pola-pola sepele yang terdapat dalam topik tersebut. Ia bangga karena ia tidak perlu ribet buka ponsel atau berpikir keras dengan buku untuk mencari jawaban tugas sekolah. Mata yang akan scan dari buku. 

"Ealah, Birin. Belom masuk pelajaran biasa, udah sapu Hukum Dasar Kimia." Terdengar suara Ichan, langsung menghadapkan badannya ke Shobri. "Mending tidur."

Shobri masabodo dengan itu semua. "Nggak papa, lo ,Chan. Buat SNM ntar."

"Ambis dari detik pertama." cerocos Felix.

"Biarin. Maklum semester satu belom mulai."

"Ya, justru itu, Birin. Tidurlah sebelum spaneng menyerang."

Shobri kembali fokus ke bukunya. "Lo dua bikin gue gagal scan."

Tidak, bukan itu yang ia inginkan. Ini merupakan wujud eskapisme bahwa Shobri besok harus memenuhi panggilan Arju ke kotak guru, pengawas uji matrikulasi tadi pagi. Arju membuat perjanjian itu dengan wajah yang menurut Shobri tidak enak. Salah apa Shobri tadi? Kalo masalah penggunaan "gadget" mata, ia yakin bahwa tidak ada orang lain yang tahu kemampuannya, kecuali teman-temannya dan Dena.  


Apa Pak Arju juga tahu?






Magic and SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang