Prolog

29 4 0
                                    

Sore hari, di sebuah lapangan rumput.

Empat anak berkumpul di bawah pohon, bernyanyi dan tertawa bersama. Salah satunya bermain ukulele.

Satu anak duduk di sisi lain batang pohon, membaca buku 20.000 Mil di Bawah Laut karya Jules Verne. Serius dan fokus. 

"Weh, kamu napa si, sendirian terus? Obi?" Salah satu dari empat anak itu bertanya kepada si sendiri.

"Nggak papa. Lagi pengen lanjutin novel."

"Non, ayo, bareng, dong!" Ia menarik tangan si pembaca. "Nggak kompak dong, ntar." 

"Eek! Novelku!"

"Ntar aku ambil, Obi."

Obi hanya menuruti teman yang menariknya itu. Tenaganya terlalu besar untuk tubuh Obi yang ringkih. "Tanggung jawab. Bawain novel Obi." ketus Obi. Lelaki yang menarik tangan Oby mengambil novel yang Oby baca tadi. "Makasih, Terter."

Terter malah tersenyum lebar yang ditanggapi Obi dengan wajah kusut. Ia kembali fokus membaca. Si pembawa ukulele mulai lagi memainkan ukulelenya. 

Saat itu juga, muncul seorang remaja laki-laki berbadan tinggi-kemungkinan tingginya lebih dari 180 sentimeter, berjalan menuju lima bocah seumuran kelas tiga SD itu. Ia mengenakan crop top berwarna pink dan rambutnya yang pink gulali menutupi tengkuk. Laki-laki 'dewasa' berbaju pink???

"Udah aku duga. Ada degem-degem rupanya." Lima anak itu hanya mengerenyitkan dahi. "Boleh aku ikut duduk bareng kalian?" Si pemain ukulele mengangguk pelan. "Udah, lanjutin aja ukulele kamu." Dengan pedenya, si pemain ukulele lanjut nggenjreng badan mungil itu.

Beberapa saat kemudian, pemuda pinky itu berpamitan kepada lima anak itu dengan buru-buru. Kelima anak itu bingung, termasuk Obi. Saat itu juga, ada pemuda bongsor berambut biru agak kusut. Ia memegang busur dan quiver di pundak.

"Kamu lihat temenku, nggak? Yang kaos pink."

"Oh, Barusan pergi! ke arah sana!" seru Terter. sambil menunjuk ke arah mana pemuda pinky itu berlari.

"Makasih." Pemuda bongsor itu mengikuti petunjuk Terter. BAAM! Beriringan dengan ledakan itu, tanah bergetar. Dari pepohonan muncul lima ekor cahaya putih yang bergerak maju dan berputar. Tiap ekor menumbuk keras dada satu anak. Kesemuanya tak sadarkan diri. 

The sun went down. Obi terbangun paling awal. Ditangannya tidak hanya novel, tapi juga busur anak panah, quiver, pelindung pergelangan-yang terlihat biru pudar. Namun perlengkapan memanah itu kenyataan semu, tidak senyata buku novel terjemahan bahasa Prancis yang Obi baca. Obi membangunkan satu per satu temannya. Ternyata tergeletak banyak barang-barang magis yang berwujud sama seperti perlengkapan memanah Obi. Pedang serupa katana, buku tebal, tongkat yang menyerupai Thyrsus milik Dewa Anggur. 

Magic and SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang