Chapter 20 ; Winter Breeze

579 110 12
                                    

Yeonjun menggigit bibir bawahnya pelan kala mendengar bariton rendah itu menyapanya. Susah payah menahan beribu rasa yang tercampur menjadi satu dan hanya bisa diekspresikan dengan air mata yang tentu tak akan pernah bisa terlihat oleh pemuda yang menjadi sumber utama air matanya.

"A-aku—" belum sempat Yeonjun menjawab, tangannya merasakan seseorang tengah mengambil ponselnya dan memutus sambungannya. Sosok itu menatap Yeonjun dengan besit sedih dan bertanya. Surai hitam itu kemudian menggeleng pelan sambil berdiri dan memeluknya erat.

"Kau hanya diminta untuk membujuknya kan...? tidak mengobrol dengannya?" Yeonjun mengangguk ribut masih dengan memeluk yang lebih tinggi erat. Lengannya yang ringan ia bawa melingkar pada lelaki jangkung didepannya saat ini.

"Katakan padaku, kalian tidak saling mengatakan rindu satu sama lain kan?" manik kecoklatan gelap itu menatap Yeonjun menunggu dengan cemas berharap bahwa Yeonjun akan mengangguk.

Surai hitam itu terdiam lalu mengangguk patah. Bohong jika ia tidak merindukan pemilik suara rendah yang barusan berbicara dengannya itu.

"Tidak hyung– serius, aku hanya membujuknya kok!" Pemuda bersurai hitam itu mengacungkan jari kelingkingnya pada pemuda yang lebih tinggi kemudian melingkarkan kedua kelingking mereka dan tertawa kecil.

Yeonjun, ia bahkan berusaha keras untuk menelan semua yang pernah terjadi antara ia dan Soobin dahulu. Berusaha keras melupakan semuanya agar ia bisa tetap melangkah tanpa adanya hal yang menyakitinya lagi. Baginya saat ini, yang terpenting adalah ia bisa menikmati kehidupannya sebagai salah satu manusia normal. Menikmati sisa abad dari hidupnya bersama dengan orang orang yang ia kasihi.

"Hyung kenapa bisa ada disini?", yang lebih tua mengangkat kedua bahunya lalu mencubit pipi tembam itu pelan.

"Aku merindukan pacarku, apalagi ini weekend seharusnya dihabiskan bersama pasangan kan?", Yeonjun merasakan hangat menjalar di wajahnya. Pipinya memerah merona mendengar penuturan yang lebih tua sebelum ia berjinjit dan mengecup kening yang lebih tua.

"Taehyung hyung memang pandai beradu rayu ya" tawa Yeonjun pelan sembari menerima kecupan di keningnya.

Yang menciumnya saat ini adalah orang lain, namun hati kecilnya masih menaruh harap pada sosok disebrang sana.

***

Soobin terdiam melihat layar ponsel yang kembali pada menu awal. Sambungan itu terputus sepihak. Dan ia bahkan mendengar suara orang lain bersama Yeonjun disana.

Apakah Yeonjun sudah benar-benar melupakannya...?

Tubuh tinggi itu terdiam lalu mendudukkan dirinya diatas kasur kamarnya.

Pukul 8 malam. Ia sudah menyelesaikan semuanya, mengirim Minju kembali ke rumahnya dan memotong seluruh koneksi yang ada pada Minju dengannya. Membungkam mulutnya dengan ancaman kematian dan siksaan serta hidup yang sengsara bila membuka mulut.

Soobin mengerang pelan. Bisa-bisanya ia merasakan terusik yang teramat sangat hanya karena mendengar suara Yeonjun yang mendayu pelan di telinganya barusan. Yeonjun tak pernah berubah, selalu dengan suara pelan dan hampir mencicit sehingga Soobin harus menaruh seluruh atensi dan fokusnya pada Yeonjun. Bahkan dari sini, Soobin bisa membayangkan tatapan mata dari Yeonjun ketika mencicit padanya, bagaimana Yeonjun menggulung ujung bajunya beberapa kali hanya untuk menemaninya berbicara dengan Soobin perkara satu atau dua hal yang mengusiknya atau bahkan sekedar meminta padanya.

Yeonjun kecil.
Seperti strawberry.

Helaan nafas terdengar lelah dan putus asa. Sudah beberapa lama Soobin hidup didalam rasa rindu yang menggerogotinya. Rasa dimana ia benar benar tak mampu untuk membiarkan waktu senggang menemuinya. Semuanya terasa berat.

ProbablyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang