janji

333 75 3
                                    

(Name) sedikit mengintip. Hari ini beda, Hitoka tidak menangis. Gadis itu tampak asyik menulis di atas lembaran buku bersampul kuning. (Name) ingin masuk, tapi ia merasa segan. Sampai akhirnya Hitoka menyadari keberadaan nya disana.

"(Name)-chan? Masuklah!"

(Name) membuka pintu kamar dengan perlahan. Menatap wajah Hitoka yang sedang tersenyum.

"Maaf kalau aku mengganggu waktu istirahat mu," tukas (Name) membuat Hitoka terkekeh geli.

"Ahahaha, apa yang kau bicarakan? Aku sama sekali tidak terganggu kok. Oh, jangan berdiri saja, ayo duduk disini!" Hitoka menunjuk kursi plastik yang berada dekat dengan kasur.

(Name) menuruti ucapan teman barunya itu. Ia mendudukkan diri di atas kursi. Lalu menatap buku yang sedang ditulisi Hitoka.

"Sedang menulis buku harian?" Tanya (Name).

"Begitulah!" Sahut Hitoka sambil menutup bukunya. Mungkin ia sudah selesai menulis. Ia juga menyimpan pulpen nya ke dalam dompet tempat menyimpan alat tulis.

"Aku juga sering menulis buku harian," ungkap (Name).

"Wahh, sama dong! Menulis itu menyenangkan bukan?" Hitoka tersenyum manis.

"Uun," angguk (Name) menyetujui ucapan Hitoka itu.

(Name) memainkan jarinya. Kebiasaan lama, ia biasa seperti itu jika sedang merasa gugup atau canggung. Ada 1 hal yang ingin ia tanyakan. Tapi ia ragu apakah hal itu sopan atau tidak.

"Etto, Hitoka-chan, apa aku boleh bertanya?"

"Hee, tanya saja! Kenapa harus pakai izin segala?"

"A-aku takut menyinggung perasaan mu,"

Hitoka tersenyum lembut mendengar ucapan (Name).

"Soal penyakit ku ya?" Tanyanya.

(Name) tersentak, memang hal itu yang ingin ia tanyakan.

"Aku sama sekali tidak keberatan kok menceritakan penyakit ku. Tapi kau harus janji satu hal," ujar Hitoka sambil mengulurkan jari kelingking nya.

"Janji?" Bingung (Name).

"Iya, berjanjilah kau tidak akan mengasihaniku karena penyakit yang ku derita," tukas Hitoka membuat (Name) tertegun beberapa saat. (Name) menautkan jari kelingking nya pada jari kelingking Hitoka.

"Janji,"

Hitoka terkekeh, lalu melepaskan tautan jari mereka. Ia menatap ke luar jendela, cuaca hari ini cukup panas. Untung saja ruangan Hitoka dilengkapi pendingin ruangan.

"Neuroblastoma, kanker syaraf," lirih Hitoka.

Manik (e/c) milik (Name) membulat kaget. Hal ini benar-benar di luar perkiraan nya. Ia tak menyangka penyakit Hitoka akan se mengerikan itu. Lagipula, Hitoka tidak terlihat seperti orang yang menderita kanker.

"Kau serius?" Tanya (Name) dengan suara bergetar.

"Apa wajah ku terlihat tidak serius?" Hitoka tersenyum.

(Name) menutup mulutnya menggunakan kedua tangan. Setahunya kanker itu sangat sukar untuk disembuhkan. Selain itu, kenapa penyakit itu harus menggerogoti gadis tak berdosa seperti Hitoka?

"Kau takut padaku?" Tanya Hitoka.

(Name) menggeleng cepat.

"Apa maksud pertanyaan mu itu? Baka, aku tidak takut," desis (Name).

"Yah, siapa tahu kau takut tertular kan? Walau sebenarnya penyakit ini tidak bisa menular," kekeh Hitoka.

(Name) mengerutkan kening, apa yang lucu?

"Kanker ku ini, sudah stadium 3. Untung saja belum stadium 4 ya. Biasanya kanker ini menyerang anak-anak, tapi kasus ku terbilang istimewa. Karena sel kanker ku baru mengganas ketika sudah menginjak usia remaja," cerita Hitoka.

(Name) tertegun mendengar cerita Hitoka. Hatinya ikut sakit mendengar penjelasan soal penyakit itu. Stadium 3, itu artinya sel kankernya--

Sudah berkembang pesat.

Setitik air mata menggenang di ujung mata kiri (Name). Mengalir melewati pipi, terhenti sebentar di dagu lalu menetes membasahi rok nya. Hitoka menoleh ke arah (Name), wajahnya terlihat kaget melihat (Name) menangis.

"K-kenapa menangis (Name)-chan? Apakah ada yang sakit?" Tanya Hitoka cemas.

Air mata (Name) semakin menderas. Apa-apaan pertanyaan itu? Memangnya siapa yang sakit sekarang? Kenapa Hitoka malah mencemaskan keadaan nya? (Name) tidak habis pikir.

"Baka, kau kira siapa yang sedang sakit sekarang?" Lirih (Name) sambil menghapus air matanya.

"E-eh yahh, makanya, aku yang sakit saja tidak menangis. Kenapa malah kau yang menangis? Bukan kah sudah kubilang jangan mengasihaniku?"

(Name) tanpa ragu memeluk Hitoka. Ia menyadari Hitoka telah banyak berjuang. Walaupun tidak pernah ditunjukkan, (Name) yakin Hitoka pasti merasa sangat kesakitan. (Name) yakin Hitoka pasti merasa takut. Ketika memeluk Hitoka, ia merasakan hal itu. Ia merasakan Hitoka sedang dalam keadaan yang tidak baik.

Dia kesepian.

"(N-Name)-chan?" Panggil Hitoka. Ia kaget ketika (Name) tiba-tiba saja memeluk nya.

(Name) melepas pelukannya, lalu memegang bahu Hitoka. Ia menatap Hitoka dengan serius.

"Nee Hitoka-chan, berjanjilah kepadaku, kau pasti akan sembuh. Kau akan berjuang sekeras mungkin untuk melawan penyakit ini. Kau akan sembuh, dan sekolah seperti biasa lagi. Janji kan?" Ucap (Name).

Hitoka terdiam tak menjawab. Ia menatap mata (Name) dalam. Lalu tertegun.

Ia tak melihat pandangan kasihan di sana.

Hal itu membuat air mata nya menetes, ia dengan segera menghapus nya lalu tersenyum hangat.

"Aku janji,"

𝐬𝐮𝐦𝐦𝐞𝐫 ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang