III. Flora: Elysium

232 49 3
                                    

...

"Dan kumohon-Ya Tuhan, Naoya Zenin, berhenti menggangguku! Aku sedang berdoa!" katamu, berusaha menghindari kelakuan Naoya Zenin yang tidak berubah juga walau sedang berada di rumah Tuhan untuk beribadah. Ia memasang senyum usil dan terus memandangimu sampai kau merasa salah tingkah.

"Grr, Naoya Zenin, apa yang kau inginkan dariku?" ucapmu, beranjak dari tempat duduk dan keluar dari gereja tersebut. Kalian sekarang sedang berjalan bersama menyusuri taman sementara Zenin masih dengan senyum jahilnya.

"Bunga sakuranya indah, ya?"

Kau mengernyit. "Apa itu cara Jepang mengucapkan 'bulannya malam ini indah, ya' yang baru?"

"Karena kau sudah terlalu bosan dengan yang itu, aku ganti menggunakan bunga sakura."

Kau berdecak. "Ck. Tidak berguna."

Naoya Zenin tertawa. Laki-laki itu bisa menjadi baik luar biasa apabila ada di sekitarmu, dan sifat misoginisnya yang jelek akan hilang begitu saja. Kau tidak habis pikir. Tapi, kau coba meneliti, ternyata pria Zenin itu sedang jatuh cinta, padamu. Ya, padamu. Siapa sangka Zenin yang seksis tidak tertolong itu mampu merasakan suka pada seorang wanita?

"Kapan bayinya lahir?"

"Entahlah, kenapa bertanya padaku?"

Alis Zenin mengkerut. "Aku-sepertinya aku tidak mengerti. Kau sedang mengandung bayi, 'kan?"

"Ya, tentu saja, maksudku-lihat perutku." Kau mengangkat kedua bahu terhadap pertanyaannya, menunjukkan besar perutmu padanya.

"Lalu-kenapa kau berkata tidak tahu?"

Kau memutar kedua bola matamu jengah. "Aku malas menghitung. Makin dekat aku dengan kelahiran bayi ini, makin dekat pula aku dengan kenyataan aku tidak akan bisa lepas dari si Brengsek Satoru untuk selamanya kecuali-garis-miring-sampai aku mati."

"Itu ... mengerikan."

Kau mengajukan protes terhadap responnya. "Oke, dan, lalu? Kau yang cuma mendengarkan saja berkata itu mengerikan, apalagi aku yang mengalami sendiri."

"Sejak kapan kau jadi cerewet begini?"

Kau mengerucutkan bibir. "Kenapa? Aku mengganggumu? Seharusnya kau yang pergi karena kau yang sedari tadi menggangguku saat sedang berdoa kepada Tuhan. Aku bahkan ragu apa kau merasa berdosa karena itu. Kau, 'kan, tidak percaya Tuhan."

"Oke-oke, santai. Ini bukanlah masalah serius. Apa semua ibu hamil memang begini?" Zenin mencoba menetralkan kau yang entah sejak kapan merasa emosi.

"Memang begini bagaimana maksudnya?" Kau membalas dengan sewot-dan cepat, mampu membuat Zenin kehilangan kata-kata. "Kau harus minta maaf padaku sebab membuatku merasakan perasaan yang tidak seharusnya dirasakan oleh ibu hamil."

"Kata-katamu rumit sekali? Menyuruh meminta maaf tidak perlu serumit itu."

"Ya Tuhan, Naoya Zenin, kenapa kau sangat menyebalkan?!"

Zenin tersentak, tapi kemudian merasakan sedikit perasaan geli seperti kupu-kupu bertebaran dalam perutnya. Itu tidak mungkin, mana ada kupu-kupu di perutku. "Aku memang dilahirkan seperti ini, Tuan Putri," ucapnya menggodamu.

Kau mengibaskan rambutmu, berlagak sok keren. "Tuan Putri-mu ini sudah akan punya putri lagi, lho. Apa kau tidak keberatan dengan itu?"

"Mengapa aku harus keberatan?" Naoya tersenyum.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

Kau terkejut setengah mati hingga kau hampir terjungkal ke belakang oleh kakimu yang tersandung satu sama lain, andai saja Zenin tidak dengan sigap memegang bahumu dan menahanmu agar tidak terjatuh. Tubuhmu bergetar, tapi kau berusaha terlihat tenang supaya Gojo tidak merasa telah mengintimidasimu untuk tadi.

Hanami. ✓ 𝐒𝐀𝐓𝐎𝐑𝐔 𝐆𝐎𝐉𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang