Bab 2 - Aethonon (Kuda Bersayap)

3 1 0
                                    


Setelah penentuan ketua, masing-masing ketua kontingen diberi instruksi oleh Miss Sandrina untuk mengambil gelang khusus agar pihak sekolah bisa memonitoring mereka. Bukan hanya itu, mereka juga mengganti seragamnya dengan pakaian khusus berwarna serba hitam.

Keenam kontingen kemudian bergegas menuju kandang satwa gaib untuk berlatih dengan tunggangan masing-masing sebelum keberangkatan. Di Sekolah Sihir Beauxbatons, seluruh murid sudah diajari mengendalikan semua satwa gaib sejak tingkat satu. Jadi, kali ini hanya tinggal menyesuaikan diri dengan tunggangan masing-masing.

Gadis berkulit putih dengan rambut hitam sepunggung itu berjalan ke arah kuda bersayap secara perlahan. Dia mencoba mendekati aethonon yang tengah memakan jerami. Tangan lentiknya bergerak pada surai aethonon. Namun, kuda itu mendengus dan menjauhkan kepalanya. "Tak apa, aku hanya ingin membantumu."

Felice mengambil jerami dan memberi makan kuda bersayap itu. Meskipun ragu, aethonon tetap memakannya. Felice langsung mengelus surai aethonon dan ia tampak tidak menolak seperti sebelumnya. Setelah satwa gaib itu selesai memakan jerami, Felice membawanya keluar kandang.

Keduanya berjalan beriringan ke arah tempat pelatihan. Di sana, Sean, Alice, dan Virgo juga tampak sudah membawa kuda mereka. Sepertinya hal itu tidak menyulitkan sama sekali.

"Apa kamu sudah siap? Bolehkah aku naik?" Sang kuda mendengus. Felice tersenyum dan menaiki tubuh tinggi aethonon.

Felice mengembuskan napas pelan ketika aethonon mulai berjalan. "Aku gugup."

Kecepatan langkah aethonon mulai bertambah dan ia mulai mengepakkan kedua sayapnya. Kini, mereka sudah berada di atas tanah. "Wow, ini sangat menakjubkan!"

Melihat Felice tidak mengalami kesulitan, Alice dan Virgo segera menyusul. Sama dengan Felice sebelumnya, mereka berdua juga bisa mengendalikan aethonon dengan mudah.

Menyisakan Sean yang masih belum bergerak selama beberapa menit ini. Sang kuda masih asyik memakan rumput.

"Hei, Kuda? Mereka sudah terbang, kenapa kamu masih saja makan? Oh, ayolah ... aku juga ingin memamerkannya pada mereka." Sang kuda tidak merespons. Membuat Sean sebal. Akhirnya, dengan paksa Sean menunggangi aethonon.

"Cepat terbang. Simsalabim ... abrakadabra!" Tingkah konyol Sean mengucapkan mantra seperti seorang pesulap membuat seseorang mentertawakannya. Sean hafal betul suara itu. Sekarang dia benar-benar akan dipermalukan!

"Kamu lebih cocok kembali ke tingkat satu, Sean!" ledek Felice. Gadis berpipi tirus itu terlihat sangat bahagia bisa mempermalukan Sean yang notabenenya adalah teman berkelahi. Tentu bukan karena musuh atau saingan, tetapi karena Sean sering menjahili dirinya.

Ketiganya kini sudah kembali ke tanah. Sementara Sean belum melakukan apa-apa. Perkataan Felice tadi sontak membuat gelak tawa dari kedua temannya. Sean masih terpaku dengan raut cemberut.

Sean kemudian membungkuk sedikit. "Ayolah! Kita harus segera terbang atau aku akan diejek habis-habisan oleh mereka semua!" bujuk Sean, berbisik.

"Payah!" Felice lagi-lagi terbahak. Kali ini dia berhasil menang dari si Tukang Onar, Sean.
"Tunjukkan pada Felice kalau kamu bisa, Sean! Bagaimana kamu bisa mendapatkan hatinya jika mendapatkan hati kuda saja tidak bisa!" Itu suara Alice. Gadis berambut bergelombang itu menyengir lebar.

Felice berdecak. "Apa? Apa yang kamu bilang? Aku disamakan dengan kuda?!" protes Felice tak terima. Kedua matanya memelotot tajam.

"Ah, kenapa kamu harus marah begitu? Memangnya kamu mau bersanding dengan Sean?" Sepertinya Alice sedang tidak mau mengalah. Toh, dirinya juga merasa benar.

Namun, hal itu justru membuat bendera perang berkibar antara Felice dan Alice. Felice tampak terpancing dan Alice langsung meneguk ludah kasar. Masalah besar jika membuat perempuan berzodiak aries di depannya itu mengamuk.

"Dasar bocah!" Virgo menengahi sebelum keduanya semakin bertindak jauh. Bukan apa-apa, seharusnya sekarang mereka ini berlatih, bukan malah berdebat dengan hal tidak penting seperti ini. Membuang waktu saja.

Saat Virgo sedang mencoba melerai kedua gadis itu, Sean ternyata sudah dibawa lari oleh aethonon. "Astaga, kenapa ini? Aku menyuruhmu terbang. Bukan berlari, Bodoh!" pekik Sean setengah panik.

Seolah tahu Sean terus menyalahkannya, kuda itu semakin menjadi saja. Ia berlari sekencang mungkin sampai membuat Sean mabuk. Terakhir, kuda itu menjatuhkan Sean hingga laki-laki berambut gondrong itu terpental ke lumpur.

Semua kontingen yang tengah berlatih bersama tunggangannya terbahak melihat hal itu. Ketiga teman Sean yang tengah sibuk berdebat pun menjadi sadar temannya lagi-lagi membuat onar. Bersamaan mereka menepuk jidat.

"Sean ini sungguh memalukan! Bisa-bisanya aku sekelompok dengan orang gila seperti dia!" Felice berjalan ke arah Sean untuk membantu. Pasti dia akan memarahi tukang onar itu seperti ibu-ibu.

"Aku akan memecatmu sebagai teman, Sean." Wajah Alice tampak datar, tetapi dia berlari mengikuti langkah Felice.

Sementara Virgo tetap berdiri di sana. Sambil bersedekap, dia memandangi ketiga temannya itu. "Ini akan merepotkan."

***

Pierre Clairre; Batu CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang