Bab 7 - Mencari Petunjuk Awal

1 1 0
                                    

"Temukan lampu berjumlah banyak. Cahayanya redup, tetapi mampu menerangi banyak penjuru. Itulah petunjuk pertama."

Felice membaca isi kertas yang diberikan oleh kakek tadi, lalu menatap satu per satu ketiga temannya.

"Artinya apa, Fel?" tanya Alice. Mereka sekarang masih berada di kamarnya Felice dan Alice. Untuk mendiskusikan perihal rencana menemukan petunjuk pertama.

Di luar sana udara dingin menusuk kulit, bak dirajam jarum-jarum kecil tak kentara.

Untungnya, pakaian hitam-hitam dari sekolah yang mereka kenakan memiliki sihir mengeringkan lebih cepat, sehingga sangat membantu.

Felice menggeleng, ia tidak tahu arti dari tulisan tersebut.

"Tak apa, Felice. Sebaiknya sekarang kita istirahat dulu, waktu semakin beranjak gelap. Besok kita akan memikirkannya lagi." Virgo tersenyum. Memberi ketenangan kepada teman-temannya.

Mereka mengangguk hampir serempak, termasuk Sean. Kali ini, pemuda berambut berantakan itu tidak banyak membantah atau mengolok-olok pemikiran orang lain.

Virgo dan Sean akhirnya kembali ke kamar mereka. Berharap hari esok dapat memecahkan arti dari kertas yang masih dipegang oleh Felice. Pembicaraan buntu, tanpa ada inti kalimat untuk melanjutkan perjalanan besok.

***

Waktu semalam terasa singkat. Kini, sudah pagi saja. Bias-bias cahaya masuk melalui celah ventilasi di rumah kakek semalam. Entah siapa namanya.

"Selamat pagi, Semua. Mari duduk dan kita makan bersama," sapa kakek itu. Intonasi suaranya cenderung bersahabat dari sebelumnya. Meski tanpa senyum, sapaan itu jelas lebih baik.

Felice, Alice, Sean, dan Virgo menurut. Setelah membersihkan diri, mereka langsung menuju meja makan. Duduk di atas bangku kayu berukiran rumit yang mengambang satu sentimeter di atas lantai. Pastinya kursi di sini telah diberi sihir agar bisa melayangkan benda. Semacam teknik kinetik.

Kakek membawakan sarapan berupa roti dan selai kacang, juga empat gelas teh hangat yang dicampur madu.

"Terima kasih, Kakek." Alice tersenyum. Dibalas anggukan.

Mereka duduk di satu meja. Alice berhadapan dengan Sean, Felice berhadapan dengan Virgo, dan kakek di bagian paling ujung yang hanya terdapat satu kursi.

"Namaku Dravogan Marta. Kalian bisa memanggilku Kakek Drav. Maaf bila semalam kita tidak banyak bercakap, juga maafkan atas sikap buruk kakek tua ini," ujar Drav--kakek pemilik rumah.

Felice balas memperkenalkan diri. Menyebut nama mereka. Serta, menceritakan perihal tujuan mereka masuk hutan belantara.
Sean rupanya tidak turut mendengar percakapan. Asyik saja dirinya melahap satu per satu roti berselai kacang.

Virgo menyikutnya. "Sopan sedikit di rumah orang," katanya.

Sean mendelik, tetapi tidak membalas.
"Apakah kalian sudah membaca isi kertas yang kuberikan semalam, Nak?" tanya Kakek Drav di sela kunyahannya. Memandang Felice.

Alice dan Felice mengangguk.

"Isinya apa?"

"Tulisan mengenai petunjuk pertama. Kami belum bisa memecahkannya, tetapi kami akan berusaha semaksimal mungkin sebelum kontingen lain lebih dulu menemukan tempat itu," kata Felice. Sebenarnya, ia tidak seyakin perkataannya barusan.

"Bagus, Nak. Setidaknya berpikir optimis dan positif dapat menjadikan kalian lebih bersemangat menemukan petunjuk pertama."

Kakek Drav mengusap mulutnya dengan sapu tangan terbang. Maksudnya, sapu tangan itu datang sendiri saat jemari Kakek Drav digerakkan ke udara.

Mereka sudah selesai makan. Selepas itu tidak ada pembicaraan apa-apa lagi. Keempatnya membereskan barang-barang dan dimasukkan ke ransel masing-masing.

Kakek Drav juga memberi makan aethonon dengan rumput segar yang ada di belakang rumah besarnya. Hewan tunggangan tersenyum berkali-kali mengepakkan sayap pertanda senang.

"Bekal untuk kalian." Kakek Drav menyerahkan kantong berisi makanan yang dibutuhkan oleh kontingen Felice.

"Terima kasih. Senang berjumpa denganmu, Kakek Drav."

Mereka berpamitan. Kemudian, mengeluarkan aethonon dari kandang. Bersiap berangkat dari pekarangan luas.

***

Dua jam berselang. Sekarang pukul 08.00--dilihat dari posisi matahari, sebab keempatnya meninggalkan kediaman Kakek Drav sejak jam enam pagi. Sejauh ini tidak ada hambatan. Mereka terus ke utara. Lurus mengikuti pegunungan yang semakin rimbun oleh pepohonan tinggi dan berdaun lebat.
Istirahat sudah satu kali. Virgo memutuskan mereka akan istirahat setia dua jam sekali, sekalian dibagi jadwal sarapan, makan siang, dan makan malam.

"Kita terus ke utara, Fel. Mengikuti pegunungan." Virgo berkata. Ia dan aethonon-nya terbang di barisan kedua, sebelah Felice. Sekarang giliran Alice memimpin di depan. Sementara Sean di belakang mereka berdua.

"Apakah kita tidak istirahat, Fel?" Alice tiba-tiba memperlambat laju terbang hewan tunggangannya. Bertanya pada Felice.

"Kita lanjut, Felice. Ini belum dua jam untuk kembali istirahat. Kita harus bergegas cepat sebelum kontingen lain menemukan petunjuk pertama." Virgo yang berbicara. Nada suaranya lembut, tetapi tegas. Tidak terbantahkan.

"Biar aku yang memimpin jika kamu cepak di depan, Alice."

Hei. Itu sungguhan Sean? Felice memandangnya. Takjub. Tidakkah remaja berambut gondrong itu salah bicara?

Pierre Clairre; Batu CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang