Hai mantan! part 2

952 111 7
                                    

Doble up! Masih seneng nunggu kalian follow, vote dan komen ya sahabat!

Pagi -pagi sekali Naima sudah nangkring cantik di depan kost ku yang baru. Yup! Akhirnya aku pindah kost atas paksaan dari Naima. Dia bahkan membayarkan uang sewa selama tiga bulan lamanya. Padahal di kost lama kami, hikss..  inget lagi kan. Iya, aku dan bang hamid sudah membayar uang kost untuk enam bulan ke depan.

Aku yang sekarang cuma pengangguran, karena sejak putus dengan mas Hamid akhirnya aku resign, ini juga paksaan dari Naimaku sayang. Jadilah aku nego dengan ibu kost lamaku dan aku dapat uang kembali sebanyak 50 persen. Lumayan buat hidup beberapa hari ke depan. Gedoran pintu terdengar brutal, aku sampai diteriaki penghuni kost lain karena dianggap mengganggu. Dengan mata setengah terpejam aku menyambut nyai Naima yang super seksi itu.

"Ya Tuhan! Kamu masih belekan begitu! Gimana si Hamidun itu nggak ninggalin kamu coba! Mandi sana, kita harus olah raga terus ke salon! Jadwal kita padat banget ksmu tahu!" Naima sudah berteriak kesal. Mungkin itu uratnya menonjol, pita suaranya disambung toa masjid kayaknya dia. Suaranya keras banget, aku yakin seluruh penghuni kost tahu aku ditinggal pas sayang - sayangnya karena pengumuman secara tidak langsung dari mulut toa Naima.

"Hanny! Kami dengar aku gak?!"

Itu mata Naima melotot nyaris keluar. Duh, mirip sundel bolong, sayangnya kok dia begitu tetap cantik saja. Coba aku melotot gitu, mirip mbak kunti pasti nanti

Aku membiarkan Naima mengoceh sesuka hatinya, kutinggalkan dia sendiri yang terus mengekoriku di belakang bokong seksoy ku ini. Aku segera mengambil handuk di balkon samping kamar kemudian mandi.

"Tunggu situ, aku mandi dulu," ucapku malas.
Naima memutar bola matanya menyebalkan. Selesai mandi, aku keluar dengan selembar handuk yang nyaris tak menutupi tubuhku. Mau bagaimana lagi, hanya handuk mungil itu yang aku punya.

"Oh, wow! Aku udah bayangin sih. Tapi yg ternyata lebih gede dari bayanganku," celetuk Naima yang membuatku terlonjak kaget

"Dih! Ngapain kami masuk kamarku!"

"Nih, pake baju ini," kata Naima sambil memberikan satu set baju olah raga dan sepatunya. Itu sepertinya bukan merk kaleng - kaleng yang biasa aku beli di online shop gratis ongkir tanpa minimal belanja itu

Sebelum aku memakai baju, Naima sudah memutar - mutar bajuku. Meneliti tiap inci tubuhku dari atas sampai bawah. Aku terkekeh, ngeri juga sebenarnya melihat Naima begitu.

Sebelum aku ngomong ternyata Naima sudah melotot sembari berseru," aku masih normal! Masih doyan terong item punya bule kesayangan aku!"

Kami akhirnya tertawa bersama, selera humor kami emang segaring itu. Banyolan receh begitu bikin kami tertawa ngakak.

"Badan kamu itu seksi bikin iri, toket kamu gede, pantat kamu bulat sintal gitu . Aku dari dulu iri sama kamu.  Gak perlu operasi udah idaman semua wanita kamu  itu. sayang banget penampilan kamu kuno, jadi nggak menarik. Kamu terlalu merawat Hamidun sampe lupa merawat diri. Cinta apa bego sih kamu tuh," komentar Naima tanpa saringan. Aku mendelik kesal dan dia malah tertawa.

"Keluar sana, aku mau pake baju. Pegel denger ocehan unfaedah kamu," kataku ketus.

"Dih, ngapain malu,  aku mau lihat biar bisa beliin alat tempur perang kamu melawan mantan kamu si hamidun itu," jawab Naima.

"Terserah kamu lah," jawabku cuek. Aku membuka handukku tanpa tahu malu. Dan memakai pakaian olah raganya di depan Naima.

"Dih, pilihan dalaman kamu norak amat anjim! Kita ngemall abis ini," katanya kesal.

Aku menatap Naima aneh, dih paling dalaman ini. Lagian aku masih gadis. Siapa juga yang bakalan liat dalaman aku kan yak?

##########

Setelah perdebatan alot kami, antara makan dulu atau olah raga jadilah kami olah raga setelah "sarapan" ala Nyai Naima. Kami tadi cuma makan satu buah apel dengan jus jambu. Kenyang enggak, kembung iya. Beda ya perut yang biasa keliling luar negeri sama keliling komplek kaya tukang sayur.

Kami jogging keliling komplek, tapi wajahku ini ditempeli macam -macam udah kaya sales motor yang cari customer baru. Tapi aku akui, selera Naima emang bukan ecek- ecek. Mau lari keliling komplek aja aku berasa paling cantik se komplek. Bener - bener di make over sama Nayai Naima. Eh, jangan bilang anaknya. Dia paling benci kalo dipanggil Nyai Naima.

Keringet udah bercucuran, tapi Naima tetep aja cantik natural gitu. Pantas saja seleranya bule semua.

"Nai-Nai, ini luntur gak bedaknya. Duh, keringetan banget lagi," seruku panik.

Naima tertawa girang banget, terus mengambil kaca kecil yang katanya barang wajib semua wanita waras kecuali aku yang katanya nggak waras katanya.

"Nih, ngaca! Tenang aja, itu make up no make up look. Wajah sama body kamu emang dasarnya oke. Jadi pas diubah dikit tetep on. Lagian bedak aku dordor ya! Bisa buat beli dua lusin bedak murahan kaya punya kamu di kost! Nggak mungkin luntur kena sapuan keringet doang! Satu bedak bisa buat beli motor baru itu," seru Naima nyolot.

Aku mah manggut - manggut aja. Emang semua barang dia mah berkelas. Orang duitnya aja nggak ada serinya. Buat perawatan badan aja ngabisin milyaran tiap bulan. Aku tadi sempat kelupaan, ingetnya pake alat make up aku yang bedaknya paling tiga ratus ribuan itu.

"Cara ampuh buat bikin mantan nyesel terus ngejar kita ya kita harus mencintai diri sendiri. Merawat badan kita, merawat hati kita, biar bahagia kita terpancar sampe mata. Stop stalking mantan yang bikin rusak usaha move on kamu," kata Naima panjang lebar.

Aku tersenyum, beruntung sekali aku memiliki sahabat sebaik kamu. Tapi aku pengangguran, masa dibayari terus buat perawatan?

Entah berapa puluh juta yang Naima keluarkan hanya dalam tiga jam sesi olahraga yang lebih tepatnya kaya tepe -tepe di komplek doang ini.

Aku berasa artis, hampir semua orang menyapa ramah apalagi cowok - cowok. Aku bukan Naima, tentu saja jadi kikuk begini.  Aku lagi - lagi cuma senyum dan menganggukkan sedikit kepalaku tanda kesopanan. Rasanya pipiku pegal sekali terus tersenyum sepanjang jalan.

Jadi cantik itu memang memudahkan segalanya. Contohnya lagi, seperti sekarang ini. Kami lebih tepatnya aku dapat tawaran kerja dari tetangga komplek. Sepertinya sebuah perusahaan internasional karena kata Naima dia kenal ceo nya.

"Salam kenal ya Hanny, sampai ketemu nanti di perusahaan. Jangan lupa hubungi aku kalau sudah sampai disana nanti," kata pria bule yang tingginya dua meter saya rasa.

Ngomongnya bulepotan bahkan, aku mirip kurcaci ngomong sama ini orang. Kepalaku pegal terus mendongak ke atas. Haish....

"Terimakasih, mas," jawabku kikuk.

Dia tersenyum.

"I like that special call from you," katanya dengan senyum manis semanis gula jawa.

"Bye Naima, bye Hanny," sapanya kemudian berlari meninggalkan kami.

"Dia itu Pak David. Temen suamiku, sepertinya sedang berkunjung kesini. Kamu tahu, dia sangat kaya raya. Itu duitnya tujuh turunan, tujuh tanjakan nggak bakalan habis," kata Naima menggebu.

Aku sampai melongo, kalau si milyader Naima bilang dia kaya nggak ketulungan berarti itu orang se kaya apa?

Duh, nggak mau ngehalu. Ditawari kerja jadi cungpretnya dia aja udah sukur banget aku. Buat nyambung hidup membeli sebungkus nasi dan sebongkah batu bata..

Hai mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang