8. Camp

13.3K 1K 2
                                    

🌚
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Suasana lapangan sekolah terlihat begitu ramai ketika Linka baru saja menginjakkan kakinya di depan gerbang. Terlihat Agil dengan tubuh kekarnya tengah menenteng sebuah tas besar dengan karpet gulung di tangan kanan dan kiri. Cewek itu tersenyum, kemudian berlari mendekat bermaksud membantu ketuanya.

"Agiiil!"

Sang pemilik nama menoleh, lalu tertawa begitu melihat anggotanya tengah berlari dengan tas besar yang ikut terpontang-panting.

"Jangan lari." Cowok itu memperingati. Tanpa banyak bicara, Linka yang baru sampai di dekat Agil langsung mengambil salah satu tikar berwarna merah dari tangan cowok itu.

"Gue bawa ya?"

"He'em."

Mereka berdua berjalan menuju bus, masuk ke dalam sana untuk meletakkan barang dan tas besar yang masih di tenteng sepanjang jalan, lalu keluar lagi untuk keperluan absensi.

Agil yang membawa kertas berisikan nama kelima anggotanya, serta sebuah pulpen yang diapit kedua jari itu terlihat serius. Ia kemudian mulai memanggil satu persatu nama dari kelompoknya, dan menuliskan tanda ceklis bila sang pemilik nama menunjukkan eksistensi.

"Oke, habis ini kita langsung masuk ke bus. Tempat duduknya terserah mau sama siapa. Dan ... karena anggota kelompok kita udah lengkap jadi nggak usah khawatir ada yang ketinggalan–"

"–Oh iya, semua udah pada bawa apa yang disuruh kan?"

Serentak semuanya mengangguk.

"Bagus. Kalo gitu, langsung masuk aja!" Agil berlalu begitu mengakhiri kalimatnya. Cowok yang satu perkumpulan dengan Arif itu memasuki bus, lalu memilih duduk di bangku paling belakang karena tubuhnya yang kekar, seraya memainkan ponsel.

Linka masih berdiri, mencari keberadaan Jenny yang belum terlihat sama sekali. Mereka memang sudah janjian akan duduk di bangku bersebelahan.

Tak lama kemudian sosok Jenny benar-benar muncul, dengan Arif di belakangnya sambil membawakan tas cewek itu. Entah apa isinya, saat Jenny berhenti, Arif juga ikut menghentikan langkahnya dan otomatis menjatuhkan tas milik Jenny ke tanah.

"Buset, tas lo isinya stok daging satu dasawarsa ya? Berat banget kayak dosa yang punya." Arif ngos-ngosan, lalu untuk menghindari amarah Jenny yang sudah melotot, cowok itu cepat-cepat memasuki bus. Ia duduk di samping Agil, ketua kelompok Linka.

"Duduk di belakang yuk, Jen. Deket Agil sama Arif!" ajak Linka.

"Hidihhh ... ogah, duduk di belakang bawaanya pengen mabuk, apalagi deket Arif. Nggak elit banget dong kalo gue mabuk diliatin ama dia, bisa digunjing sampe akhir hayat nanti!" Jenny menolak, namun keduanya tetap lanjut memasuki pintu Bus bagian belakang.

Dan benar saja, seluruh tempat duduk sudah terisi, tinggal dua kursi di bagian paling belakang yang kosong. Tepat bersebelahan dengan bangku Agil, dan Arif yang baru saja hendak menegak minuman. Botol minuman pun sudah siap bertengger di atas mulutnya. Arif yang tengah mangap tidak jadi melanjutkan kegiatan, malah menatap Jenny dengan mata melotot.  "Ngapain lo disini?!"

"Suka-suka gue lah, gue mau duduk."

Arif melirik bangku di sampingnya, lalu langsung mengganti posisinya miring dengan menselonjorkan kaki hingga mencapai kedua bangku yang tersisa. "Nggak boleh. Turun aja, lo nggak diajak!"

"Bacot!" Jenny melangkahi lutut Arif yang menghalangi jalan lewat diantara bangku-bangku, lalu langsung menduduki kaki cowok itu ada di atas kursi penumpang.

Finding Daddy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang