≪•◦ ❈ ◦•≫
Florence memekik ketika mengetahui piala emas yang dipegangnya telah berubah wujud menjadi seekor ular berwarna serupa. Buru-buru ia membuang ular itu ke sembarang tempat kemudian menjauh dan mendekati Arthur serta Axel. Namun sialnya, ular itu malah bergerak ke arahnya. Takut, Florence menyembunyikan diri di balik tubuh Axel tanpa ia sadari. Pipinya yang kemerahan pun berubah menjadi tak berwarna.
Arthur yang melihat kejadian itu pun langsung mencabut pedang dari sarungnya lalu membunuh ular itu dengan menusuk kepalanya.
Axel memandang Florence yang berada di balik tubuhnya. Berdiri begitu dekat dengan dirinya seperti anak kecil. Parahnya lagi, kedua tangan gadis itu memegang kedua sisi bajunya pada bagian pinggang. Benar-benar kejadian langka.
"Jangan sentuh apapun." Melihat kejadian tersebut membuat Axel paham, mereka tidak boleh menyentuh emas-emas di sini dengan tangan. Atau, apa yang mereka sentuh akan berubah menjadi ular.
Florence baru melepaskan tangannya dari baju Axel ketika Axel selesai bicara. Kini, pipinya kembali merah. Bedanya, bukan karena ia telah kembali normal seperti bisa. Melainkan, karena ia merasa malu. Untung saja Axel tidak mengejeknya. Laki-laki itu sepertinya sudah agak berubah sejak datang ke Sidra.
"Lalu, bagaimana dengan batu itu?" tanya Arthur sembari memasukkan lagi pedang ke sarungnya lalu menaruh kedua tangan di pinggang. Namun, belum sempat Axel menjawab, ia sudah terpikirkan sesuatu. "Mungkin ... tidak masalah. Batu itu tidak berasal dari sini." Ada sedikit keraguan dalam kalimatnya.
"Kita pikirkan saja nanti. Sekarang kita harus cepat mencari batu itu sebelum malam tiba," ujar Axel. "Tunggu di sini sebentar." Ia kemudian pergi ke luar mencari sesuatu.
Tak berapa lama, Axel kembali dengan tiga buah ranting kayu yang cukup panjang. "Gunakan ini agar lebih mudah."
Masing-masing dari mereka mengambil satu. Sedangkan Lulu, mengais-ngais dengan kakinya. Entah anjing itu mengerti atau tidak dengan apa yang mereka cari. Pulau ini benar-benar baik kepada hewan. Hanya Lulu yang tidak mengalami apa-apa. Bahkan saat mereka baru memasuki Pulau Cianna. Sungguh tidak adil.
"Kita mungkin tidak akan bisa selesai hari ini," ujar Axel yang mulai bosan mengais-ngais tanpa mendapat apa-apa.
Sepertinya memang benar. Cara manual seperti ini benar-benar menguras waktu. Bisa jadi, mereka baru akan menemukan batu itu setelah berminggu-minggu atau lebih parahnya lagi ... berbulan-bulan.
Sore telah tiba. Arthur menghentikan kegiatannya. "Sudah sore," ujarnya ketika melihat matahari mulai tampak redup.
Axel dan Florence pun ikut berhenti. Mereka semua kelelahan dan berkeringat. Bahkan sudah terbentuk pola bulat di beberapa bagian baju Axel karena keringat. "Sudahlah. Kita lanjutkan besok saja," usul Axel yang tentu saja langsung disetujui oleh Arthur dan Florence.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Castle [END]
FantasyBlurb: Florence dan Axel terpaksa masuk ke sekolah asrama karena kesalahan yang mereka lakukan, sehingga membuat orang tua mereka marah besar. Saat pertama kali melihat Florence, Axel yang jahil langsung bertekad untuk menjahili gadis penyendiri itu...